Catatan:
DENY ROCHMAN
Masjid dalam sebutan lain rumah Allah kini nasibnya sudah berubah. Jangankan untuk aktifitas berbagai kegiatan keagamaan. Untuk ritual ibadah sholat saja fungsinya sudah menurun. Termasuk kegiatan belajar mengaji. Semakin jarang ditemui anak-anak mengaji di masjid atau mushola. Pengelolaan sebagian masjid terkesan ala kadarnya. Asal oyeg.
Dalam lokakarya ilmiah mahasiswa KKN Gemar Mengaji kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon terungkap sejumlah temuan. Temuan masalah yang bikin dahi berkerut dan menangkat bahu. Fenomena ini rasanya hampir terjadi di masjid-masjid di tempat lain. Dan ini tentu menjadi tantangan serius bagi mahasiswa Islam dan bagi aktifis dakwah.
Permasalahan yang berhasil terekam mahasiswa kampus perjuangan ini antara lain : (1) ketiadaan kegiatan mengaji selepas maghrib seperti aktifitas anak-anak jaman dulu; (2) Kevakuman aktifitas pengurus remaja masjid; (3) Kesulitan dana dalam mengelola dan merawat sarana dan kegiatan masjid; (4) Adanya krisis pengkaderan pengurus DKM pergantian generasi; (5) ketiadaan guru mengaji di masjid-masjid.
Selain itu (6) muncul fenomena belajar mengaji di rumah-rumah ustadz/kiai dan madrasah diniyah atau TPA; (7) Sarana masjid kurang terjaga kebersihannya, khususnya bagian kamar mandi dan toilet. Bahkan ada masjid tak memiliki MCK; (8) masih rendahnya pemahaman anak-anak usia SD terhadap ibadah dasar tentang tata cara wudlu dan sholat.
Berbagai temuan tersebut memang tak begitu mengejutkan. Tetapi memang ironis jika dibiarkan tanpa ada solusi. Fenomena ini terjadi seiring perkembangan dan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang begitu cepat dan deras. Telah lahir generasi baru mengisi peradaban manusia. Generasi rebahan, generasi yang mulai pudar ikatan sosial dan solidaritas organik.
Dulu, masa siaran tivi hny satu TVRI, waktu anak-anak dihabiskan untuk bermain. Bermain ke sawah, sungai, kebun, tanah lapang. Di desa yang belum masuk listrik, waktu sore tiba anak-anak pada ngumpul di mushola dan masjid-masjid. Kini, ketika listrik masuk desa, siaran televisi beragam program menarik, perkembangan internet dan media informasi komunikasi menggila, perubahan sosial terjadi besar-besaran. Efeknya terhadap kehidupan keberagamaan.
Nah ini tentu menjadi tantangan bagi mahasiswa Islam yang lagi KKN. Bagaimana dengan kondisi sosial sasaran dakwah kekinian, mereka bisa mencari formulasi pendekatan, strategi dan metode dakwah. Dengan kondisi yang ada, hal mustahil pendekatan dakwah harus sama dengan pola dakwah tempo dulu.
Misalnya pengelolaan masjid yang masih kovensional. Keterbatasan dana dalam merawat sarana dan membiayai kegiatan. Jika hanya mengandalkan dana kontak infak pasti terbatas. Bayangkan, ada masjid kotak infaknya hanya dapat 300 ribu. Sementara perlu bayar listrik, air ledeng, honor khotib dll. Keterbatasan sumber dana membuat banyak orang setengah hati mengelola masjid. Bahkan sampai terpaksa meninggalkan masjid untuk mencari penghidupan diluar sana demi eksistensi diri dan keluarganya.
Di sinilah perlu program pelatihan manajemen masjid secara modern dan profesional. Mulai susunan pengurus, menyusun program kerja hingga mencari sumber dana kreatif dan inovatif. Dalam prosesnya bisa mengadakan pelatihan-pelatihan lain, seperti pengelolaan ZIS, pembukaan sekolah madrasah, pengurusan jenazah dan lainnya. Satu hal yang mulai jarang ditemui pada masjid-masjid konvensional.
Pemanfaatan media teknologi harus menjadi perhatian khusus dalam kegiatan keagamaan. Ketika setiap orang lintas genetasi semuanya begitu dekat dengan gadget atau android. Gagdet telah merubah pola pikir dan pola hidup masyarakat. (*)
*) Lurah Kesepuhan