Oleh : Deny Rochman
Kita tentu masih ingat dengan film kontroversi 2012. Perdebatan mencuat karena film itu memprediksikan kapan dan bagaimana kiamat terjadi. Menurut saya, kiamat bisa diprediksi kendati tidak bisa ditetapkan kapan waktunya. Namun bagaimana fenomena jagat raya ini hancur, kita sudah bisa membayangkan karena Al Quran dan Hadist banyak memberikan cerita tentang kiamat.
Saya termasuk orang yang tidak teralalu khawatir dengan penayangan film 2012, termasuk bagi siswa siswi saya di sekolah. Alasannya, pertama karena efek visual film tersebut sebenarnya sudah sering tayang pada film-film Box Office di layar lebar, yang biasa ditonton oleh masyarakat luas. Yang membedakan adalah judul, jalan cerita dan para pemerannya. Alasan kedua, kekuatan film Barat rasanya sulit dibendung di era globalisasi ini. Kendati dilarang, masyarakat bisa mengakses melalui media alternatif seperti internet atau CD bajakan. Menyikapi itu yang penting bagaimana kita bisa melakukan penyeimbangan propaganda dari misi film tersebut.
Nah kembali kepada prediksi kiamat, saya kadang melontarkan permasalahan ini di depan kelas. Karena punya relevansi tema dengan bab atmosfer IPS geografi. Saya berpendapat, bahwa kiamat sangat bisa diprediksi. Karena kiamat bukan fenomena yang “ujug-ujug” terjadi. Dengan ucapan simsalabim atau kun fayakun maka bumi ini hancur lebur. Tetapi kiamat perlu proses waktu pengrusakan alam semesta.
Saya mencontohkan peristiwa jatuhnya meteor di kawasan rumah penduduk di Jakarta, bisa jadi akan ada peristiwa yang sama pada waktu dan tempat berbeda. Peristiwa itu terjadi dalam analisis saya ada kaitannya dengan menurunnya kemampuan daya tahan atmosfer yang memproteksi bumi kita dari benda-benda luar angkasa. Sama halnya lapisan ozon kita yang kian berlubang besar sehingga sengatan matahari ke bumi makin panas. Adanya fenomena rumah kaca yang memicu pemanasan global. Mulai ditemukan ikan di perairan kutub utara, yang sebelumnya sangat dingin.
Pengrusakan lapisan atmosfer tujuh lapis tersebut, perlahan tapi pasti akan mengurangi daya tahap protectif terhadap bumi. Jika demikian terjadi maka semakin mudah benda-benda dan sampah langit, termasuk meteor yang singgah ke bumi kita, seperti efek visual yang digambarkan film 2012. Jika ini sering terjadi maka bumi kita sudah dipastikan akan hancur alias kiamat. (*)
*) penulis adalah guru IPS SMP Negeri 4 Kota Cirebon
Mei 26, 2010
Mei 25, 2010
KEPRIBADIAN GURU BERMASALAH
Oleh: Deny Rochman*)
Menjadi guru sejati itu sulitnya minta ampun. Tidak cukup dengan nilai IPK besar, bergelar sarjana pendidikan (S.Pd) atau dia bisa mengajar. Saya pernah tersinggung dengan ucapan seorang kepala sekolah swasta yang menyepelekan kemampuan saya mengajar persis setelah saya lulus kuliah. Menurut kepsek tersebut, nilai IPK sarjana besar tidak menjamin seorang sarjana bisa mengajar, apalagi backgroundnya bukan sarjana pendidikan.
Ucapan kepsek tersebut tentu saja menjadi tanda tanya bagi saya: apa benar saya ga bisa ngajar? Padahal selama kuliah saya sering naik turun mimbar dan forum. Tentu saja bukan sebagai seksi perlengkapan kepanitiaan, tetapi sebagai orang yang ngomong di depan forum. Apakah kapasitas saya sebagai moderator, instruktur atau pun nara sumber.
Namun setelah saya jalani menjadi guru swasta ternyata ada benarnya omongan kepsek tersebut: nilai IPK besar tidak menjamin bisa mengajar. Disinilah saya menyadari, menjadi guru lebih sulit daripada menjadi profesi lain. Karena obyek guru adalah siswa didik, manusia yang memiliki akal budi. Kerja guru, sama beratnya seperti menjadi orangtua di rumah. Guru itu digugu dan ditiru. Kata kuncinya: keteladanan. Banyak guru yang pinter, namun tidak bisa menjadi teladan, ia dianggap gagal membentuk siswa yang cerdas bermoral dan berkarakter.
Seorang mantan guru teladan nasional pertama Bapak Karnadi S.Pd M.Hum pernah mengatakan, banyak guru hanya mengajarkan materi mata pelajaran, tetapi sedikit sekali guru yang mengajarkan nilai-nilai mata pelajaran. Dua hal itu tentu saja sangat berbeda substansinya. Guru mengajarkan materi berarti dia hanya menstansfer ilmu kepada siswa (transfer of knowladge). Ukuran keberhasilan guru model ini adalah jika siswa mampu mengerjakan soal-soal ulangan, maka guru ini dianggap berhasil.
Guru kedua yang mengajarkan nilai-nilai mata pelajaran. Ukuran keberhasilan guru jenis ini ketika siswa memiliki sikap, sifat yang baik, bermoral, memiliki motivasi, inovatif, kreatif dll. Sisi kecerdasan emosional dan spiritual yang dikembangkan oleh guru seperti ini.
Mana yang penting? Dua-duanya saya kira sama pentingnya. Jika kita hanya mengajarkan materi tanpa nilai, maka siswa akan menjadi seperti robot, yang hanya bekerja berdasarkan perintah. Pada sisi negatifnya, banyak orang pinter (otak) tetapi tetap “jahat” . Tetapi jika guru hanya mengajarkan nilai kebaikan saat mengajar, bisa jadi anak didiknya tidak bisa menerapkan ilmunya dengan baik untuk kemaslahatan masyarakat.
Disinilah pentingnya aspek kepribadian bagi seorang guru. Sebuah aspek penting yang masih diabaikan oleh Pemerintah dalam program sertifikasi guru. Guru profesional baru dinilai sebatas administratif; dilihat tebalnya portofolio, banyaknya sertifikat, hasil PTK dan lainnya. Maka wajar, banyak guru yang sudah meraih gelar sertifikasi guru profesional, tetap saja kualitas mengajarnya kurang menggembirakan. (*)
*) penulis adalah calon Magister Psikologi Pendidikan
MAHASISWA DIBEKALI PENULISAN TESIS
Sadar kesulitan pembuatan Tesis menjadi kendala studi akhir, mahasiswa semester tiga pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon mengikuti kegiatan penulisan tesis. Acara yang dikemas dalam sebuah pelatihan dua hari (Selasa-Rabu, 11-12 Mei 2010) itu berlangsung di sebuah hotel di kawasan wisata Guci Tegal Jawa Tengah. Sebagai peserta adalah mahasiswa jurusan Psikologi Pendidikan, Manajemen Pendidikan, PAI, Perdata dan Syariah. Sebagai pembicara diambil dari dalam dan luar kampus IAIN. (*)