Rencana pembukaan sekolah pada tahun ajaran baru Juli ini terus dilakukan. Pembelajaran Tatap Muka (PTM) siswa tengah disiapkan. Sudah setahun lebih siswa menjalani Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Mereka hanya boleh Belajar Dari Rumah (BDR). Karena situasi pandemi covid-19 masih ngeri-ngeri sedap.
Wacana PTM memang bukan yang pertama. Pada tahun ajaran tahun lalu sempat menguat. Seiring dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri tentang Panduan Pembelajaran di Masa Covid-19. Hanya zona hijau dan kuning yang boleh PTM terbatas. Namun keinginan itu melemah karena kasus covid kembali tinggi.
Keinginan serupa pada awal tahun 2021 namun masih tertahan. Karena penyebaran virus belum juga landai. Padahal pada SKBM revisi, sekolah lintas zona diperbolehkan buka PTM. Dengan catatan diijinkan oleh kepala daerah dan dapat rekomendasi dari Satgas Covid-19 setempat. Regulasi ini pun masih diawang-angan. Karena semua masih tiarap terhadap serangan covid.
Akankah tahun ajaran baru 2021 ini, sekolah berani PTM? Harapan besar dari sejumlah pihak, khususnya sebagian besar orang tua siswa PTM segera dibuka. Keinginan itu direspon Mendikbud Nadiem Anwar Makarim. Alasannya, semua sektor kehidupan sudah kembali beraktifitas. Beradaptasi dengan kebiasaan baru (new normal) masa pandemi.
Ada kegelisahan serius yang dialami Mas Menteri. Kekhawatiran ada pembodohan satu generasi yang dialami bangsa Indonesia. Mimpi besar bangsa ini akan meraih generasi emas pada 2045 akan terancam pupus. Berharap akan mendapatkan bonus emas demografi, alih-alih malah dapat masalah bonus demografi. Embrio generasi emas terkikis oleh virus corona.
Sudah banyak laporan, tersiar kabar efek negatif pandemi bagi anak-anak dan remaja usia sekolah. Mulai dari pergaulan sosial yang tak terkontrol. Produktiftas hidup yang menurun. Hingga penggunaan gadget melebihi ambang batas kesehaan otak dan mata. Termasuk mata pencaharian (pengeluaran) orang tua akan penyediaan android, laptop, kuota internet dan kebutuhan ekonomi efek anak-anak berdiam di rumah. Itu belum dihitung dampak psikologis (kejiwaan) anak. Jika diteliti secara ilmiah berpotensi pada masalah serius. Bisa mengganggu perkembangan anak.
Lambatnya respon daerah membuka sekolah-sekolah untuk PTM memang bentuk ke hati-hatian. Konon hukum tertingginya adalah keselamatan dan kesehatan guru dan siswa adalah hal utama. Kekhawatiran ada klaster baru sekolah jika PTM dibuka. Lebih tragisnya jika sampai terjadi korban jiwa meninggal dunia. Naudzubillah.
Namun bertahan tanpa belajar tatap muka di sekolah juga menjadi pilihan sulit. Lebih-lebih kini grafik penyebaran covid-19 makin menggila. Terlalu lama dan menyebar luas membuat virus asal Wuhan China ini bermutasi dalam banyak varian. Varian yang sudah terdeteksi masuk ke Indonesia adalah virus varian Inggris (alfa), Afrika (Beta) dan India (Delta). Nah, varian Delta yang kini menjadi momok bagi dunia, karena penyebarannya cepat dan mematikan.
Sejumlah daerah di Indonesia dilaporkan sudah disinggahi virus delta. Jumlah korban yang terpapar meningkat signifikan. Bahkan ratusan tenaga kesehatan (nakes) pun ikut jadi korban. Termasuk mereka yang pernah terkena sebelumnya. Mereka yang sudah divaksin dua kali, tak luput dari serangan corona. Korban meninggal dunia pun makin banyak.
Kondisi ini membuat pemerintah terus bekerja keras. Strategi terdekat menargetkan vaksinasi massal kepada warga di semua lapisan dan profesi. Salah satu harapannya ingin mempercepat terbentuknya kekebalan kolektif (herd immunity). Kendati untuk menciptakan kekebalan kolektif konon ada resiko. Sejumlah pakar epidemologi menyebutkan perlu 50-70 persen dari populasi harus terjangkit virus untuk mencapai herd immunity.
Di tingkat Kota Cirebon, realitas sosial pemakaian gadget pada anak-anak sudah membuat khawatir. Tak hanya para orang tua siswa, Wakil Walikota Cirebon Dra Hj Eti Herawati pun ikut merasakan. Dalam beberapa kesempatan, Bunda Literasi ini mengeluhkan anak-anak mulai kecanduan gawai. Pihaknya meminta guru-guru bersama orang tua untuk memikirkan solusi masalah tersebut.
Tentu kegelisahan tersebut banyak dirasakan orang banyak orang tua di Indonesia. Efek ini sulit dihindari. Pembelajaran jarak jauh (PJJ) berbasis online mendekatkan anak-anak kepada dunia digital. Diperburuk lagi, tak semua orang tua bisa mendampingi atau mengontrol anak-anaknya dalam pemakaian gadget. Beragam alasannya. Ada karena alasan sibuk, tak ngerti teknologi, anaknya sulit diarahkan dan lainnya.
Desakan kuat untuk PTM pun menguat. Seiring sudah kembali "normal" aktifitas sektor ekonomi dan sosial lainnya. Pembukaan sekolah untuk belajar, diharapkan bisa meminimalisir penggunaan gawai pada anak-anak. Yang lebih penting lagi, kebutuhan sosiologis dan psikologis anak-anak terpenuhi. Karena PTM masa pandemi mengurangi target pencapain materi akademik.
Menyambut pembelajaran tatap muka (PTM), sekolah-sekolah di Kota Cirebon tengah berbenah. Berbenah sarana prasarana, menyiapkan pola pembelajaran, mengantisipasi klaster baru, memperkuat dan memperketat protokor kesehatan. Secara nasional, Kemendikbud Ristek pun sudah menyiapkan daftar ceklis isian instrumen kesiapan sekolah membuka PTM terbatas dan menerbitkan panduan PTM masa pandemi. Begitu juga Dinas Pendidikan di kota ini.
Dinas Pendidikan melalui Satgas Covidnya terus bergerak. Berkoordinasi dengan Satgas tingkat kota. Berkomunikasi dengan sekolah-sekolah. Melakukan observasi, survai dan monev ke sekolah-sekolah. Terkait kesiapan sekolah dalam melaksanakan PTM. Tim monev dinas diterjunkan ke sekolah untuk mengecek kesiapan tersebut.
Seiring berjalannya monev, Satgas Covid mengarahkan sekolah-sekolah untuk melakukan simulasi. Simulasi PTM terbatas tanpa melibatkan siswa. Alur simulasi ini akan direkam video oleh pihak sekolah. Akan dipantau oleh tim Satgas Covid dan Dinas Pendidikan. Jika video sudah sesuai protap, akan dishare kepada orang tua siswa. Sebagai gambaran awal mereka akan alur PTM terbatas jika dilaksanakan. Semua masih menunggu kebijakan pemerintah daerah.
Rencananya, PTM di sekolah akan dilaksanakan secara terbatas. Selain jumlah siswa hanya 50 persen, juga jam pelajaran dibatasi sekitar 2 jam. Tanpa jam istirahat jajan. Waktu belajar selebihnya dilaksanakan secara daring dan luring melalui PJJ atau Belajar Dari Rumah (BDR). Selain wajib disiplin protokol kesehatan, tenaga pendidik dan kependidikan dipastikan sudah divaksin covid-19. Ruang kelas selalu dijaga kesehatan dan kebersihannya. (*)
Penulis:
DENY ROCHMAN
Pegiat literasi Komunitas Gelemaca Kota Cirebon. Bekerja di Korwil Kec. Pekalipan Dinas Pendidikan Kota Cirebon.