Setiap desa berlomba-lomba menggali potensi wilayahnya. Ada tuntutan dengan bantuan dana desa agar memiliki BUMDes. Namun ada juga desa yang mengalami kendala dalam mencari sumber pendapatan alternatif. Desa Panongan Lor, misalnya, upaya mengembangkan sektor wisata di sana terkendala masalah mistis.
Laporan :
DENY ROCHMAN
Penikmat Asal Gowes Radar Cirebon
Desa Panongan Lor berada di Kec. Sedong Kab. Cirebon. Desa pemekaran dari Desa Panongan pada tahun 1980-an. Perbatasan dengan Desa Putat, dan Desa Belawa. Potensi desa utama adalah pertanian. Sebagian penduduk banyak yang merantau ke luar kota. Nah, pada awal kepemimpinan kuwu Agus Syamsah ada keinginan mengembangkan potensi alam beruba curug.
Curug ini dikenal masyarakat sekitar adalah Curug Pagenjrengan. Berada di Dusun 2 RT 01 RW 02 Desa Panongan Lor. Perbatasan dengan Desa Belawa, di sekitar daerah aliran sungai Ciwado. Namun sayang, rencana pihak desa mengembangkan potensi wisata alam terhenti karena masalah mistis. Hal mistis yang dirasakan dan didengar warga sekitar, bahkan malah sempat dialami Pak Kuwu kelahiran Desa Kanci Wetan Kab. Cirebon ini.
Tim Asal Gowes Radar Cirebon melakukan penelusuran potensi Desa Panongan Lor pada Sabtu 23 Januari kemarin. Seperti biasa, rombongan bertolak dari "markas besar" Radar Cirebon di Jalan Perjuangan Kota Cirebon. Menelintasi jalan tanjakan sepanjang 14 km dari Bandara Penggung, melibas tanjakan maut jalan Gronggong hingga Desa Wanayasa Beber Kab. Cirebon. Kemampuan personil tim yang berbeda membuat mereka tercecer berjauhan jaraknya.
Di tikungan Desa Wanayasa, tim rehat sejenak. Mengatur nafas, memulihkan energi dan menata tali kolor. Menu wajib teh manis hangat, lontong dan gorengan. Sayang tak tersedia menu buah-buahan segar di warung pangkalan ojeg tersebut. Semua personil masih terlihat semangat melanjutkan perjalanan 9,3 km menuju Desa Panongan Lor Kec. Sedong. Kali ini akan melintasi turunan panjang dan jalan aspal yang rusak.
Saya sendiri mencoba untuk tetap semangat mengikuti gowes rutin Sabtuan kali ini. Maklumlah, sejak dua hari kondisi badan sedang unfit. Meriang. Isteri sempat menyarankan agar jangan gowes terlalu jauh karena kondisi kesehatannya kurang baik. Namun saya tetap ikut serta. Harapannya imun tubuh saya segera pulih. Selain gerak badan, gowes Radar juga bikin gerak hati dan pikiran. Ada selingan guyu dan ngakak. Toh kalau tak kuat gowes, pilihannya bisa diloading.
Masuk wilayah Desa Panongan Lor, rombongan diarahkan Pimpro Bung Jun belok ke kiri. Ternyata lokasi balai desa berada di tengah sawah. Mungkin karena desa pemekaran sehingga bangun baru. Sepanjang jalan pesawahan, tim sejenak selfie berjamaah. Mengabadikan peristiwa di alam terbuka nan indah ciptaan Sang Kuasa.
Dari kejauhan, terdengar suara speaker. Tim mengira rombongan akan disambut meriah aparat desa dan warga kampung. Sesampai di lokasi, tak ada kerumunan massa sedikit pun. Sepi, lengang. Hanya dijumpai bangunan balai desa yang masih nampak baru. Di sampingnya berdiri megah bangunan masjid jami'. Di sisi lain terdapat sekolah SD Panongan Lor.
Sambil menanti tuan rumah, personil tim memanjakan diri di sekitar lokasi. Ada yang main-main ayunan, putaran layaknya anak TK. Ada yang foto-foto selfie, atau muter-muter gowes ke jalan menuju kebun mangga gincu dan Curug Pagenjrengan. Sekadar menuntaskan "syahwat" gowesnya yang belum memuncak sepanjang jalan tadi.
Sesaat kuwu Desa Panongan Lor Agus Syamsah menerima rombongan. Bertempat di aula desa tim siguguhi lontong dan gorengan ditemani teh manis hangat dan air mineral. Kendati desa sepi aktifitas aparat lain namun obrolan tetap seru dalam mengenal desa ini lebih dekat. Keseruan makin menarik saat kuwu bercerita keinginan lama yang tak terwujud. Ingin mengembangkan potensi alam curug menjadi tempat wisata alam. Sambil menikmati curug, pengunjung bisa bawa mangga gincu.
Gara-garanya ia mengalami kejadian mistis, obsesi itu tertunda. Menurut kuwu, sepulang survai ke lokasi curug badannya mendadak sakit. Diagnosis dokter dirinya mengalami sakit tipes. Namun di rumah belum juga kunjung membaik. Sampai akhirnya para sesepuh menyarankan agar rencana kuwu menyulap curug jadi tempat wisata diurungkan. "Jangan cari masalah di curug Pak Kuwu," ujar Agus menirukan nasehat para sesepuh.
Kuwu Agus melanjutkan, ada cerita mistis lain yang menimpa pendatang. Lokasi curug yang berpotensi galian pasir, ada aktifitas penambangan. Namun alat-alat beratnya mendadak hilang, disembunyikan. Bahkan salah satu penambangnya beberapa hari kemudian meninggal dunia. Kesambet.
Ketua RT 01 Kasmad sebagai warga asli di sekitar lokasi menuturkan, bahwa lokasi curug dikenal ada penunggunya. Warga mengenalnya siluman sejenis ular besar. Konon siluman ini memiliki jelmaan lain berupa hewan-hewan melata di sekitar lokasi. Maka warga sekitar tak berani mengusir apalagi membunuhnya, karena akan berdampak fatal. Mulai dari sakit, bencana longsor hingga kematian. Kondisi ini membuat warga tak berani melakukan aktifitas fisik di sekitar curug.
Tim yang asik menyimak obrolan kuwu dan ketua RT itu hanya puas dengan membayangkan. Membayangkan penampakan dari keadaan curug di lokasi hingga wujud dari siluman ular tersebut. Hingga waktu pulang tiba, rombongan tidak sempat meninjau ke lokasi langsung. Jaraknya yang cukup jauh, aksesnya sulit. Apalagi Pak Kuwu kelihatannya enggan untuk mengantar ke lokasi. Takut kesambet lagi ya pak.... Hehehe (*)