Oleh:
DENY ROCHMAN
Pegiat GSM Kota Cirebon
Tantangan guru-guru tak pernah surut dalam mencerdaskan anak bangsa. Berganti jaman tidak membuat masalah pendidikan menyusut. Kecenderungan yang ada problematika belajar mengajar malah kian kompleks. Tidak hanya problem siswa, tetapi juga kendala yang dialami dan dihadapi para pendidik. Selain kebijakan pendidikan kadang ikut serta membuat mereka tidak bisa hadir sebagai guru ideal. Perkembangan tekonologi informasi menjadi tantangan khusus dalam menggapai asa Indonesia Emas pada 2045.
Problematika pendidikan tersebut menjadi tantangan serius bagi guru kunang-kunang. Baik problem internal maupun eksternal. Ketika guru belum selesai dengan masalahnya, bagaimana mungkin ia akan mampu mengajar dan mendidik anak-anak dengan tumaninah. Masalah kesejahteraan mulai membaik walau belum ideal. Masalah kompetensi yang belum optimal dan merata. Penguasaan teknologi yang kurang mendukung. Sementara pelan tapi pasti mulai banyak "guru-guru" baru hadir sebagai agen sosialisasi anak.
Kondisi riil sekarang harus dihadapi guru kunang-kunang. Sebuah istilah yang muncul dalam Festival dan Simposium Sekolah Menyenangkan di Yogyakarta, 2-4 Februari 2023. Co-Founder GSM Novi Poespita Chandra, P.hD di depan ratusan guru-guru di Indonesia membeberkan kegelisahannya terhadap dunia pendidikan nasional. Menurutnya ada yang hilang dalam pendidikan di Indonesia. Pendidikan yang digambarkan Ki Hajar Dewantara sebagai taman, tidak berbanding lurus dengan kenyataan.
Kegelisahan doktor psikokogi jebolan Melbourne Australia ini berawal dari keprihatinan pendidikan anak-anaknya di kotanya. Berbanding terbalik fakta sosial terjadi pada pendidikan di negara kanguru. Bersama suaminya M. Nur Rizal, PhD, yang juga founder GSM, kegelisahan saat berkunjung ke sekolah-sekolah urban di kotanya mendorong keduanya mendirikan organisasi Gerakan Sekolah Menyenangkan. Mereka ingin mengembalikan sesuatu yang hilang yang harusnya ada pada dunia pendidikan. Sebuah taman yang cita-citakan Ki Hajar Dewantara.
*CINTA YANG HILANG
Filosifi pendidikan bagi Ki Hajar adalah sebuah taman bagi penghuninya. Menurut Novi, di sana ada cerita kebahagiaan, kegembiraan, dan keberagaman. Namun sekolah-sekolah yang ia kunjungi ada realitas berbeda. Ada pesan hati yang terpancar dari anak-anak. Ada rasa ketakutan, sedih, tak bergairah, merasa sendirian. Tak punya semangat untuk belajar. Keadaan ini kemudian menjadi latar drama yang diangkat dalam festival GSM di Taman Budaya Yogyakarta akhir pekan kemarin. Membius para penonton, guru-guru hebat dari berbagai daerah di Indonesia.
Sayangnya, tim rombongan kedua dari Kota Cirebon gagal bergabung acara keren itu. Karena ada sesuatu hal yang menghentikan niat kawan-kawan GSM kota ini untuk men-charge diri spirit perubahan pendidikan bersama guru-guru lain. Beruntung, tim pertama GSM kota wali bisa perpadu rindu bersama melepas energi positif di kota pendidikan tersebut. Sedikit guru tersebut, oleh Co-Founder GSM disebut kunang-kunang.
Anak-anak didik yang ditemui di sekolah-sekolah mereka merindukan guru-gurunya. Guru-guru inspiratif, motivator, menebar cinta, kasih sayang dan jiwa. Disitulah baru nenyadari bahwa yang hilang pada dunia pendidikan saat ini adalah cinta, kasih sayang dan kemanusiaan. Sebuah rasa yang mampu mengubah mindset, menata karakter anak, mengenjot nyali untuk menjadi manusia cerdas berkemajuan dan berperadaban global.
Tentu banyak pekerjaan rumah di dunia pendidikan negeri ini. Selain jumlah dan kompetensi guru masih terbatas, sarana dan prasaran sekolah belum ideal. Keterbatasan anggaran seringkali menjadi hambatan. Novi berpendapat, guru tak lagi mampu menarasikan cinta dalam menjalankan misi mulianya. Karena mereka sudah terjebak pada rutinitas administrasi, akreditasi, standarisasi sehingga melupakan hati (dalam mendidik anak).
Di tengah PR dunia pendidikan, kekuatan cinta, kasih sayang dan jiwa guru bisa melakukan out of the box. Melampaui kendala-kendala yang ada. Kekuatan hati itulah telah melahirkan generasi emas manusia-manusia pilihan pendiri bangsa ini. Kendati mereka hidup dalam tekanan penjajah, toh mereka belajar dari guru-guru kaya hati. Belajar dari kehidupan. Bukankah anak pintar karena diajar oleh guru pintar (pedagogik). Anak yang baik karena diajar guru yang baik (kepribadian sosial).
**GURU KUNANG-KUNANG
Guru-guru yang kaya hati, penuh jiwa cinta dan kasih adalah guru-guru kunang-kunang. Kehadirannya sangat diharap dan dinantikan para siswa. Bak kunang-kunang, guru ini datang dengan pelita yang mampu menerangi mereka ketika merasa dalam kegelapan. Sayangnya guru jenis ini yang mampu memberikan cahaya dan keindahan mulai jarang ditemukan. Karena jumlah mereka sangat terbatas.
Khawatirnya kehadiran guru kunang-kunang ini semakin lama semakin pudar, bahkan bisa hilang dan punah. Maka, kehadiran komunitas GSM sebagai ikhtiar gerakan akar rumput mengembalikan cinta, jiwa dan kreatifitas. Ajang festival dan simposium GSM di Yogyakarta bagian dari perjalanan bersama menemukan Meraki untuk guru-guru Indonesia. Meraki dalam bahasa Yunani adalah melakukan sesuatu dengan jiwa, kreatifitas dan cinta. Apa yang kita lakukan dengan sepenuh jiwa dilandasi karena cinta dan kreatifitas.
Berawal tahun 2016 gerakan ini mulai menulari sekolah-sekolah di Kab. Sleman DIY. Sejak itu mulai lahir kunang-kunang dengan pelita terbatas. Bisa menerangi walau belum membawa perubahan masif. Kini pelita kunang-kunang itu perlahan tapi pasti mulai menyebar ke beberapa daerah, satu diantaranya Kota Cirebon. Bahkan cahaya kunang-kunang itu sudah singgah di Kab. Supiori Propinsi Papua.
Novi bersyukur GSM semakin meluas. Kunang-kunang itu terus bertambah banyak. Bertambah menghampiri semut-semut (siswa) yang ketakutan mengalami kegelapan. Kendati guru kunang-kunang itu harus tertatih-tatih mencoba menyalakan pelitanya. Untuk membuat keindahan di tengah kegelapan. Tak ada menerangi anak-anak, tapi juga guru-guru lain yang masih mengalami kegelapan. Terbelenggu oleh zona aman dan nyaman.
Guru-guru tetaplah hadir menyalakan cahaya walaupun kecil. Tetapkan nerkhidmat dalam komunitas GSM. Agar energi pelitanya tetap terjaga. Agar menyalakan perubahan kian besar karena kunang-kunang itu menghimpun diri. Menghimpun diri agar gerakannya tetap teteg fokus pada perubahan progresif. Gerakannya tidak bisa dikebiri oleh kepentingan lain yang jauh dari tujuan pendidikan.
Sebagai gerakan mencerahkan, GSM harus mampu meramu program kegiatan yang menumbuhkan dan merawat cinta, kasih, jiwa dan kreatifitas guru-guru. Harus bisa memilih menu bergizi bagi asupan konsumsi guru-guru kunang-kunang. Agar menyemai meraki secara bersama-sama. Agar pelitanya tetap terjaga, bahkan bisa lebih terang untuk menyelamatkan generasi masa depan dari kegelapan peradaban. Guru bersatu selamatkan pendidikan. Semoga. (*)
Kantor Kelurahan Kesepuhan
6 Februari 2023 l 14:55
#gerakansekolahmenyenangkan