Oleh:
Deny Rochman
Setiap 26 Januari, Negara Australia memperingati Hari
Kemerdekaannya (Australian Day). Pada 26 Januari 1788, Kapten Arthur Phillip
mengklaim secara resmi koloni New South Wales di bawah Britania Raya.
Peringatan Hari Kemerdekaan itu pernah ditentang oleh Kaum Aborigin (lihat:
id.wikipedia.org/wiki/Hari_Australia). Penduduk asli tanah Australia itu
menganggap, pada 26 Januari, 226 tahun lalu itu merupakan awal
"penjajahan" negerinya oleh Inggris. Nah loh?
Problem historis ini menjadi hambatan psikologis bagi
perkembangan bangsa Australia di kemudian hari. Bagi warga Inggris, mereka
datang bukan untuk menjajah, apalagi membuat menderita dan kesusahan termasuk
kaum Aborigin. Namun sebaliknya para pendatang itu merasa telah membuat negeri
Kangoroo itu menjadi lebih baik, maju, makmur, aman dan nyaman hingga
berkembang saat ini.
Dalam proses politiknya, tampaknya ada kompromi dalam
memupus problem historis tersebut. Ini bisa terlihat secara simbolis di banyak
di setiap sudut kota, dijumpai bendera biru Australia selalu bersanding dengan
bendera kaum Aborigin. Sekalipun Aborigin bukanlah sebuah nation independen
seperti negara-negara lain.
Sementara penduduk Australia berwajah bule adalah para
pendatang dari negara lain. Apakah dulunya mereka sebagai tahanan Kerajaan
Inggris, atau para imigran dan perantau yang sengaja datang ke benua Australia
dengan beragam motif dan tujuan hidup disana.
Ada yang menarik melihat fenomena kaum Aborigin.
Secara antropologis, kelihatannya kaum Aborigin memiliki ras warna kulit, muka,
anatomi tubuh dan budaya mirip atau berdekatan dengan orang Indonesia,
khususnya penduduk Papua atau Suku Dayak. Apalagi secara geografis, pulau
Australia berdekatan dengan Papua.
Asumsi ini diperkuat dengan penjelasan Mrs Carrol,
pemandu Museum Gallery Art di Adeliade Australia saat memberikan penjelasan
kepada guru-guru Jawa Barat (West Java Teachers) Group 6 saat mengikuti
pelatihan selama tiga pekan di kota seribu gereja tersebut (22 Nopember – 13
Desember 2013).
Menurut Mrs Carrol, dalam sejarah Australia
kaumAborigin tercatat pernah ada hubungan dagang dengan penduduk Sulawesi.
Namun Carrol tidak tahu ketika ditanya saya apakah selama menjalin hubungan
perdagangan itu sempat terjadi hubungan pernikahan kedua daerah tersebut.
Walaupun dalam banyak sejarah, seperti penyebaran agama-agama dunia,
hubungan dagang atau politik kerap diwarnai dengan hubungan perkawinan.
Atas penjelasan Carrol tersebut, ada pertanyaan lagi :
mengapa kaum Aborigin menjalin hubungan dagang dengan penduduk Sulawesi.
Padahal rute perjalanan kapal laut harus melintasi pulau Timor dan sekitarnya.
Atau bisa jadi pelayaran kaum Aborigin singgah kesana kemari, seperti
petualangan pelayaran orang-orang Eropa di Asia, termasuk pelayaran Kapten
Inggris Arthur Phillip yang akhirnya singgah ke tanah Aborigin.
Historis hubungan dagang Aborigin dan Sulawesi
tersebut, konon sempat diperingati beberapa kali di Australia. kendati hingga
kini kabarnya belum jelas, apakah masih atau tidak. Yang pasti, kini kaum
Aborigin sekarang sudah berbeda dengan kaum Aborigin pada masa lalu. Usia
bangsa Australia yang sudah berusia ratusan tahun ini membuat wajah negara ini
lebih toleran. Penduduknya yang beragam etnik, suku, agama dan bangsa,Australia
terus berkembang menjadi negara sejajar dengan negara maju.
Termasuk kiprah kaumAborigin, menurut Carrol kehidupan
mereka sudah membaur dengan masyarakat Australia umumnya. Baik tempat tinggal,
pekerjaan maupun sekolah mereka. Sebuah kehidupan yang belum tentu dirasakan
ketika negeri tsb dikelola swadaya oleh keturunan Aborigin. Hidup dalam
perbedaan selama ratusan tahun membuat bangsa Australia tumbuh dan berkembang
menjadi bangsa yang berkarakter.Pilihan hidup mereka, dimana bumi dipijak
disana langit dijungjung. Right or wrong is my country. (*)
*) Penulis adalah peserta Training for West Java
Teachers
Group 6 in Adelaide Australia
2013.