Catatan:
Deny Rochman
Apakah Anda seorang guru? Ini adalah pertanyaan serius. Pertanyaan dari hati nurani terdalam. Pertanyaan untuk semua guru, apalagi bagi guru-guru pengguna dana negara, lebih-lebih yang sudah bersertifikasi. Tapi menjawabnya tak perlu menyiapkan retorika dalam forum-forum ilmiah. Atau harus kuliah lagi hingga magister apalagi menjadi doktor. Membuka lembaran undang-undang dan teori. Tetapi cukup direnungkan dan dipikirkan, bertanya dalam hati kita: apakah aku adalah seorang guru (bener-bener guru).
Guru merupakan "kasta" tertinggi dalam dunia pekerjaan. Ia profesi tertua dalam peradaban manusia. Guru ada, sejak manusia ada di muka bumi. Sejak proses belajar mengajar terjadi antara Tuhan YME, malaikat dan Nabi Adam sebagai manusia pertama diciptakan. Menjadi guru adalah pekerjaan mulia. Ia adalah panggilan jiwa, panggilan hati nurani. Kepuasan hidupnya tak bisa diukur dengan materi. Tak sedikit guru bergaji kecil, namun tetap bertahan dijalaninya.
Menjadi guru (sejati) memang tak hanya dibuktikan dengan gelar akademik. Atau sudah mengantongi sertifikat guru profesional (sertifikasi). Sudah lama mengajar, punya pundi-pundi kekayaan. Guru yang punya kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan kompetensi profesional atau lainnya sesuai dengan peraturan dan undang-undang, serta teori di dunia pendidikan.
Guru adalah profesi yang terlihat ringan jika disawang (dilihat), tapi sangat berat jika dilakoni (dilakukan). Menjadi guru perlu banyak ilmu dan kaya hati. Harus punya cadangan kesabaran dan pengorbanan berlapis. Karena mendidik dan mengajar manusia-manusia sungguh pekerjaan sangat berat. Orang tua yang mendidik sedikit anaknya saja kadang berkeluh kesah. Wajar saja, agama memberikan jaminan surga kepada guru-guru sejati.
Seorang guru harus memiliki jiwa dan ruh mendidik, mengajar. Punya seni, strategi, metode dan teknik dalam membentuk jiwa dan pikiran anak didik. Maka guru bisa disebut seorang seniman, kreator, aktor. Punya semangat untuk mengubah dan mewarnai kehidupan anak didik. Guru adalah manusia lintas jaman. Kemampuannya dituntut bisa akan masa lalu, masa kini dan masa depan. Maka ia tak pernah lelah untuk belajar, berinovasi, berkreasi dalam menyiapkan generasi manusia masa depan yang lebih baik lagi.
Karena guru adalah pemimpin bagi diri sendiri, maka ia pun dituntut tampil sempurna di setiap waktu. Bagai manusia setengah dewa. Seakan tak boleh ada celah kesalahan. Tak ada kata guru tak bisa atau tidak tahu. Guru adalah manusia pilihan, sehingga orang-orang terpilihlah yang bisa menjalankan tugas dan fungsi guru. Demi kesempurnaan profesionalisme, ia hadir sebagai guru pejuang, guru inspiratif. Untuk memudahkan itu, maka guru tak boleh berhenti belajar, menuntut ilmu, berbagi dan berkolaborasi (sinergi). Agar perubahan progresif itu bisa terwujud.
Sebagai penjaga nilai dan norma kehidupan, guru-guru untuk tetap bergerak bersama dalam mendidik dan mengajar siswa. Seperti perintah Allah Swt dalam kitab suci Al Qur'an surat Ali Imron 104. Dalam gerak berjamaah ini memudahkan guru-guru untuk saling belajar, dan saling menguatkan. Berkolaborasi dan berbagi. Berkumpul bersama guru-guru yang satu hati, satu pikiran dalam menata dan memajukan dunia pendidikan. Tanpa itu rasanya tekanan tugas berat bisa membuat guru oleng.
Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) adalah pengejewantahan perintah Tuhan untuk gerak bersama menuju pendidikan lebih baik lagi. Bagi guru-guru lintas jaman, tentu paradigma yang ditawarkan GSM bukan barang baru. Tapi visi misi GSM adalah konsep yang terbarukan. Diadopsi, diadaptasi dan diimplementasikan pada sekolah-sekolah masa kini. Sekolah yang hidup dalam tantangan era globalisasi yang kompleks.
Bagai misi "kerosulan", GSM hadir ingin kembali meluruskan niat dan tujuan pendidikan. Sama halnya nabi-nabi dan rosul, dari jaman ke jaman terus diutus untuk meluruskan niat dan jalan hidup manusia. Demikian juga ada pergeseran mindset dalam ekosistem sekolah, pendidikan, yang sudah tergerus dan mulai oleng dampak efek jaman yang kian pragmatis, hedonis, materialistis.
GSM hendak meluruskan kembali paradigma pendidikan pada guru-guru sebagai ujung tombak perubahan di kelas-kelas. Perubahan yang diselaraskan dengan tuntutan jaman kekinian tanpa menanggalkan ruh pendidikan dan pengajaran. GSM menawarkan konsistensi paradigma pendidikan holistik melalui gerakan kultural akar rumput. Bukan gerakan struktural (kekuasaan) berbasis project kurikulum nasional yang cenderung lahir dan kadang layu sebelum berkembang.
Daya tahan gerakan kultural terletak pada militansi hati dan pikiran pegiatnya. Guru memimpin diri sendiri, maka secara individual harus independen menempa peningkatan profesionalitas diri. Maka perlu kolaborasi, sinergi dan berbagi dalam mewujudkan perubahan ekosistem sekolah untuk menuju pendidikan yang merdeka, memanusiakan manusia. Yuk tetap berkolaborasi, berbagi demi perubahan pendidikan negeri ini yang lebih baik lagi. Tetap stay bersama guru-guru inovatif, kreatif dan inspiratif. (*)
*) Penikmat GSM Kota Cirebon