Penulis :
DENY ROCHMAN
Analisis Kurikulum dan Pembelajaran Dinas Pendidikan Kota Cirebon
Siapa bilang menjadi guru itu mudah? Jika hanya transfer of knowledge bisa jadi semua orang bisa melakukan. Tetapi mendidik anak agar bisa berubah cara berfikir, sikap, perilaku dan kognitif, tak semua orang bisa. Begitu juga dengan guru. Jika ia melupakan tiga kodrat manusia, maka proses mengajar akan tak maksimal.
Ada tiga kodrat manusia yang tak boleh dilupakan oleh guru dalam proses belajar mengajar. Kodrat hakiki manusia ini disampaikan oleh Founder Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) Muhammad Nur Rizal, Ph.D bersama dan Novi Candra, Ph.D. Pesan penting dua alumnus Monash Univeraity Australia ini kepada guru-guru dan kepala sekolah SD dan SMP asal Kota Cirebon.
Sebanyak 100 guru dan kepala sekolah GSM ini selama dua hari, 11-12 Januari 2022 melakukan study visit ke Yogyakarta. Tujuannya berkunjung ke dua sekolah model GSM, sekaligus berdiskusi dengan founder dan pengurus pusat GSM. Dua sekolah model itu adalah SDN Rejodani Kec. Ngaglik dan SDN Pendulan Kec. Moyudan Kab. Sleman.
Kendati sama-sama sekolah GSM, namun keduanya ada sisi perbedaan. Sekolah Rejodani lebih mengembangkan sisi keseniannya. Sementara Pendulan, membangun kemitraan sekolah dengan orang tua siswa. Orang tua yang terbentuk dalam setiap komite kelas berkolaborasi dengan pihak sekolah dalam mendidik anak-anaknya. Kesamaan dua sekolah ini menerapkan paradigma sekolah menyenangkan. Salah satunya tercipta ruang-ruang kelas berkarakter. Setiap sudut dan lorong sekolah dipenuhi goresan, gambar dan tulisan berkarakter.
Di tempat terpisah, rombongan guru-guru dan kepala sekolah ditemui oleh Founder GSM Rizal dan Novi. Dihadapan guru-guru dan kepala sekolah, keduanya mengingatkan guru-guru agar tidak melupakan tiga kodrat manusia dalam proses belajar mengajar. Apapun kurikulumnya, dari manapun sumber belajarnya, tiga kodrat manusia ini jangan diabaikan. Jika ditinggalkan, maka pembelajaran di kelas tidak berjalan maksimal. Pendidikan nasional sulit mengalami kemajuan.
Tiga kodrat manusia yang dimiliki anak antara lain bahwa sifat dasar manusia adalah rasa ingin tahu yang tinggi. Kedua, manusia selalu ingin berimajinas (berhayal). Ketiga, memberikan kesempatan kepad anak dalam mengembangkan potensinya secara adil. Jika kodrat ini sudah terinternalisasi dalam setiap guru, maka apapun kurikulumnya, model sekolahnya, kebijakan pendidikannya maka tujuan pembelajaran akan tercapai.
Menurut dosen UGM ini, berbagai goresan, gambar dan tulisan warna warni dalam kelas sebagai upaya merangsang rasa ingin tahu anak-anak. Tidak takut dengan hal-hal yang baru. Jika anak rasa ingin tahunya meningkat, maka dia akan terus belajar, belajar dan belajar. Makanya di GSM pola evaluasi pembelajaran tidak dengan ujian tertulis, tetapi dengan refleksi. Tujuannya biar anak terus selalu ingin tahu. Jika rasa ingin tahu tidak diwadahi di sekolah, maka anak akan mencari tahu di tempat lain. Dampak negatifnya bisa ada kekerasan, ngobat, premanisme dan lainnya.
Sifat dasar manusia lain adalah manusia itu suka berkhayal (imajinasi). Dengan berkhayal itu manusia mampu berkreasi dan berinovasi. Berbagai temuan sepanjang peradaban manusia hingga temuan teknologi modern bermula dari khayalan. Dengan kreatifitas manusia banyak cara untuk mencapai tujuan. Manusia akhirnya bisa bertahan hidup dalam ribuan tahun di dunia. Kendati sering diterpa berbagai bencana dan masalah hidup lainnya. Maka di GSM tak mengenal ujian, karena akan mematikan daya hayal anak.
Hidup dalam perbedaan menjadi kodrat manusia berikutnya. Demikian juga anak-anak sejak lahir memang sudah berbeda, termasuk dalam potensi dirinya. Maka biarkan anak-anak berkembang sesuai talentanya masing-masing. Jangan biarkan anak ditarget pada satu pilihan. Seperti ikan. Jika kita suruh ia untuk memanjat pohon, maka sepanjang hidupnya ia akan merasa bodoh. Begitu juga monyet, jika suruh menyelam, maka sepanjang hidupnya ia merasa bodoh.
Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) ingin mengembalikan tiga kodrat manusia tersebut. GSM ingin mendobrak mindset guru-guru. Merubah paradigma berfikirnya. Merubah ideologinya, bukan metodologinya. Jika mindsetnya berubah seperti paradigma GSM, maka proses belajar mengajar guru akan lebih mudah, terarah dan menyenangkan. Mengubah mindset manusia menjadi metode para nabi dan rosul agar pola hidupnya bisa mengikuti di jalan yang benar. (*)
***Tulisan ini.pernah dimuat di halaman literasi Gelemaca koran Radar Cirebon, edisi Kamis 13 Januari 2022.