Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Cirebon mengelar pengajian umum di aula Universitas Muhammadiyah Cirebon (UMC), Senin (30/11). Sebagai pembicara adalal DR. KH Ayat Dimyati, M.Ag, wakil ketua Majelis Tarjih Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat.
Acara tersebut merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka memperingati Milad Muhammadiyah ke-100, sekaligus menjelang Muktamar Muhammadiyah di Yogyakarta Juli mendatang. Selain pengajian, Muhammadiyah Kabupaten Cirebon juga menggelar kegiatan lainnya.
Ayat Dimyati mengatakan, milad dijadikan ajang syukur bi nikmah dan tafakur, evaluasi tentang kekurangan dan kelebihan perjuangan Muhammadiyah pada fase sebelumnya. “Dalam momentum milad ini akan kita sempurnakan sesuatu yang belum selesai dan akan dipertahankan jika itu baik. Misalnya jika sebelumnya kala kita mau bangun amal usaha harus pinjam utang ke bank, diharapkan tahun mendatang tidak lagi,” tutur Ayat di depan peserta pengajian.
Dosen UIN Gunung Jati Bandung ini menambahkan, konsep dasar milad menjelang muktamar satu abad tersebut adalah membangun kemandirian Muhammadiyah. “Bagaimana ke depan kita menjadi manusia yang unggul, organisasi yang unggul, menjadi khoiru ummah. Jadi momentum milad guna melakukan penguatan gerakan dakwah Muhammadiyah pada jilid dua nanti,” ungkapnya. (*)
Desember 01, 2009
November 26, 2009
MASJID AL-MAKMUR SEMBELIH 14 EKOR
Seperti biasanya, Masjid Al Makmur Pronggol Kota Cirebon melaksanakan pemotongan hewan kurban. Untuk tahun 2009 ini, hewan yang dipotong sebanyak 14 ekor kambing. Prosesi pemotongan dilakukan di depan halaman masjid setempat disaksikan puluhan masyarakat sekitar.
Hewan kurban tersebut merupakan titipan dari donatur yang setiap tahunnya memberi kepada pengurus masjid. Untuk tahun ini jumlahnya bertambah, padahal tahun sebelumnya hanya 12 ekor. Daging kurban tersebut dibagikan kepada fakir miskin di sekitar kampung kemakmuran. (*)
Hewan kurban tersebut merupakan titipan dari donatur yang setiap tahunnya memberi kepada pengurus masjid. Untuk tahun ini jumlahnya bertambah, padahal tahun sebelumnya hanya 12 ekor. Daging kurban tersebut dibagikan kepada fakir miskin di sekitar kampung kemakmuran. (*)
BUDI PEKERTI GANTIKAN TRAPSILA
Pihak Dinas Pendidikan Kota Cirebon berencana akan menggantikan Pendidikan Trapsila yang menui protes dari ulama setempat. Sebagai penggantinya adalah Pendidikan Budi Pekerti. Bedanya, kurikulum tersebut disusun oleh dari Dinas Pendidikan Jawa Barat.
Untuk persiapan penerapan pendidikan Budi Pekerti tersebut, pihak Dinas Pendidakan akan melakukan berbagai kegiatan awal. Kegiatan tersebut seperti lokakarya tim pengembang, bedah buku, pelatihan guru Budi Pekerti dan sosialisasi kepada kepala sekolah dan pengawas. Sesuai jadwal rangkaian kegiatan tersebut akan dilaksanakan pada Desember 2009 ini. (*)
Untuk persiapan penerapan pendidikan Budi Pekerti tersebut, pihak Dinas Pendidakan akan melakukan berbagai kegiatan awal. Kegiatan tersebut seperti lokakarya tim pengembang, bedah buku, pelatihan guru Budi Pekerti dan sosialisasi kepada kepala sekolah dan pengawas. Sesuai jadwal rangkaian kegiatan tersebut akan dilaksanakan pada Desember 2009 ini. (*)
Oktober 20, 2009
SISWA TAPAK SUCI JALANI UJIAN TINGKAT
Sebanyak 61 siswa Tapak Suci Putera Muhammadiyah Kota/Kabupaten Cirebon menjalani ujian kenaikan tingkat siswa, Sabtu-Minggu 17-18 Oktober 2009. Kegiatan itu dipusatkan di komplek SMP Muhammadiyah 2 Kedawung Cirebon.
Siswa ujian tersebut dari cabang latihan seperti SMK dan SMA Muhammadiyah Lemahabang, SMP Muhammadiyah 2 Kedawung. Dari jumlah tersebut hanya dua orang puteri dari SMPM 2 sedangkan sisanya laki-laki, khususnya dari SMK Muhammadiyah Lemahabang.
Sejak sore para peserta ujian sudah mengikuti materi ujian, seperti kultum sholat maghrib, sholat Isya berjamaah, dilanjutkan materi ketapaksucian oleh Pa Deny Rochman, S.Sos, kader madya. Disusul kemudian materi al Islam dan Kemuhammadiyahan oleh Pa Ehon.
Memasuki tengah malam peserta mengikuti ujian tertulis, dilanjutkan materi bina mental. Pada materi jerit malam itu peserta diuji oleh kader-kader muda Tapak Suci hingga waktu shubuh tiba. Menjelang pukul 06.00 siswa lari bersama mengeliliki kota Cirebon. Menjelang siang materi puncak ujian jurus dasar yang dibagi dalam beberapa kelompok sesuai tingkatannya. (*)
Siswa ujian tersebut dari cabang latihan seperti SMK dan SMA Muhammadiyah Lemahabang, SMP Muhammadiyah 2 Kedawung. Dari jumlah tersebut hanya dua orang puteri dari SMPM 2 sedangkan sisanya laki-laki, khususnya dari SMK Muhammadiyah Lemahabang.
Sejak sore para peserta ujian sudah mengikuti materi ujian, seperti kultum sholat maghrib, sholat Isya berjamaah, dilanjutkan materi ketapaksucian oleh Pa Deny Rochman, S.Sos, kader madya. Disusul kemudian materi al Islam dan Kemuhammadiyahan oleh Pa Ehon.
Memasuki tengah malam peserta mengikuti ujian tertulis, dilanjutkan materi bina mental. Pada materi jerit malam itu peserta diuji oleh kader-kader muda Tapak Suci hingga waktu shubuh tiba. Menjelang pukul 06.00 siswa lari bersama mengeliliki kota Cirebon. Menjelang siang materi puncak ujian jurus dasar yang dibagi dalam beberapa kelompok sesuai tingkatannya. (*)
Oktober 09, 2009
ANTARA TUHAN, MANUSIA DAN AKAL*)
Pemahaman akal manusia terhadap eksistensi Tuhan dan kebenaran agama masih dalam perdebatan sengit. Namun toh, pendekatan akal dalam dunia Islam terus berkembang seiring perkembangan filsafat Islam. Pendekatan ini di dunia Barat disebut hermenetik, sementara di dunia Islam dikenal istilah ilmu kalam, mantiq, logika atau ilmu tafsir. Beragam istilah pendekatan itu memiliki kesamaan yakni menggunakan akal dalam menemukan kebenaran.
Akal adalah alat berfikir yang bersemanyam di dalam otak sehingga manusia mengerti dan memahami. Namun dalam perkembangannya manusia berakal dipahami sebagai manusia yang cerdas, yang mampu memecahkan masalah dalam hidupnya (baca dalam Jamali Sahrodi, 2009: 182-183). Kehebatan sistem otak manusia yang berbeda dengan makhluk lainnya membuat manusia menjadi makhluk yang paling hebat sehingga bisa bertahan hidup dari masa ke masa.
Manusia diberikan anugerah akal oleh Tuhan sebagai senjata pamungkas dalam menjalani kehidupannya di bumi. Kelangsungan hidup Adam dan Hawa, misalnya, dari awal peradaban sampai beranak pinak hingga sekarang merupakan bukti atas kekuatan nalar yang diciptakan oleh Allah Swt. Melalui nalar tersebut manusia telah memperoleh pengetahuan. Karena memang manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh. Melalui pengetahuan manusia bisa berkembang karena memiliki bahasa, mengembangkan pengetahuannya dengan cepat dan mantap, kemampuan berfikir menurut suatu alur kerangka berfikir tertentu.
Kendati tidak semua pengetahuan diperoleh dari proses penalaran, yaitu hasil proses berfikir logika ilmiah dan analitik. Ada pengetahuan yang diperoleh dari hasil penalaran, ada juga dari intuisi (perasaan) dan pengetahuan diperoleh bukan hasil dari usaha manusia yaitu wahyu. Tetapi para filosof sekuler memahami bahwa berfikir dalam pengertian penalaran logika merupakan bentuk suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Itulah kemudian dalil ini menjadi landasan menemukan kebenaran dalam agama menggunakan pendekatan nalar, seperti yang dilakukan mereka dalam memahami ajaran Kristen pada abad pertengahan.
AKAL DAN PROBLEM SPIRITUAL
Sumber pengetahuan paling tidak ada tiga yaitu nalar (akal), pengalaman, intuisi (perasaan) dan wahyu. Namun pengetahuan yang digunakan dalam penalaran bersumber pada rasio dan fakta. Sementara pengalaman, intuisi apalagi wahyu bukan termasuk wilayah ilmiah. Sehingga agar pengetahuan mempunyai dasar kebenaran maka proses berfikir harus dilakukan dengan cara tertentu. Dimana suatu penarikan kesimpulan itu disebut logika.
Mengedepankan kemampuan nalar kita akan terjebak dalam dunia materialistik, bahkan tidak sedikit kekuatan nalar telah menyeret manusia mengingkari Tuhannya. Charles Darwin, misalnya, ilmuwan Biologi abad XIX yang dikenal teori evolusinya ini semula orang yang percaya adanya keberadaan Tuhan. Namun ketika dia semakin matang sebagai ilmuwannya, secara perlahan telah kehilangan kepercayaan kepada Tuhan.
Problem spiritual tersebut banyak dialami oleh para ilmuwan yang sudah mengagungkan akal sebagai sumber kebenaran ilmiah, seperti Pierre de Lapace, astronom Prancis, Sigmund Freud (ahli psikologi), Emile Durkheim sosiolog dan banyak lagi. Kebebasan akal mengawali puncaknya ketika abad pertengahan masa pencerahan (renaisans) di belahan bumi Eropa. Tuhan telah mati, demikian ucapan untuk menggambarkan runtuhnya dogma gereja, yang selama ini menjadi sumber kebenaran tunggal di dalam masyarakat.
Metode logika dalam mencari sumber kebenaran pengetahuan sudah merambah pada ranah transendental. Akibatnya semuanya ditimbang antara logis dan tidak logis, rasional dan tidak rasional. Logiskah peristiwa Isra Mir’aj Nabi Muhammad Saw dalam konteks teknologi sekarang? Berbagai pertanyaan dan pernyataan itu menjadi paradigma tidak saja dalam memahami ilmu tetapi juga agama. Fenomena tersebut mulai merambah ke dalam pemikiran intelektual muslim Indonesia.
Padahal menurut para ilmuwan muslim, manusia memiliki tiga macam sumber atau alat untuk menangkap keseluruhan realitas yaitu panca indra, akal dan intuisi (termasuk wahyu). Akal dalam bentuk proses penalaran memang digunakan, tetapi hanya untuk memilih, memutuskan dan melakukan penalaran, bukan sebagai sumber lain untuk menangkap realitas (Mulyadhi Kartanegara, 2007:7). Menurut Herber A. Simon, nalar itu ibarat senjata sewaan, yang bisa kita gunakan untuk mencapai tujuan apa saja, baik atau buruk. Nalar lebih merupakan fasilitator daripada inisiator, kita memakai nalar untuk mendapatkan yang kita mau, bukan untuk menentukan yang kita mau.
Nabi Adam As, misalnya, pengetahuan yang diperolehnya tidak melulu hasil penalaran yang dilakukannya. Namun juga atas bimbingan ilahiyah melalui malaikat Jibril. Ketika “dibuang” ke bumi, Adam belum memiliki pengetahuan dalam bertahan dan menjaga kelangsungan hidupnya. Bagaimana ketika dia dan Hawa mulai merasa lapar, bagaimana ketika anak-anaknya di nikahkan, ketika Qobil melihat Habil terbunuh olehnya. Jika mengedepankan akal, maka seperti sikap Qabil yang menolak menikah dengan adik Habil karena justeru adiknya sendiri memiliki kelebihan fisik daripada adik Habil.
KEDUDUKAN AKAL DALAM ISLAM
Allah telah memuliakan anak adam dengan akal dan menjadikan akal sebagai syarat utama pembebanan syariat kepada manusia. Dalam ilmu mantiq dapat juga dikatakan manusia adalah hewan yang berakal (al insanu hayawanun natiq). Dalam al quran surat Ali Imran ayat 190 yang artinya : "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan selisih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”. Dan dalam ayat lain dikatakan: "Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran” (Ar-Ra'd:19).
pada dasarnya Allah menciptakan akal pada manusia berbatas sesuai dengan kemampuan yang ada dalam akal itu sendiri dimana akal itu difungsikan. Karena apabila fungsi akal sudah melampaui bidang-bidang yang di batasi-Nya, maka dengan demikian orang yang memiliki akal itu sudah melakukan kezaliman, sebab dengan melakukan itu akan menghasilkan kesesatan dan kebingungan, dan ini mungkin yang menjadi alasan bagi sebagian ulama mengatakan bahwa ilmu mantiq atau dikenal dengan istilah ilmu logika itu haram dan akhirnya membuat manusia jatuh kepada kekafiran, ini benar sekali. Karena bagaimana manusia dapat menjalankan ibadah dengan sempurna kalau apa yang dipikir oleh akal sehatnya sudah melampaui apa yang diperintahkan dan dilarang oleh Sang Khaliq, dan melampaui batas akal itu sendiri.
Dimana terkadang seorang manusia yang super pintar berusaha menggali ilmu Al-Quran di luar kemampuan akalnya dan berusaha mencari tahu zat Allah sesungguhnya dan ini adalah mustahil, karena zat Allah merupakan suatu yang mustahil untuk dipelajari dan dipikirkan oleh akal sehat seorang manusia yang menjadi ciptaan-Nya.
Lalu bagaimana kedudukan akal dalam memahami agama? Abu al Hasan al Asy`ary, mantan tokoh Mutazilah memberikan penjelasan kedudukan akal akal dalam memahami agama yakni sebagai berikut : (1) Memberikan kebebasan mutlak kepada akal sama sekali tidak dapat memberikan pembelaan terhadap agama. Mendudukkan akal seperti ini sama saja dengan merubah aqidah. Bagaimana mungkin aqidah mengenai Allah dapat tegak jika akal bertentangan dengan wahyu. (2) Manusia harus beriman bahwa dalam urusan agama ada hukum yang bersifat taufiqi, artinya akal harus menerima ketentuan wahyu. Tanpa adanya hukum yang bersifat taufiqi maka tidak ada nilai keimanan. (3) Jika terjadi pertentangan antara wahyu dan akal maka wahyu wajib didahulukan dan akal berjalan dibelakang wahyu. Dan sama sekali tidak boleh mensejajarkan akal dengan wahyu apalagi mendahulukan akal atas wahyu.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rahman Shaleh dan Muhbib Abdul Wahab, Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam, Prenada Media, Jakarta, cet.ke-2, 2005.
Ahmad Zamhari Hasan, Peran Nalar bagi Manusia, http://www.cybermq.com.
Mulyadi Kertanegara, Mengislamkan Nalar: Sebuah Respon terhadap Modernitas, Erlangga, Jakarta, 2007.
Hamid Ahmad Ath-Thahir, Kisah Para Nabi untuk Anak, (terjemahan Qishash Al-Anbiya lil Athfal), Irsyad Baitus Salam, Bandung, 2006.
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu : Sebuah Pengantar Populer, Cet. Ke-11 Muliasari, Jakarta, 1998.
Abu al Hasan al Asy`ary dan Mu`tazilah, ibnuramadan.wordpress.com
____________________
*) disampaikan dalam presentasi mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam Psikologi Pendidikan Islam Pascasarjana STAIN Cirebon 10 Oktober 2009.
Akal adalah alat berfikir yang bersemanyam di dalam otak sehingga manusia mengerti dan memahami. Namun dalam perkembangannya manusia berakal dipahami sebagai manusia yang cerdas, yang mampu memecahkan masalah dalam hidupnya (baca dalam Jamali Sahrodi, 2009: 182-183). Kehebatan sistem otak manusia yang berbeda dengan makhluk lainnya membuat manusia menjadi makhluk yang paling hebat sehingga bisa bertahan hidup dari masa ke masa.
Manusia diberikan anugerah akal oleh Tuhan sebagai senjata pamungkas dalam menjalani kehidupannya di bumi. Kelangsungan hidup Adam dan Hawa, misalnya, dari awal peradaban sampai beranak pinak hingga sekarang merupakan bukti atas kekuatan nalar yang diciptakan oleh Allah Swt. Melalui nalar tersebut manusia telah memperoleh pengetahuan. Karena memang manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh. Melalui pengetahuan manusia bisa berkembang karena memiliki bahasa, mengembangkan pengetahuannya dengan cepat dan mantap, kemampuan berfikir menurut suatu alur kerangka berfikir tertentu.
Kendati tidak semua pengetahuan diperoleh dari proses penalaran, yaitu hasil proses berfikir logika ilmiah dan analitik. Ada pengetahuan yang diperoleh dari hasil penalaran, ada juga dari intuisi (perasaan) dan pengetahuan diperoleh bukan hasil dari usaha manusia yaitu wahyu. Tetapi para filosof sekuler memahami bahwa berfikir dalam pengertian penalaran logika merupakan bentuk suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Itulah kemudian dalil ini menjadi landasan menemukan kebenaran dalam agama menggunakan pendekatan nalar, seperti yang dilakukan mereka dalam memahami ajaran Kristen pada abad pertengahan.
AKAL DAN PROBLEM SPIRITUAL
Sumber pengetahuan paling tidak ada tiga yaitu nalar (akal), pengalaman, intuisi (perasaan) dan wahyu. Namun pengetahuan yang digunakan dalam penalaran bersumber pada rasio dan fakta. Sementara pengalaman, intuisi apalagi wahyu bukan termasuk wilayah ilmiah. Sehingga agar pengetahuan mempunyai dasar kebenaran maka proses berfikir harus dilakukan dengan cara tertentu. Dimana suatu penarikan kesimpulan itu disebut logika.
Mengedepankan kemampuan nalar kita akan terjebak dalam dunia materialistik, bahkan tidak sedikit kekuatan nalar telah menyeret manusia mengingkari Tuhannya. Charles Darwin, misalnya, ilmuwan Biologi abad XIX yang dikenal teori evolusinya ini semula orang yang percaya adanya keberadaan Tuhan. Namun ketika dia semakin matang sebagai ilmuwannya, secara perlahan telah kehilangan kepercayaan kepada Tuhan.
Problem spiritual tersebut banyak dialami oleh para ilmuwan yang sudah mengagungkan akal sebagai sumber kebenaran ilmiah, seperti Pierre de Lapace, astronom Prancis, Sigmund Freud (ahli psikologi), Emile Durkheim sosiolog dan banyak lagi. Kebebasan akal mengawali puncaknya ketika abad pertengahan masa pencerahan (renaisans) di belahan bumi Eropa. Tuhan telah mati, demikian ucapan untuk menggambarkan runtuhnya dogma gereja, yang selama ini menjadi sumber kebenaran tunggal di dalam masyarakat.
Metode logika dalam mencari sumber kebenaran pengetahuan sudah merambah pada ranah transendental. Akibatnya semuanya ditimbang antara logis dan tidak logis, rasional dan tidak rasional. Logiskah peristiwa Isra Mir’aj Nabi Muhammad Saw dalam konteks teknologi sekarang? Berbagai pertanyaan dan pernyataan itu menjadi paradigma tidak saja dalam memahami ilmu tetapi juga agama. Fenomena tersebut mulai merambah ke dalam pemikiran intelektual muslim Indonesia.
Padahal menurut para ilmuwan muslim, manusia memiliki tiga macam sumber atau alat untuk menangkap keseluruhan realitas yaitu panca indra, akal dan intuisi (termasuk wahyu). Akal dalam bentuk proses penalaran memang digunakan, tetapi hanya untuk memilih, memutuskan dan melakukan penalaran, bukan sebagai sumber lain untuk menangkap realitas (Mulyadhi Kartanegara, 2007:7). Menurut Herber A. Simon, nalar itu ibarat senjata sewaan, yang bisa kita gunakan untuk mencapai tujuan apa saja, baik atau buruk. Nalar lebih merupakan fasilitator daripada inisiator, kita memakai nalar untuk mendapatkan yang kita mau, bukan untuk menentukan yang kita mau.
Nabi Adam As, misalnya, pengetahuan yang diperolehnya tidak melulu hasil penalaran yang dilakukannya. Namun juga atas bimbingan ilahiyah melalui malaikat Jibril. Ketika “dibuang” ke bumi, Adam belum memiliki pengetahuan dalam bertahan dan menjaga kelangsungan hidupnya. Bagaimana ketika dia dan Hawa mulai merasa lapar, bagaimana ketika anak-anaknya di nikahkan, ketika Qobil melihat Habil terbunuh olehnya. Jika mengedepankan akal, maka seperti sikap Qabil yang menolak menikah dengan adik Habil karena justeru adiknya sendiri memiliki kelebihan fisik daripada adik Habil.
KEDUDUKAN AKAL DALAM ISLAM
Allah telah memuliakan anak adam dengan akal dan menjadikan akal sebagai syarat utama pembebanan syariat kepada manusia. Dalam ilmu mantiq dapat juga dikatakan manusia adalah hewan yang berakal (al insanu hayawanun natiq). Dalam al quran surat Ali Imran ayat 190 yang artinya : "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan selisih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”. Dan dalam ayat lain dikatakan: "Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran” (Ar-Ra'd:19).
pada dasarnya Allah menciptakan akal pada manusia berbatas sesuai dengan kemampuan yang ada dalam akal itu sendiri dimana akal itu difungsikan. Karena apabila fungsi akal sudah melampaui bidang-bidang yang di batasi-Nya, maka dengan demikian orang yang memiliki akal itu sudah melakukan kezaliman, sebab dengan melakukan itu akan menghasilkan kesesatan dan kebingungan, dan ini mungkin yang menjadi alasan bagi sebagian ulama mengatakan bahwa ilmu mantiq atau dikenal dengan istilah ilmu logika itu haram dan akhirnya membuat manusia jatuh kepada kekafiran, ini benar sekali. Karena bagaimana manusia dapat menjalankan ibadah dengan sempurna kalau apa yang dipikir oleh akal sehatnya sudah melampaui apa yang diperintahkan dan dilarang oleh Sang Khaliq, dan melampaui batas akal itu sendiri.
Dimana terkadang seorang manusia yang super pintar berusaha menggali ilmu Al-Quran di luar kemampuan akalnya dan berusaha mencari tahu zat Allah sesungguhnya dan ini adalah mustahil, karena zat Allah merupakan suatu yang mustahil untuk dipelajari dan dipikirkan oleh akal sehat seorang manusia yang menjadi ciptaan-Nya.
Lalu bagaimana kedudukan akal dalam memahami agama? Abu al Hasan al Asy`ary, mantan tokoh Mutazilah memberikan penjelasan kedudukan akal akal dalam memahami agama yakni sebagai berikut : (1) Memberikan kebebasan mutlak kepada akal sama sekali tidak dapat memberikan pembelaan terhadap agama. Mendudukkan akal seperti ini sama saja dengan merubah aqidah. Bagaimana mungkin aqidah mengenai Allah dapat tegak jika akal bertentangan dengan wahyu. (2) Manusia harus beriman bahwa dalam urusan agama ada hukum yang bersifat taufiqi, artinya akal harus menerima ketentuan wahyu. Tanpa adanya hukum yang bersifat taufiqi maka tidak ada nilai keimanan. (3) Jika terjadi pertentangan antara wahyu dan akal maka wahyu wajib didahulukan dan akal berjalan dibelakang wahyu. Dan sama sekali tidak boleh mensejajarkan akal dengan wahyu apalagi mendahulukan akal atas wahyu.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rahman Shaleh dan Muhbib Abdul Wahab, Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam, Prenada Media, Jakarta, cet.ke-2, 2005.
Ahmad Zamhari Hasan, Peran Nalar bagi Manusia, http://www.cybermq.com.
Mulyadi Kertanegara, Mengislamkan Nalar: Sebuah Respon terhadap Modernitas, Erlangga, Jakarta, 2007.
Hamid Ahmad Ath-Thahir, Kisah Para Nabi untuk Anak, (terjemahan Qishash Al-Anbiya lil Athfal), Irsyad Baitus Salam, Bandung, 2006.
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu : Sebuah Pengantar Populer, Cet. Ke-11 Muliasari, Jakarta, 1998.
Abu al Hasan al Asy`ary dan Mu`tazilah, ibnuramadan.wordpress.com
____________________
*) disampaikan dalam presentasi mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam Psikologi Pendidikan Islam Pascasarjana STAIN Cirebon 10 Oktober 2009.
Oktober 04, 2009
WARGA PRONGGOL HALAL BI HALAL
Warga RW 01 Kemakmuran Pronggol Kota Cirebon mengikuti acara Halal Bi Halal di masjid setempat “Al Makmur”, Sabtu (3/10) malam. Acara yang diisi dengan pengajian umum itu menghadirkan penceramah dari dalam kota, Ustadz Drs. H. Jufri Azis, M.Pd.I.
Acara yang dimulai pukul 20.00 tersebut dihadiri sekitar 100 orang jamaah dari kalangan bapak, ibu dan remaja. Setelah acara seremonial berupa pembacaan ayat suci Al Quran, sambutan-sambutan dari pengurus DKM Sahrudin, S.Ag, M.Pd.I, Ketua RW Somantri, acara dilanjutkan dengan pengajian umum.
Menurut ustadz Jufri Azis, puasa merupakan bulan latihan kesabaran dan ibadah kepada Allah Swt. Maka setelah puasa usai, mestinya bulan bulan berikutnya ada peningkatan kualitas hidup, baik ibadah maupun kesabarannya.
“Puasa itu menguji kesabaran, dan latihan peningkatan ibadah. Jadi setelah puasa mestinya ibadahnya kian baik, semakin sabar, apalagi sekarang bulan syawal yaitu bulan peningkatan,” tutur ustadz Jufri diatas mimbarnya.
Tidak hanya masalah puasa, ustdaz jufri juga menyindir gaya hidup umat Islam yang tidak lagi Islami dalam menyambut datangnya Idul Fitri. Umat Islam menyambut lebaran dengan riang gembira karena akan meninggalkan bulan puasa dan memasuki bulan pesta.
“Kalo mau lebaran kita ini pusing dengan pakaian baru. Padahal hakekat lebaran itu bukan pakaian baru, tapi hati yang bersih dan tenang, saling memaafkan sesama teman, kerabat dan tetangga. Umat benar-benar tidak memanfaatkan keistimewaan bukan Ramadhan. Inilah yang ditangisi bumi dan langit atas umatnya Nabi Muhammad yang menyia-yiakan bulan penuh berkah tersebut,” ungkapnya. (*)
Acara yang dimulai pukul 20.00 tersebut dihadiri sekitar 100 orang jamaah dari kalangan bapak, ibu dan remaja. Setelah acara seremonial berupa pembacaan ayat suci Al Quran, sambutan-sambutan dari pengurus DKM Sahrudin, S.Ag, M.Pd.I, Ketua RW Somantri, acara dilanjutkan dengan pengajian umum.
Menurut ustadz Jufri Azis, puasa merupakan bulan latihan kesabaran dan ibadah kepada Allah Swt. Maka setelah puasa usai, mestinya bulan bulan berikutnya ada peningkatan kualitas hidup, baik ibadah maupun kesabarannya.
“Puasa itu menguji kesabaran, dan latihan peningkatan ibadah. Jadi setelah puasa mestinya ibadahnya kian baik, semakin sabar, apalagi sekarang bulan syawal yaitu bulan peningkatan,” tutur ustadz Jufri diatas mimbarnya.
Tidak hanya masalah puasa, ustdaz jufri juga menyindir gaya hidup umat Islam yang tidak lagi Islami dalam menyambut datangnya Idul Fitri. Umat Islam menyambut lebaran dengan riang gembira karena akan meninggalkan bulan puasa dan memasuki bulan pesta.
“Kalo mau lebaran kita ini pusing dengan pakaian baru. Padahal hakekat lebaran itu bukan pakaian baru, tapi hati yang bersih dan tenang, saling memaafkan sesama teman, kerabat dan tetangga. Umat benar-benar tidak memanfaatkan keistimewaan bukan Ramadhan. Inilah yang ditangisi bumi dan langit atas umatnya Nabi Muhammad yang menyia-yiakan bulan penuh berkah tersebut,” ungkapnya. (*)
Oktober 02, 2009
OBYEK KAJIAN PSIKOLOGI AGAMA
Psikologi secara umum mempelajari gejala-gejala kejiwaan manusia yang berkaitan dengan pikiran (kognisi), perasaan (emotion) dan kehendak (konasi). Gejala tersebut secara umum memiliki ciri-ciri yang hampir sama pada diri manusia dewasa, normal dan beradab. Dengan demikian ketiga gejala pokok tersebut dapat diamati melalui sikap dan perilaku manusia.
Namun terkadang ada diantara pernyataan dalam aktivitas yang tampak itu merupakan gejala campuran, sehingga para ahli psikologi menambahnya hingga menjadi empat gejala jiwa utama yang dipelajari psikologi, yaitu pikiran, perasaan, kehendak dan gejala campuran. Adapun yang termasuk gejala campuran ini seperti intelegensi, kelemahan maupun sugesti.
Psikologi berasal dari kata Yunani psyche yang artinya jiwa. Logos berarti ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologi psikologi berarti ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya. Namun pengertian antara ilmu jiwa dan psikologi sebenarnya berbeda atau tidak sama karena ilmu jiwa adalah ilmu jiwa secara luas termasuk khalayan dan spekulasi tentang jiwa itu, sedangkan ilmu psikologi merupakan ilmu pengetahuan mengenai jiwa yang diperoleh secara sistematis dengan metode-metode ilmiah. Secara umum, psikologi memiliki arti ilmu tentang jiwa.
Namun karena jiwa itu abstrak dan tidak bisa dikaji secara empiris, maka kajiannya bergeser pada gejala-gejala jiwa atau tingkah laku manusia. Oleh karena itu karena yang dikaji adalah gejala jiwa atau tingkah laku, maka terjadilah beberapa pemahaman yang berbeda mengenai definisi tingkah laku itu sendiri. Ada yang memahami psikologi sebagai ilmu yang mempelajari gejala jiwa manusia yang normal, dewasa dan beradab (Jalaludin dalam Bambang, 2008: 11). Sementara Robert H Touless mendefinisikan psikologi sebagai ilmu tingkah laku dan pengalaman manusia.
Kendati beragam penjelasan, namun secara umum bahwa psikologi adalah sebuah ilmu yang meneliti dan mempelajari sikap dan tingkah laku manusia sebagai gambaran dan gejala kejiwaan. Dalam bahasa Arab, psikologi sering disebut dengan ilmun-nafs atau ilmu jiwa. Sedangkan kata nafs dalam bahasa Arab mengandung arti jiwa, ruh, darah, jasad, orang dan diri (Hamdani Bakran, 2007: 25).
Sedangkan agama berkaitan dengan kehidupan rohani manusia. Sama halnya istilah psikologi, agama juga memiliki banyak pengertian. Ada yang mengartikan hubungan manusia dengan sesuatu kekuasaan luar yang lain dan lebih daripada apa yang dialami manusia. Agama dipahami juga sebagai kebiasaan, tradisi berdasarkan kitab suci. Himpunan peraturan keagamaan yang dipergunakan sebagai pedoman hidup bermasyarakat, berguna untuk meningkatkan keruhanian dan mencapai kesempurnaan.
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut. Kata "agama" berasal dari bahasa Sansekerta āgama yang berarti "tradisi". Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.
Perbedaan pengertian agama, menurut J.H Leuba (dalam Bambang, 2008:12), bersumber dari perbedaan pendapat penulis bagaimana mereka menggunakan istilah tersebut dalam penelitiannya. Memang agama sebagai bentuk keyakinan cukup sulit untuk diukur secara tepat. Hal inilah membuat para ahli kesulitan mendefiniskan agama.
Harun Nasution merumuskan empat hal yang terdapat dalam agama antara lain :
1. Kekuatan gaib, yang diyakini berada di atas kekuatan manusia.
2. Keyakinan terhadap kekuatan gaib sebagai penentu nasib baik dan buruk manusia.
3. Respon penyembahan manusia terhadap kekuatan gaib.
4. Paham akan adanya sesuatu yang suci, bisa berupa kekuatan gaib, ajarannya dalam bentuk kitab atau tempat-tempat tertentu.
Dalam faktanya, agama menunjukkan berpusat pada Tuhan atau dewa-dewa sebagai ukuran yang menentukan dan tidak boleh diabaikan.
Namun demikian, pada hakikatnya apapun bentuk dan definisi agama yang diberikan para ahli tersebut, jika tidak mewakili dari apa yang dirasakannya, dipikirkannya, dan dilaksanakannya berdasarkan norma-norma yang berlaku, maka dengan sendirinya agama akan kehilangan maknanya. Sebagaimana menurut Frankl yang dikutip oleh E. Koswara, bahwa yang paling dicari dan diinginkan oleh manusia dalam hidupnya adalah makna, yakni makna dari segala yang dilaksanakan atau dijalaninya, termasuk dan yang terutama makna hidupnya itu sendiri. Dengan demikian keinginan kepada makna (the will to meaning) adalah penggerak utama dari kepribadian manusia dalam melakukan aktivitas prilaku hidupnya, yang dalam hal ini termasuk perilaku ritual keagamaan, yang merupakan psikoterapi terhadap psiko-patalogis manusia dari kehampaan eksistensinya sebagai manusia.
Roger M. Keesing dalam bukunya Antropologi Budaya menguraikan tiga fungsi agama, yaitu agama memberikan keterangan untuk menjawab berbagai pertanyaan yang eksistensial, agama memberikan pengesahan untuk menerima adanya kekuatan di dalam alam semesta yang mengendalikan dan menopang tata susila serta tata sosial masyarakat, serta agama menambah kemampuan manusia untuk menghadapi kelemahan hidupnya dan memberikan dukungan psikologis bagi dirinya.
Dengan demikian agama bagi manusia merupakan kekuatan yang dapat mengantarkan manusia itu sendiri, supaya ia dapat mencapai kesempurnaan dan dapat memberikan penjelasan secara menyeluruh tentang realitas kematian, penderitaan, tragedi serta segala sesuatu yang berkaitan erat dengan makna hidupnya.
Kaitannya dengan rasa agama, Zakiah Darajat, dalam bukunya yang berjudul Kesehatan Mental mengemukakan, bahwa rasa agama itu adalah sangat bersifat subyektif, intern dan individual, dimana setiap orang akan merasakan pengalaman agama yang berbeda dengan orang lain.
Lalu, apa yang dimaksud dengan psikologi agama? Menurut Zakiah Darajat (1970:15), psikologi agama adalah ilmu yang mempelajari kesadaran agama pada seseorang yang pengaruhnya terlihat dalam kelakuan dan tindak agama orang itu dalam hidupnya. Thouless (1992:11) berpendapat, persoalan pokok dalam psikologi agama adalah kajian terhadap kesadaran agama dan tingkah laku agama atau kajian terhadap tingkah laku agama dan kesadaran agama (dalam Bambang, 2008: 16).
Psikologi agama merupakan satu bagian kajian psikologi secara menyeluruh, yang membahas masalah-masalah kejiwaan yang berkaitan dengan keyakinan seseorang. Agama yang sering dijadikan alternatif pemecahan masalah bagi kehidupan, menjadi sangat penting bagi manusia. Sebab dengan agama manusia dapat menyelesaikan gejolak hatinya yang berkaitan dengan jiwa dan kehidupan praktis mereka. Kekayaan, jabatan, kekuasaan dan segala bentuk kenikmatan duniawi, tidak menjadi jaminan bagi manusia untuk dapat menyelesaikan masalah dalam hidupnya.
Apabila seseorang tergolong pada manusia yang baik, maka penyelesaiannya adalah dengan agama. Tetapi jika sebaliknya, maka pelariannya adalah pada hal-hal yang bersifat negatif. Untuk itu agama bagi kebanyakan orang adalah alternatif yang layak untuk dijadikan sebagai pandangan hidup (way of life). Dengan demikian agama sangat berkaitan dengan jiwa seseorang. Untuk itu kajian psikologi yang mempelajari gejala tingkah laku seseorang akan mempelajari pula tentang gejala keberagamaannya. Karena beragama tidak dapat dipisahkan dari hati atau keadaan jiwa seseorang, maka antara agama dan jiwanya merupakan dua hal yang berbeda dalam satu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan.
Dari asumsi di atas, maka kajian psikologi agama merupakan cakupan dari dua bagaian yang berbeda, hal ini berlainan dengan cabang-cabang psikologi lainnya. Dimana jika psikologi secara umum mengkaji tentang gejala psikis dan kaitannya dengan tingkahlaku seseorang serta bersifat empiris, maka agama lebih dari bersifat metafisis.
Jalaludin dalam bukunya Pengantar Ilmu Jiwa Agama, mengatakan bahwa ilmu jiwa agama merangkum dua bidang kajian yang berbeda, yaitu ilmu jiwa dan agama. Meskipun kedua bidang tersebut sama-sama mencakup masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan batin seseorang, akan tetapi dari sisi tertentu terdapat perbedaan yang cukup mendasar. Dimana masalah kejiwaan manusia dikaji berdasarkan kajian empiris yang bersifat profan, sedangkan agama sebaliknya mengandung kepercayaan yang di dalamnya terkandung nilai-nilai moral yang sulit untuk dikaji secara empiris.
Dari perbedaan tersebut di atas, maka terjadi pertentangan antara para ilmuan psikologi dan para agamawan. Hal itu terjadi karena kedua bidang tersebut memiliki metodologi tersendiri dalam menyelesaikan masalahnya. Dimana para ahli psikologi menolak, karena agama tidak dapat dikaji secara empiris dan ilmiah, dengan alasan agama mengandung nuansa simbolik yang bersifat abstrak. Demikian pula kaum agamawan, mereka tidak sepakat apabila agama dikaji secara empiris psikologi, karena mereka khawatir agama akan kehilangan kesakralannya dan kajian psikologi mempengaruhi norma-norma agama yang telah diyakini oleh seseorang.
Namun demikian pertentangan antara para ahli psikologi dan para agamawan akhirnya terselesaikan pada sekitar akhir abad ke 19, yakni ketika munculnya pendapat William James yang memberikan kuliah di bebrapa universitas di Skotlandia. Tulisan James yang berjudul Varieties of Religious Experience, telah memberikan kesan positif atas berkembangnya psikologi agama. James beranggapan bahwa psikologi merupakan salah satu metoda untuk mengembangkan pemahaman keagamaan. Untuk itu James menegaskan bahwa fungsi yang paling esensial bagi para ahli psikologi adalah mengkaji dan mengamati keagamaan tanpa melibatkan dirinya dalam penilaian terhadap kebenaran ajaran-ajaran agama atau memuji nilai-nilai agama.
Berbeda dengan James, Zakiah Darajat berpendapat bahwa ilmu jiwa agama adalah sebuah ilmu yang mengkaji, meneliti, dan menelaah tentang kehidupan beragama seseorang dan mempelajarinya seberapa besar pengaruh keyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah laku serta keadaan hidup pada umumnya. Di samping itu ilmu jiwa agama juga mempelajari pertumbuhan dan perkembangan jiwa agama pada seseorang, dan faktor-faktor yang mempengaruhi keyakinan tersebut.
Di atas telah dijelaskan bahwa psikologi agama merupakan dua bidang kajian yang sama sekali berbeda. Kalaupun keduanya sulit untuk disatukan, namun kenyataannya agama telah banyak mempengaruhi tingkah laku para pemeluknya. Begitu pula sebaliknya, kejiwaan juga mempengaruhi sebagian keyakinan seseorang dalam beragama. Zakiah Darajat mengemukakan, untuk dapat mengetahui pengertian psikologi agama secara jelas, maka kita harus terlebih dahulu mengetahui masing-masing definisi dari keduanya, yakni apa yang dimaksud dengan agama dan apa pula yang dimaksud dengan psikologi. Sehingga akhirnya kita dapat menemukan perbedaan dan persamaan serta fungsi dari keduanya.
Dalam pelaksanaanya, tingkah laku berkaitan erat dengan jiwa dan jasad manusia, sehingga para ahli psikologi berbeda pendapat mengenai apa yang dimaksud dengan tingkah laku itu. Menurut ahli psikoanalisa, tingkah laku itu berkaitan erat dengan aspek-aspek sadar dan ketidaksadaran manusia, karena kedua aspek inilah banyak yang mempengaruhi tingkah laku manusia. Sedangkan menurut pandangan behavioristik, tingkah laku manusia itu didasarkan pada aspek realitas, yaitu aspek phisik manusia yang dapat diamati pada tingkah lakunya. Untuk itu mempelajari psikologi merupakan suatu usaha untuk mengenal manusia lebih dekat dan memahaminya, serta menggambar kepribadian manusia dalam bentuk tingkah lakunya dan mempelajari pula aspek-aspek yang berkaitan dengan dirinya sebagai manusia.
BAB II
OBYEK KAJIAN PSIKOLOGI AGAMA
Melihat kepada rumusan yang diungkapkan oleh Zakiah Darajat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa psikologi agama merupakan salah satu kajian empiris umat beragama. Artinya, dasar-dasar keyakinan dan pemahaman seseorang dapat diteliti secara empiris melalui tingkah laku seseorang dari pemahamannya terhadap agama yang diyakininya. Dalam konsep psikodiagnostik, perilaku beragama seseorang dipahami melalui penafsiran terhadap tanda-tanda tingkah laku, cara berjalan, langkah, gerak isyarat, sikap, penampilan wajah, suara dan seterusnya (lihat Hamdani, 2002: 129).
Kalaupun agama secara khusus tidak dapat dikaji secara empiris, akan tetapi pemahaman keagamaan seseorang yang berwujud dalam bentuk tingkah laku dapat diteliti. Yakni sejauh mana kapasitas seseorang dalam menyakini suatu agama. Sebab adakalanya seseorang yang mengaku dirinya beriman, namun dalam tingkahlakunya tidak mencerminkan nilai-nilai keagamaan yang diyakininya. Demikian pula sebaliknya, seseorang yang dianggap tidak beriman (dalam artian normatif) namun segala tingkah lakunya mencerminkan suatu nilai keagamaan tertentu. Untuk itu dengan kajian empiris yang dilakukan oleh psikologi agama akan dapat diketahui kadar kualitas keimanan seseorang.
Sebab tanpa disadari oleh berbagai kalangan bahwa munculnya kesadaran beragama, pengalaman keagamaan dan gejolak hati seseorang sangat berkaitan dengan psikologi. Sehingga tidak memiliki dasar yang kuat jika seseorang menolak adanya kajian empiris yang dilakukan ahli psikologi agama. Karena penelitian yang dilakukan ahli psikologi agama hanya sebatas pada pengalaman dan kesadaran seseorang dalam memahami keyakinan agamanya, dan tidak mempersoalkan benar tidaknya suatu agama atau norma-norma terbaik dari agama tertentu.
Berdasarkan pendapat di atas, maka penelitian psikologi merujuk pada suatu sistem dari berbagai metode penelitian yang diarahkan pada pemahaman terhadap apa yang telah diperbuat, yang telah dipikirkan dan dirasakan oleh manusia. Sebab pijakan kepribadian manusia berdasarkan pada apa yang telah dipikirkan, dirasakan dan yang telah diperbuat olehnya. Sehingga Robert H. Thouless mengatakan, bahwa seorang peneliti psikologi tertentu dapat mempergunakan salah satu bentuk behaviorisme teoritik di mana ia menganggap bahwa perolehan mengenai tingkah laku manusia sebagai proses mekanik yang ditentukan oleh suatu prinsip yang menyatakan bahwa tingkah laku terpuji cenderung untuk diulangi.
Pada dasarnya psikologi agama tidak membahas tentang iman dan kufur, surga dan neraka, serta hari kiamat dan sebagainya, juga tidak membahas mengenai definisi dan makna agama secara umum. Namun psikologi agama secara khusus mengkaji tentang proses kejiwaan seseorang terhadap tingkah laku dalam kehidupannya sehari-hari. Untuk itu dalam psikologi agama dikenal adanya istilah kesadaran agama (religious consciousness) dan pengalaman agama (religious experience).
Menurut Zakiah Darajat kesadaran agama itu adalah bagian atau hadir (terasa) dalam pikiran dan dapat diuji melalui introspeksi atau disebut juga dengan aspek mental dan aktivitas agama. Sedangkan yang dimaksud pengalaman agama adalah unsur perasaan dan kesadaran agama, yaitu perasaan yang membawa kepada keyakinan yang dihasilkan oleh tindakannya.
Dengan demikian psikologi agama tidak terlibat dalam memberikan penilaian benar atau salahnya suatu agama, yakni tidak mencampuri dan membahas keyakinan agama-agama tertentu. Untuk itu psikologi agama mengkaji dan meneliti proses keberagamaan seseorang, perasaan atau kesadaran beragamanya dalam pola tingkah laku kehidupan sehari-hari. Sehingga dapat ditemukan sejauh mana pengaruh agama dan keyakinan tertentu pada dirinya. Dan yang terpenting adalah bagaimana kelakuan atau tindakan keagamaan yang telah diyakininya. Dengan kata lain bagaimana pengaruh keberagamaan seseorang terhadap proses dan kehidupan yang berkaitan dengan keadaan jiwanya, sehingga terlihat dalam sikap dan tingkah laku secara fisik dan sikap atau tingkah laku secara bathini yang mana dapat diketahui cara berpikir, merasa atau emosinya.
Aristoteles, menggambarkan jiwa sebagai potret badan. Menurut al Farabi, makna jiwa merupakan kesempurnaan awal bagi fisik adalah bahwa manusia dikatakan menjadi sempurna ketika menjadi makhluk yang bertindak. Sebab jiwa merupakan kesempurnaan pertama bagi fisik alamiah dan bukan bagi fisik buatan. Al-Kindi berpendapat, jiwa akan tetap kekal setelah kematian. Ia pindah ke alam kebenaran yang di dalamnya terdapat nur Sang Pencipta. Pentingnya kajian jiwa tersebut, sehingga Ibnu Miskawaih mengatakan, penyebab senang tidak hidup seseorang dipengaruhi oleh jiwa. Jika jiwa seseorang baik, mulia dan senang maka ia harus bergaul dengan orang-orang yang baik (M Utsman Najati, 2002).
Dari penjelasan diatas, ruang lingkup obyek kajian psikologi agama menurut Zakiah Darajat (dalam Hamdani, 2007: 27-28) meliputi kajian :
1. Bermacam-macam emosi yang menjalar diluar kesadaran yang ikut menyertai kehidupan beragama orang biasa (umum), seperti rasa lega dan tentram setelah selesai sholat, rasa lepas dari ketegangan batin sesuadah berdoa atau membaca ayat-ayat suci, perasaan tenang, pasrah dan menyerah setelah berdzikir dan ingat kepada Allah ketika mengalami kesedihan dan kekecewaan yang dialaminya.
2. Bagaimana perasaan dan pengalaman seseorang secara individual kepada Tuhannya, misalnya merasa tentram dan kelegaan batin.
3. Mempelajari, meneliti dan menganalisis pengaruh kepercayaan akan adanya hidup setelah mati (akherat) pada tiap-tiap orang.
4. Meneliti dan mempelajari kesadaran dan perasaan orang terhadap kepercayaan yang berhubungan dengan surga dan neraka serta dosa dan pahala yang turut memberi pengaruh terhadap sikap dan tingkah lakunya dalam kehidupan.
5. Meneliti dan mempelajari bagaimana pengaruh penghayatan seseorang terhadap ayat-ayat suci dan kelegaan batinnya.
Dengan demikian psikologi agama adalah ilmu yang mempelajari dan meneliti tentang pengaruh dan peran pengalaman agama terhadap eksistensi diri seseorang berupa sikap, perilaku, tindakan, penampilan yang muncul di permukaan aktifitas kehidupan secara nyata.
Sebagai disiplin ilmu yang otonom, psikologi agama memiliki obyek kajian tersendiri dari disiplin ilmu yang mempelajari masalah agama lainnya. Sebagai contoh, dalam tujuannya, psikologi agama seperti diungkapkan Robert H. Thouless, memusatkan kajiannya pada agama yang hidup dalam budaya suatu kelompok atau masyarakat. Kajian berpusat pada pemahaman terhadap perilaku keagamaan dengan menggunakan pendekatan psikologi (Bambang, 2008: 18).
BAB III
PENUTUP
Agama bagi sebagaian orang merupakan bentuk ungkapan moral yang paling tinggi, yang selalu menjadi kebutuhan ideal bagi manusia. Karena agama merupakan pandangan hidup yang sesungguhnya tidak dapat dipisahkan dari dirinya. Agama juga memberikan semesta simbolik bagi manusia untuk mengetahui makna dibalik kehidupannya, serta memberikan penjelasan secara komprehensif mengenai berbagai pertanyaan yang tak terjawab, karena agama merupakan suatu kepercayaan dalam bentuk spiritual.
Agama bagi manusia merupakan kekuatan yang dapat mengantarkan manusia itu sendiri, supaya ia dapat mencapai kesempurnaan dan dapat memberikan penjelasan secara menyeluruh tentang realitas kematian, penderitaan, tragedi serta segala sesuatu yang berkaitan erat dengan makna hidupnya.
Oleh karena itu eksistensi rasa agama bagi manusia pada hakikatnya adalah suatu pengalaman dari keyakinan yang difahaminya, sehingga agama dapat merefleksi pada diri pemeluknya yang berdimensi Ketuhanan, psikologis, dan sosiologis. Dimensi Ketuhanan tersebut merupakan sumber nilai kebenaran dan kebaikan, sedangkan dimensi psikologis adalah sisi lain dari keyakinan seseorang yang sangat individual, adapun dimensi sosiologis adalah bentuk pengalaman manusia dari suatu yang telah diyakininya guna membentuk sistem sosial lingkungan yang lebih bermoral.
Psikologi agama pada dasarnya, secara komprehensip membahas dan mengkaji tentang fenomena-fenomena keadaran dan pengalaman psikologis atau tentang rasa keagamaan manusia, yang bertujuan dan berfungsi sebagai penyadaran psikopatalogis manusia dewasa ini. Yakni bagaimana agama dalam hal ini, memiliki peran dan fungsi untuk merehabilitasi, mengantisipasi, dan mengentaskan permasalahan-permasalahan kejiwaan manusia yang diakibatkan oleh pengaruh perkembangan sosio-kultur yang harmonis dengan sebuah pendekatan psikologis.
Yaitu dengan membahas situasi dan kondisi tentang perubahan perkembangan penerimaan dan pengalaman agama pada setiap priode tertentu, yaitu pada masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa, dan masa lansia (usia lanjut). Karena pada masa-masa tersebut perkembangan keagamaan masing-masing individu berbeda-beda, baik dari aspek kwantitas maupun dari aspek kualitas keberagamannya.
DAFTAR PUSTAKA
Asep Abdullah, 2008, Dinamika Psikologi Agama, http://kajiandantelaahislam.blogspot.com
Bambang Syamsul Arifin, 2008, Psikologi Agama, Bandung : Pustaka Setia.
Hamdani Bakran Adz-Dzakiey, 2008, Psikologi Kenabian : Menghidupkan Potensi dan Kepribadian dalam Diri, Yogyakarta : Al Manar.
Hamdani Bakran Adz-Dzakiey, 2008, Konseling dan Psikoterapi Islam, cet. ke-6, Yogyakarta : Al Manar.
M. Ustman Najati, 2002, Jiwa dalam Pandangan Para Filosof Muslim , Bandung : Pustaka Hidayah.
Namun terkadang ada diantara pernyataan dalam aktivitas yang tampak itu merupakan gejala campuran, sehingga para ahli psikologi menambahnya hingga menjadi empat gejala jiwa utama yang dipelajari psikologi, yaitu pikiran, perasaan, kehendak dan gejala campuran. Adapun yang termasuk gejala campuran ini seperti intelegensi, kelemahan maupun sugesti.
Psikologi berasal dari kata Yunani psyche yang artinya jiwa. Logos berarti ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologi psikologi berarti ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya. Namun pengertian antara ilmu jiwa dan psikologi sebenarnya berbeda atau tidak sama karena ilmu jiwa adalah ilmu jiwa secara luas termasuk khalayan dan spekulasi tentang jiwa itu, sedangkan ilmu psikologi merupakan ilmu pengetahuan mengenai jiwa yang diperoleh secara sistematis dengan metode-metode ilmiah. Secara umum, psikologi memiliki arti ilmu tentang jiwa.
Namun karena jiwa itu abstrak dan tidak bisa dikaji secara empiris, maka kajiannya bergeser pada gejala-gejala jiwa atau tingkah laku manusia. Oleh karena itu karena yang dikaji adalah gejala jiwa atau tingkah laku, maka terjadilah beberapa pemahaman yang berbeda mengenai definisi tingkah laku itu sendiri. Ada yang memahami psikologi sebagai ilmu yang mempelajari gejala jiwa manusia yang normal, dewasa dan beradab (Jalaludin dalam Bambang, 2008: 11). Sementara Robert H Touless mendefinisikan psikologi sebagai ilmu tingkah laku dan pengalaman manusia.
Kendati beragam penjelasan, namun secara umum bahwa psikologi adalah sebuah ilmu yang meneliti dan mempelajari sikap dan tingkah laku manusia sebagai gambaran dan gejala kejiwaan. Dalam bahasa Arab, psikologi sering disebut dengan ilmun-nafs atau ilmu jiwa. Sedangkan kata nafs dalam bahasa Arab mengandung arti jiwa, ruh, darah, jasad, orang dan diri (Hamdani Bakran, 2007: 25).
Sedangkan agama berkaitan dengan kehidupan rohani manusia. Sama halnya istilah psikologi, agama juga memiliki banyak pengertian. Ada yang mengartikan hubungan manusia dengan sesuatu kekuasaan luar yang lain dan lebih daripada apa yang dialami manusia. Agama dipahami juga sebagai kebiasaan, tradisi berdasarkan kitab suci. Himpunan peraturan keagamaan yang dipergunakan sebagai pedoman hidup bermasyarakat, berguna untuk meningkatkan keruhanian dan mencapai kesempurnaan.
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut. Kata "agama" berasal dari bahasa Sansekerta āgama yang berarti "tradisi". Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.
Perbedaan pengertian agama, menurut J.H Leuba (dalam Bambang, 2008:12), bersumber dari perbedaan pendapat penulis bagaimana mereka menggunakan istilah tersebut dalam penelitiannya. Memang agama sebagai bentuk keyakinan cukup sulit untuk diukur secara tepat. Hal inilah membuat para ahli kesulitan mendefiniskan agama.
Harun Nasution merumuskan empat hal yang terdapat dalam agama antara lain :
1. Kekuatan gaib, yang diyakini berada di atas kekuatan manusia.
2. Keyakinan terhadap kekuatan gaib sebagai penentu nasib baik dan buruk manusia.
3. Respon penyembahan manusia terhadap kekuatan gaib.
4. Paham akan adanya sesuatu yang suci, bisa berupa kekuatan gaib, ajarannya dalam bentuk kitab atau tempat-tempat tertentu.
Dalam faktanya, agama menunjukkan berpusat pada Tuhan atau dewa-dewa sebagai ukuran yang menentukan dan tidak boleh diabaikan.
Namun demikian, pada hakikatnya apapun bentuk dan definisi agama yang diberikan para ahli tersebut, jika tidak mewakili dari apa yang dirasakannya, dipikirkannya, dan dilaksanakannya berdasarkan norma-norma yang berlaku, maka dengan sendirinya agama akan kehilangan maknanya. Sebagaimana menurut Frankl yang dikutip oleh E. Koswara, bahwa yang paling dicari dan diinginkan oleh manusia dalam hidupnya adalah makna, yakni makna dari segala yang dilaksanakan atau dijalaninya, termasuk dan yang terutama makna hidupnya itu sendiri. Dengan demikian keinginan kepada makna (the will to meaning) adalah penggerak utama dari kepribadian manusia dalam melakukan aktivitas prilaku hidupnya, yang dalam hal ini termasuk perilaku ritual keagamaan, yang merupakan psikoterapi terhadap psiko-patalogis manusia dari kehampaan eksistensinya sebagai manusia.
Roger M. Keesing dalam bukunya Antropologi Budaya menguraikan tiga fungsi agama, yaitu agama memberikan keterangan untuk menjawab berbagai pertanyaan yang eksistensial, agama memberikan pengesahan untuk menerima adanya kekuatan di dalam alam semesta yang mengendalikan dan menopang tata susila serta tata sosial masyarakat, serta agama menambah kemampuan manusia untuk menghadapi kelemahan hidupnya dan memberikan dukungan psikologis bagi dirinya.
Dengan demikian agama bagi manusia merupakan kekuatan yang dapat mengantarkan manusia itu sendiri, supaya ia dapat mencapai kesempurnaan dan dapat memberikan penjelasan secara menyeluruh tentang realitas kematian, penderitaan, tragedi serta segala sesuatu yang berkaitan erat dengan makna hidupnya.
Kaitannya dengan rasa agama, Zakiah Darajat, dalam bukunya yang berjudul Kesehatan Mental mengemukakan, bahwa rasa agama itu adalah sangat bersifat subyektif, intern dan individual, dimana setiap orang akan merasakan pengalaman agama yang berbeda dengan orang lain.
Lalu, apa yang dimaksud dengan psikologi agama? Menurut Zakiah Darajat (1970:15), psikologi agama adalah ilmu yang mempelajari kesadaran agama pada seseorang yang pengaruhnya terlihat dalam kelakuan dan tindak agama orang itu dalam hidupnya. Thouless (1992:11) berpendapat, persoalan pokok dalam psikologi agama adalah kajian terhadap kesadaran agama dan tingkah laku agama atau kajian terhadap tingkah laku agama dan kesadaran agama (dalam Bambang, 2008: 16).
Psikologi agama merupakan satu bagian kajian psikologi secara menyeluruh, yang membahas masalah-masalah kejiwaan yang berkaitan dengan keyakinan seseorang. Agama yang sering dijadikan alternatif pemecahan masalah bagi kehidupan, menjadi sangat penting bagi manusia. Sebab dengan agama manusia dapat menyelesaikan gejolak hatinya yang berkaitan dengan jiwa dan kehidupan praktis mereka. Kekayaan, jabatan, kekuasaan dan segala bentuk kenikmatan duniawi, tidak menjadi jaminan bagi manusia untuk dapat menyelesaikan masalah dalam hidupnya.
Apabila seseorang tergolong pada manusia yang baik, maka penyelesaiannya adalah dengan agama. Tetapi jika sebaliknya, maka pelariannya adalah pada hal-hal yang bersifat negatif. Untuk itu agama bagi kebanyakan orang adalah alternatif yang layak untuk dijadikan sebagai pandangan hidup (way of life). Dengan demikian agama sangat berkaitan dengan jiwa seseorang. Untuk itu kajian psikologi yang mempelajari gejala tingkah laku seseorang akan mempelajari pula tentang gejala keberagamaannya. Karena beragama tidak dapat dipisahkan dari hati atau keadaan jiwa seseorang, maka antara agama dan jiwanya merupakan dua hal yang berbeda dalam satu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan.
Dari asumsi di atas, maka kajian psikologi agama merupakan cakupan dari dua bagaian yang berbeda, hal ini berlainan dengan cabang-cabang psikologi lainnya. Dimana jika psikologi secara umum mengkaji tentang gejala psikis dan kaitannya dengan tingkahlaku seseorang serta bersifat empiris, maka agama lebih dari bersifat metafisis.
Jalaludin dalam bukunya Pengantar Ilmu Jiwa Agama, mengatakan bahwa ilmu jiwa agama merangkum dua bidang kajian yang berbeda, yaitu ilmu jiwa dan agama. Meskipun kedua bidang tersebut sama-sama mencakup masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan batin seseorang, akan tetapi dari sisi tertentu terdapat perbedaan yang cukup mendasar. Dimana masalah kejiwaan manusia dikaji berdasarkan kajian empiris yang bersifat profan, sedangkan agama sebaliknya mengandung kepercayaan yang di dalamnya terkandung nilai-nilai moral yang sulit untuk dikaji secara empiris.
Dari perbedaan tersebut di atas, maka terjadi pertentangan antara para ilmuan psikologi dan para agamawan. Hal itu terjadi karena kedua bidang tersebut memiliki metodologi tersendiri dalam menyelesaikan masalahnya. Dimana para ahli psikologi menolak, karena agama tidak dapat dikaji secara empiris dan ilmiah, dengan alasan agama mengandung nuansa simbolik yang bersifat abstrak. Demikian pula kaum agamawan, mereka tidak sepakat apabila agama dikaji secara empiris psikologi, karena mereka khawatir agama akan kehilangan kesakralannya dan kajian psikologi mempengaruhi norma-norma agama yang telah diyakini oleh seseorang.
Namun demikian pertentangan antara para ahli psikologi dan para agamawan akhirnya terselesaikan pada sekitar akhir abad ke 19, yakni ketika munculnya pendapat William James yang memberikan kuliah di bebrapa universitas di Skotlandia. Tulisan James yang berjudul Varieties of Religious Experience, telah memberikan kesan positif atas berkembangnya psikologi agama. James beranggapan bahwa psikologi merupakan salah satu metoda untuk mengembangkan pemahaman keagamaan. Untuk itu James menegaskan bahwa fungsi yang paling esensial bagi para ahli psikologi adalah mengkaji dan mengamati keagamaan tanpa melibatkan dirinya dalam penilaian terhadap kebenaran ajaran-ajaran agama atau memuji nilai-nilai agama.
Berbeda dengan James, Zakiah Darajat berpendapat bahwa ilmu jiwa agama adalah sebuah ilmu yang mengkaji, meneliti, dan menelaah tentang kehidupan beragama seseorang dan mempelajarinya seberapa besar pengaruh keyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah laku serta keadaan hidup pada umumnya. Di samping itu ilmu jiwa agama juga mempelajari pertumbuhan dan perkembangan jiwa agama pada seseorang, dan faktor-faktor yang mempengaruhi keyakinan tersebut.
Di atas telah dijelaskan bahwa psikologi agama merupakan dua bidang kajian yang sama sekali berbeda. Kalaupun keduanya sulit untuk disatukan, namun kenyataannya agama telah banyak mempengaruhi tingkah laku para pemeluknya. Begitu pula sebaliknya, kejiwaan juga mempengaruhi sebagian keyakinan seseorang dalam beragama. Zakiah Darajat mengemukakan, untuk dapat mengetahui pengertian psikologi agama secara jelas, maka kita harus terlebih dahulu mengetahui masing-masing definisi dari keduanya, yakni apa yang dimaksud dengan agama dan apa pula yang dimaksud dengan psikologi. Sehingga akhirnya kita dapat menemukan perbedaan dan persamaan serta fungsi dari keduanya.
Dalam pelaksanaanya, tingkah laku berkaitan erat dengan jiwa dan jasad manusia, sehingga para ahli psikologi berbeda pendapat mengenai apa yang dimaksud dengan tingkah laku itu. Menurut ahli psikoanalisa, tingkah laku itu berkaitan erat dengan aspek-aspek sadar dan ketidaksadaran manusia, karena kedua aspek inilah banyak yang mempengaruhi tingkah laku manusia. Sedangkan menurut pandangan behavioristik, tingkah laku manusia itu didasarkan pada aspek realitas, yaitu aspek phisik manusia yang dapat diamati pada tingkah lakunya. Untuk itu mempelajari psikologi merupakan suatu usaha untuk mengenal manusia lebih dekat dan memahaminya, serta menggambar kepribadian manusia dalam bentuk tingkah lakunya dan mempelajari pula aspek-aspek yang berkaitan dengan dirinya sebagai manusia.
BAB II
OBYEK KAJIAN PSIKOLOGI AGAMA
Melihat kepada rumusan yang diungkapkan oleh Zakiah Darajat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa psikologi agama merupakan salah satu kajian empiris umat beragama. Artinya, dasar-dasar keyakinan dan pemahaman seseorang dapat diteliti secara empiris melalui tingkah laku seseorang dari pemahamannya terhadap agama yang diyakininya. Dalam konsep psikodiagnostik, perilaku beragama seseorang dipahami melalui penafsiran terhadap tanda-tanda tingkah laku, cara berjalan, langkah, gerak isyarat, sikap, penampilan wajah, suara dan seterusnya (lihat Hamdani, 2002: 129).
Kalaupun agama secara khusus tidak dapat dikaji secara empiris, akan tetapi pemahaman keagamaan seseorang yang berwujud dalam bentuk tingkah laku dapat diteliti. Yakni sejauh mana kapasitas seseorang dalam menyakini suatu agama. Sebab adakalanya seseorang yang mengaku dirinya beriman, namun dalam tingkahlakunya tidak mencerminkan nilai-nilai keagamaan yang diyakininya. Demikian pula sebaliknya, seseorang yang dianggap tidak beriman (dalam artian normatif) namun segala tingkah lakunya mencerminkan suatu nilai keagamaan tertentu. Untuk itu dengan kajian empiris yang dilakukan oleh psikologi agama akan dapat diketahui kadar kualitas keimanan seseorang.
Sebab tanpa disadari oleh berbagai kalangan bahwa munculnya kesadaran beragama, pengalaman keagamaan dan gejolak hati seseorang sangat berkaitan dengan psikologi. Sehingga tidak memiliki dasar yang kuat jika seseorang menolak adanya kajian empiris yang dilakukan ahli psikologi agama. Karena penelitian yang dilakukan ahli psikologi agama hanya sebatas pada pengalaman dan kesadaran seseorang dalam memahami keyakinan agamanya, dan tidak mempersoalkan benar tidaknya suatu agama atau norma-norma terbaik dari agama tertentu.
Berdasarkan pendapat di atas, maka penelitian psikologi merujuk pada suatu sistem dari berbagai metode penelitian yang diarahkan pada pemahaman terhadap apa yang telah diperbuat, yang telah dipikirkan dan dirasakan oleh manusia. Sebab pijakan kepribadian manusia berdasarkan pada apa yang telah dipikirkan, dirasakan dan yang telah diperbuat olehnya. Sehingga Robert H. Thouless mengatakan, bahwa seorang peneliti psikologi tertentu dapat mempergunakan salah satu bentuk behaviorisme teoritik di mana ia menganggap bahwa perolehan mengenai tingkah laku manusia sebagai proses mekanik yang ditentukan oleh suatu prinsip yang menyatakan bahwa tingkah laku terpuji cenderung untuk diulangi.
Pada dasarnya psikologi agama tidak membahas tentang iman dan kufur, surga dan neraka, serta hari kiamat dan sebagainya, juga tidak membahas mengenai definisi dan makna agama secara umum. Namun psikologi agama secara khusus mengkaji tentang proses kejiwaan seseorang terhadap tingkah laku dalam kehidupannya sehari-hari. Untuk itu dalam psikologi agama dikenal adanya istilah kesadaran agama (religious consciousness) dan pengalaman agama (religious experience).
Menurut Zakiah Darajat kesadaran agama itu adalah bagian atau hadir (terasa) dalam pikiran dan dapat diuji melalui introspeksi atau disebut juga dengan aspek mental dan aktivitas agama. Sedangkan yang dimaksud pengalaman agama adalah unsur perasaan dan kesadaran agama, yaitu perasaan yang membawa kepada keyakinan yang dihasilkan oleh tindakannya.
Dengan demikian psikologi agama tidak terlibat dalam memberikan penilaian benar atau salahnya suatu agama, yakni tidak mencampuri dan membahas keyakinan agama-agama tertentu. Untuk itu psikologi agama mengkaji dan meneliti proses keberagamaan seseorang, perasaan atau kesadaran beragamanya dalam pola tingkah laku kehidupan sehari-hari. Sehingga dapat ditemukan sejauh mana pengaruh agama dan keyakinan tertentu pada dirinya. Dan yang terpenting adalah bagaimana kelakuan atau tindakan keagamaan yang telah diyakininya. Dengan kata lain bagaimana pengaruh keberagamaan seseorang terhadap proses dan kehidupan yang berkaitan dengan keadaan jiwanya, sehingga terlihat dalam sikap dan tingkah laku secara fisik dan sikap atau tingkah laku secara bathini yang mana dapat diketahui cara berpikir, merasa atau emosinya.
Aristoteles, menggambarkan jiwa sebagai potret badan. Menurut al Farabi, makna jiwa merupakan kesempurnaan awal bagi fisik adalah bahwa manusia dikatakan menjadi sempurna ketika menjadi makhluk yang bertindak. Sebab jiwa merupakan kesempurnaan pertama bagi fisik alamiah dan bukan bagi fisik buatan. Al-Kindi berpendapat, jiwa akan tetap kekal setelah kematian. Ia pindah ke alam kebenaran yang di dalamnya terdapat nur Sang Pencipta. Pentingnya kajian jiwa tersebut, sehingga Ibnu Miskawaih mengatakan, penyebab senang tidak hidup seseorang dipengaruhi oleh jiwa. Jika jiwa seseorang baik, mulia dan senang maka ia harus bergaul dengan orang-orang yang baik (M Utsman Najati, 2002).
Dari penjelasan diatas, ruang lingkup obyek kajian psikologi agama menurut Zakiah Darajat (dalam Hamdani, 2007: 27-28) meliputi kajian :
1. Bermacam-macam emosi yang menjalar diluar kesadaran yang ikut menyertai kehidupan beragama orang biasa (umum), seperti rasa lega dan tentram setelah selesai sholat, rasa lepas dari ketegangan batin sesuadah berdoa atau membaca ayat-ayat suci, perasaan tenang, pasrah dan menyerah setelah berdzikir dan ingat kepada Allah ketika mengalami kesedihan dan kekecewaan yang dialaminya.
2. Bagaimana perasaan dan pengalaman seseorang secara individual kepada Tuhannya, misalnya merasa tentram dan kelegaan batin.
3. Mempelajari, meneliti dan menganalisis pengaruh kepercayaan akan adanya hidup setelah mati (akherat) pada tiap-tiap orang.
4. Meneliti dan mempelajari kesadaran dan perasaan orang terhadap kepercayaan yang berhubungan dengan surga dan neraka serta dosa dan pahala yang turut memberi pengaruh terhadap sikap dan tingkah lakunya dalam kehidupan.
5. Meneliti dan mempelajari bagaimana pengaruh penghayatan seseorang terhadap ayat-ayat suci dan kelegaan batinnya.
Dengan demikian psikologi agama adalah ilmu yang mempelajari dan meneliti tentang pengaruh dan peran pengalaman agama terhadap eksistensi diri seseorang berupa sikap, perilaku, tindakan, penampilan yang muncul di permukaan aktifitas kehidupan secara nyata.
Sebagai disiplin ilmu yang otonom, psikologi agama memiliki obyek kajian tersendiri dari disiplin ilmu yang mempelajari masalah agama lainnya. Sebagai contoh, dalam tujuannya, psikologi agama seperti diungkapkan Robert H. Thouless, memusatkan kajiannya pada agama yang hidup dalam budaya suatu kelompok atau masyarakat. Kajian berpusat pada pemahaman terhadap perilaku keagamaan dengan menggunakan pendekatan psikologi (Bambang, 2008: 18).
BAB III
PENUTUP
Agama bagi sebagaian orang merupakan bentuk ungkapan moral yang paling tinggi, yang selalu menjadi kebutuhan ideal bagi manusia. Karena agama merupakan pandangan hidup yang sesungguhnya tidak dapat dipisahkan dari dirinya. Agama juga memberikan semesta simbolik bagi manusia untuk mengetahui makna dibalik kehidupannya, serta memberikan penjelasan secara komprehensif mengenai berbagai pertanyaan yang tak terjawab, karena agama merupakan suatu kepercayaan dalam bentuk spiritual.
Agama bagi manusia merupakan kekuatan yang dapat mengantarkan manusia itu sendiri, supaya ia dapat mencapai kesempurnaan dan dapat memberikan penjelasan secara menyeluruh tentang realitas kematian, penderitaan, tragedi serta segala sesuatu yang berkaitan erat dengan makna hidupnya.
Oleh karena itu eksistensi rasa agama bagi manusia pada hakikatnya adalah suatu pengalaman dari keyakinan yang difahaminya, sehingga agama dapat merefleksi pada diri pemeluknya yang berdimensi Ketuhanan, psikologis, dan sosiologis. Dimensi Ketuhanan tersebut merupakan sumber nilai kebenaran dan kebaikan, sedangkan dimensi psikologis adalah sisi lain dari keyakinan seseorang yang sangat individual, adapun dimensi sosiologis adalah bentuk pengalaman manusia dari suatu yang telah diyakininya guna membentuk sistem sosial lingkungan yang lebih bermoral.
Psikologi agama pada dasarnya, secara komprehensip membahas dan mengkaji tentang fenomena-fenomena keadaran dan pengalaman psikologis atau tentang rasa keagamaan manusia, yang bertujuan dan berfungsi sebagai penyadaran psikopatalogis manusia dewasa ini. Yakni bagaimana agama dalam hal ini, memiliki peran dan fungsi untuk merehabilitasi, mengantisipasi, dan mengentaskan permasalahan-permasalahan kejiwaan manusia yang diakibatkan oleh pengaruh perkembangan sosio-kultur yang harmonis dengan sebuah pendekatan psikologis.
Yaitu dengan membahas situasi dan kondisi tentang perubahan perkembangan penerimaan dan pengalaman agama pada setiap priode tertentu, yaitu pada masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa, dan masa lansia (usia lanjut). Karena pada masa-masa tersebut perkembangan keagamaan masing-masing individu berbeda-beda, baik dari aspek kwantitas maupun dari aspek kualitas keberagamannya.
DAFTAR PUSTAKA
Asep Abdullah, 2008, Dinamika Psikologi Agama, http://kajiandantelaahislam.blogspot.com
Bambang Syamsul Arifin, 2008, Psikologi Agama, Bandung : Pustaka Setia.
Hamdani Bakran Adz-Dzakiey, 2008, Psikologi Kenabian : Menghidupkan Potensi dan Kepribadian dalam Diri, Yogyakarta : Al Manar.
Hamdani Bakran Adz-Dzakiey, 2008, Konseling dan Psikoterapi Islam, cet. ke-6, Yogyakarta : Al Manar.
M. Ustman Najati, 2002, Jiwa dalam Pandangan Para Filosof Muslim , Bandung : Pustaka Hidayah.
September 24, 2009
LEBARAN TAHUN INI LEBIH BERKESAN
Sehari setelah lebaran, beberapa saudara dari rantau sudah tiba di rumah orang tua di Sindanglaut Kab Cirebon. Berbeda dengan lebaran tahun lalu, kali ini agak berkesan. Hari-hari mengisi libur lebaran, aku, ibu, kakak dan adikku menyempatkan diri mengadakan acara bersama. Apa itu? Berenang dan makan bersama di rumah makan ikan bakar di Sendang Sumber, Rabu (23/9).
Sayangnya, belum semua saudaraku hadir. Kakak pertamaku memilih pulang ke Madiun, tempat tinggal istrinya. Kakak ketiga berhalangan karena sudah masuk kerja di pabrik gula. Adikku keenam pulang lebih dulu ke Ngawi, baru sampai hari kamisnya. Sedangkan adikku pengais bungsu memilih tinggal di rumah. Yang berangkat dua kakak dan dua adikku berikut istri dan anaknya.
Tujuan pertama lokasi yang dikunjungi adalah kolam renang di kawasan Perumnas Cirebon. Walau pun suasananya terlalu ramai karena lebaran namun kita semua mencoba menikmati kebersamaan ini. Semua bersuka cita mandi bersama di kolam renang mini tersebut. Sementara ibunda, mimi mile dari jauh mengawasi anak cucunya yang asyik mandi.
Lapar setelah berenang, kita meluncur ke rumah makan di kawasan sumber Cirebon. Menu sudah kita pesan sejak pagi pukul 09.00. Ada rica-rica, ikan mas bakar, gurame sambal, karedok, es dan lainnya. Sayangnya, selera keluarga sempat menghilang karena pesanan sejak pagi sudah direbut orang tanpa kompromi dari kita. Kecewa juga sih sama pihak rumah makan. Tapi sudah lah. Protes tidak akan membuat perut kita kenyang. Setelah satu jam menunggu kita pun menyantap hidangan yang sudah dipisan. Sudah kenyang langsung pulang ke rumah. Jumat dan Sabtu saudara-saudaraku kembali ke kota besar untuk mengadu nasib. Selamat Jalan, semoga kenangan tahun depan akan lebih baik lagi. Amien...
Sayangnya, belum semua saudaraku hadir. Kakak pertamaku memilih pulang ke Madiun, tempat tinggal istrinya. Kakak ketiga berhalangan karena sudah masuk kerja di pabrik gula. Adikku keenam pulang lebih dulu ke Ngawi, baru sampai hari kamisnya. Sedangkan adikku pengais bungsu memilih tinggal di rumah. Yang berangkat dua kakak dan dua adikku berikut istri dan anaknya.
Tujuan pertama lokasi yang dikunjungi adalah kolam renang di kawasan Perumnas Cirebon. Walau pun suasananya terlalu ramai karena lebaran namun kita semua mencoba menikmati kebersamaan ini. Semua bersuka cita mandi bersama di kolam renang mini tersebut. Sementara ibunda, mimi mile dari jauh mengawasi anak cucunya yang asyik mandi.
Lapar setelah berenang, kita meluncur ke rumah makan di kawasan sumber Cirebon. Menu sudah kita pesan sejak pagi pukul 09.00. Ada rica-rica, ikan mas bakar, gurame sambal, karedok, es dan lainnya. Sayangnya, selera keluarga sempat menghilang karena pesanan sejak pagi sudah direbut orang tanpa kompromi dari kita. Kecewa juga sih sama pihak rumah makan. Tapi sudah lah. Protes tidak akan membuat perut kita kenyang. Setelah satu jam menunggu kita pun menyantap hidangan yang sudah dipisan. Sudah kenyang langsung pulang ke rumah. Jumat dan Sabtu saudara-saudaraku kembali ke kota besar untuk mengadu nasib. Selamat Jalan, semoga kenangan tahun depan akan lebih baik lagi. Amien...
MUDIK SERU, BERLEBARAN DI KOTA MENDOAN
Ada enaknya juga punya isteri orang luar kota. Satu diantaranya bisa merasakan suka duka mudik kalau lebaran. Tahun ini misalnya, seperti tahun-tahun sebelumnya, aku bersama istri dan anak pulang mudik berlebaran di Purwokerto Jawa Tengah. Kendati hanya empat hari, namun berkumpul dengan sanak saudara terasa indah.
Perjalananku ke Purwokerto pada Kamis 17 September 2009 pukul 12.30 dengan menggunakan motor. Istri, anak dan pembantu berangkat lebih pagi pukul 07.00 menggunakan kendaraan jasa travel. Setiap tahun lebaran, baru tahun ini yang terkesan mendadak dan mepet dengan waktu lebaran. Yah, semula mudik dijadwalkan setelah lebaran, namun karena di rumah Cirebon mau ada tamu istimewa datang, maka rencana berubah 180 derajat.
Perjalananku dari Cirebon ke Purwokerto pasti padat, karena sudah dekat waktu lebaran. Namun demikian arus perjalanan cukup lancar. Kemacetan terasa di ruas jalan Ketanggungan karena ada penyempitan jalan dan pintu kereta api karena ada kereta lewat. Bersyukur hingga ke Purwokerto dengan selamat, walau sempat hujan gerimis saat masuk wilayah Pekuncen Ajibarang.
Hari-hari di Purwokerto disibukkan dengan sowan ke sejumlah saudara. Hingga waktu tidak terasa begitu cepat keesokannya lebaran dan kita pulang. Aku sendiri gak sempet main ke temen-temen lama, baik temen kuliah, temen organisasi maupun suadara baru saya di Sumilir Purbalingga. Tapi apa daya, jadwal pekerjaan aku di Cirebon sudah menunggu. Ada acara halal bihalal dan perayaan Dies Natalis sekolah ku mengajar. Akhirnya aku pulang kampung.(*)
Perjalananku ke Purwokerto pada Kamis 17 September 2009 pukul 12.30 dengan menggunakan motor. Istri, anak dan pembantu berangkat lebih pagi pukul 07.00 menggunakan kendaraan jasa travel. Setiap tahun lebaran, baru tahun ini yang terkesan mendadak dan mepet dengan waktu lebaran. Yah, semula mudik dijadwalkan setelah lebaran, namun karena di rumah Cirebon mau ada tamu istimewa datang, maka rencana berubah 180 derajat.
Perjalananku dari Cirebon ke Purwokerto pasti padat, karena sudah dekat waktu lebaran. Namun demikian arus perjalanan cukup lancar. Kemacetan terasa di ruas jalan Ketanggungan karena ada penyempitan jalan dan pintu kereta api karena ada kereta lewat. Bersyukur hingga ke Purwokerto dengan selamat, walau sempat hujan gerimis saat masuk wilayah Pekuncen Ajibarang.
Hari-hari di Purwokerto disibukkan dengan sowan ke sejumlah saudara. Hingga waktu tidak terasa begitu cepat keesokannya lebaran dan kita pulang. Aku sendiri gak sempet main ke temen-temen lama, baik temen kuliah, temen organisasi maupun suadara baru saya di Sumilir Purbalingga. Tapi apa daya, jadwal pekerjaan aku di Cirebon sudah menunggu. Ada acara halal bihalal dan perayaan Dies Natalis sekolah ku mengajar. Akhirnya aku pulang kampung.(*)
September 16, 2009
TAPAK SUCI BUKA PUASA BERSAMA
Sibuk dengan pekerjaan tidak membuat para kader dan pendekar Tapak Suci Putera Muhammadiyah Cirebon tidak bisa berkumpul. Buktinya, Selasa (15/9) kemarin mereka menyempatkan untuk berkumpul dalam acara Buka Puasa Bersama di rumah makan kawasan Tangkil Kab. Cirebon.
Dalam pertemuan tersebut tidak ada agenda lain kecuali berbuka puasa bersama.Acara dijadwalkan lebih awal pukul 15.00 berkumpul di Masjid SMK Muhammadiyah Kedawung Jalan Tuparev 70 Kab. Cirebon. Sekitar pukul 17.00 kader dan pendekar langsung menuju lokasi rumah makan.
Menjelang magrib, Ketua Pimda Tapak Suci Kab Cirebon Parta Juanda menyampaikan sambutan singkatnya. "Alhamdulillah, untuk tahun ini akhirnya kita bisa juga kumpul untuk buka puasa bersama," tuturnya singkat. Dilanjutkan dengan berbuka puasa. Sayangnya beberapa kader lainnya tidak bisa hadir karena berhalangan.
Dalam pertemuan tersebut tidak ada agenda lain kecuali berbuka puasa bersama.Acara dijadwalkan lebih awal pukul 15.00 berkumpul di Masjid SMK Muhammadiyah Kedawung Jalan Tuparev 70 Kab. Cirebon. Sekitar pukul 17.00 kader dan pendekar langsung menuju lokasi rumah makan.
Menjelang magrib, Ketua Pimda Tapak Suci Kab Cirebon Parta Juanda menyampaikan sambutan singkatnya. "Alhamdulillah, untuk tahun ini akhirnya kita bisa juga kumpul untuk buka puasa bersama," tuturnya singkat. Dilanjutkan dengan berbuka puasa. Sayangnya beberapa kader lainnya tidak bisa hadir karena berhalangan.
September 13, 2009
SMKM LEMAHABANG SAWER GAJI KE-13
Puluhan guru SMK Muhammadiyah Lemahabang Cirebon mendapat sawer dari pihak sekolah berupa gaji ke-13. Pemberian itu bersamaan dengan acara buka puasa bersama di sekolah setempat, mengundang Pimpinan Muhammadiyah setingkat daerah dan cabang.
Kepala SMK Muhammadiyah Lemahabang H. Wiryo Santoso, S.Pd, MM.Pd mengatakan, pemberian gaji ke-13 kepada guru dan karyawan tersebut merupakan bentuk komitmennya. Sejak awal, pihaknya berjanji jika siswa sekolahnya terus bertambah akan diberikan imbalan finansial berupa program gaji ke-13.
Pemberian gaji ke-13 ini besar kecilnya ditentukan oleh jam mengajar. Guru yang jam mengajarnya banyak maka akan mendapatkan gaji ke-13 yang banyak pula. Begitu juga sebaliknya, lepas apakah yang bersangkutan guru lama atau masih baru.
Sebelum pembagian gaji ke-13, guru dan karyawan mengikuti tausiyah oleh Pimpinan Muhammadiyah. Selaku penceramah dari Muhammadiyah Cabang Lemahabang adalah H Herman Abdullah, sedangkan dari Pimpinan Daerah Drs. H. Affendi M.Ag. dilanjutnya makan bersama. (*)\
Kepala SMK Muhammadiyah Lemahabang H. Wiryo Santoso, S.Pd, MM.Pd mengatakan, pemberian gaji ke-13 kepada guru dan karyawan tersebut merupakan bentuk komitmennya. Sejak awal, pihaknya berjanji jika siswa sekolahnya terus bertambah akan diberikan imbalan finansial berupa program gaji ke-13.
Pemberian gaji ke-13 ini besar kecilnya ditentukan oleh jam mengajar. Guru yang jam mengajarnya banyak maka akan mendapatkan gaji ke-13 yang banyak pula. Begitu juga sebaliknya, lepas apakah yang bersangkutan guru lama atau masih baru.
Sebelum pembagian gaji ke-13, guru dan karyawan mengikuti tausiyah oleh Pimpinan Muhammadiyah. Selaku penceramah dari Muhammadiyah Cabang Lemahabang adalah H Herman Abdullah, sedangkan dari Pimpinan Daerah Drs. H. Affendi M.Ag. dilanjutnya makan bersama. (*)\
September 07, 2009
NASIB IPSI MASIH TERABAIKAN
Nasib Pengcab IPSI Kota Cirebon masih belum sebagus nasib para atletnya. Kendati atlet Kota Cirebon banyak memberikan kontribusi medali dan pencitraan kota udang ini, namun hingga kini induk organisasi pencak silat ini belum memiliki kesekretariatan yang layak. Rencana pembangunan gedung IPSI masih terhambat bantuan dana.
“IPSI ini belum punya sekretariat yang layak. Selama ini siapa ketuanya, sekretariat IPSI mengikutinya, entah menumpang dimanapun,” keluh Djodjo Sutardjo SE MM, Wakil Ketua IPSI Kota Cirebon dalam sambutannya pada acara Buka Puasa Bersama di sekretariat IPSI sementara di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Gajah Mada Kesambi Kota Cirebon, Sabtu (5/9).
Hadir dalam acara tersebut pengurus IPSI, perwakilan perguruan silat dan undangan dari unsur Pemkot, Dinas Pendidikan, Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga serta Kodim. Sementara itu, ketua umum Cecep Suherman tidak bisa hadir karena sakit, sedangkan ketua harian Topan Barata, S.Sos menyempatkan hadir diakhir acara.
Pihaknya mengakui bahwa Pemkot sudah memberikan pinjaman lokasi pembangunan gedung IPSI di daerah Larangan Perumnas. Sayangnya, gedung itu terhenti di jalan kehabisan dana ketika dalam tahap pembangunan awal. Akibatnya gedung yang baru kerangka baja berdiri tanpa atap itu terancam akan rusak dimakan cuaca.
“Masalah gedung ini harus menjadi perhatian kita bersama, termasuk pihak Pemda. Perlu dipikirkan suntikan dana segar untuk melanjutkan pembagunan gedung IPSI tersebut. Karena keberadaanya sangat dibutuhkan sebagai tempat pemusatan latihan atlet,” ungkapnya.
Ketua Biro Pembinaan Prestasi IPSI Drs H Agus Muharram MM juga mengeluhkan soal pembinaan atlet silat di Kota Cirebon. Padahal akhir tahun ini kontingen silat kotanya akan menghadapi pra kualifikasi porprov di Bandung. “Namun hingga kini pemusatan latihan belum terorganisir oleh IPSI, termasuk dana suplay makan dan minum masih biaya pribadi atlet dan perguronnya.” (*)
“IPSI ini belum punya sekretariat yang layak. Selama ini siapa ketuanya, sekretariat IPSI mengikutinya, entah menumpang dimanapun,” keluh Djodjo Sutardjo SE MM, Wakil Ketua IPSI Kota Cirebon dalam sambutannya pada acara Buka Puasa Bersama di sekretariat IPSI sementara di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Gajah Mada Kesambi Kota Cirebon, Sabtu (5/9).
Hadir dalam acara tersebut pengurus IPSI, perwakilan perguruan silat dan undangan dari unsur Pemkot, Dinas Pendidikan, Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga serta Kodim. Sementara itu, ketua umum Cecep Suherman tidak bisa hadir karena sakit, sedangkan ketua harian Topan Barata, S.Sos menyempatkan hadir diakhir acara.
Pihaknya mengakui bahwa Pemkot sudah memberikan pinjaman lokasi pembangunan gedung IPSI di daerah Larangan Perumnas. Sayangnya, gedung itu terhenti di jalan kehabisan dana ketika dalam tahap pembangunan awal. Akibatnya gedung yang baru kerangka baja berdiri tanpa atap itu terancam akan rusak dimakan cuaca.
“Masalah gedung ini harus menjadi perhatian kita bersama, termasuk pihak Pemda. Perlu dipikirkan suntikan dana segar untuk melanjutkan pembagunan gedung IPSI tersebut. Karena keberadaanya sangat dibutuhkan sebagai tempat pemusatan latihan atlet,” ungkapnya.
Ketua Biro Pembinaan Prestasi IPSI Drs H Agus Muharram MM juga mengeluhkan soal pembinaan atlet silat di Kota Cirebon. Padahal akhir tahun ini kontingen silat kotanya akan menghadapi pra kualifikasi porprov di Bandung. “Namun hingga kini pemusatan latihan belum terorganisir oleh IPSI, termasuk dana suplay makan dan minum masih biaya pribadi atlet dan perguronnya.” (*)
Agustus 24, 2009
PCM BINA GURU DAN KARYAWAN
Pimpinan Cabang Muhammadiyah Lemahabang Kab Cirebon melakukan pembinaan kepada para guru dan karyawan sekolah SMP/SMA/SMK Muhammadiyah, Kamis (20/8). Kegiatan pembinaan itu disatukan dalam kegiatan pengajian rutin bulanan bertempat di Masjid Abu Bakar dilingkungan sekolah setempat.
Hadir dalam kegiatan tersebut ketua PCM Lemahang H Herman Abdullah dan jajaran pimpinan lainnya, termasuk ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Isa Ansori, S.Pd. Dalam sambutannya Isa Ansori mengajak kepada seluruh guru dan karyawan agar bisa bekerja profesional sesuai bidangnya masing-masing.
“Kami tidak menghendaki ada siswa yang kurang mendapat pelayanan yang baik dari Bapak Ibu guru dan karyawan. Karena mereka adalah konsumen kita yang harus mendapatkan perhatian yang baik,” tutur Isa Anshori depan para guru dan karyawan tiga sekolah. (*)
Hadir dalam kegiatan tersebut ketua PCM Lemahang H Herman Abdullah dan jajaran pimpinan lainnya, termasuk ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Isa Ansori, S.Pd. Dalam sambutannya Isa Ansori mengajak kepada seluruh guru dan karyawan agar bisa bekerja profesional sesuai bidangnya masing-masing.
“Kami tidak menghendaki ada siswa yang kurang mendapat pelayanan yang baik dari Bapak Ibu guru dan karyawan. Karena mereka adalah konsumen kita yang harus mendapatkan perhatian yang baik,” tutur Isa Anshori depan para guru dan karyawan tiga sekolah. (*)
Agustus 17, 2009
WARGA CIGAOK MERIAHKAN 17-AN
Tidak kalah dengan daerah lain, warga Cigaok Lemahabang Kulon Kab Cirebon pun meramaikan Hari Kemerdekaan RI ke-64 dengan berbagai lomba. Lomba yang menarik adalah pertandingan sepak bola antar ibu-ibu dengan menggunakan sarung, Senin (17/8).
Sementara lomba lainnya adalah MTQ (baca al Qur’an), kepruk pendil, gapleh, karouke, sepak bola mini, bapak karung, menari modern dance dan lainnya.
Agustus 16, 2009
WARGA SYUKURI PERINGATI KEMERDEKAAN
Warga Kemakmuran Pronggol Kota Cirebon punya tradisi tahunan dalam memperingati HUT RI. Tradisi itu berupa tahlilan dan makan bersama dengan warga di Baperkam (Balai Pertemuan Kampung). Tahun ini misalnya dilaksanakan dengan khidmat bersama warga, Minggu (16/8).
Acara yang dipandu oleh Sekretaris RW 01 Amang Sunjaya itu diawali menyanyikan lagu Indonesia Raya, dilanjutkan sambutan tunggal ketua RW 01 Sumantri. Setelah itu acara doa bersama dipimpin Nasikin, mantan ketua RW 01 periode sebelumnya. Acara ditutup dengan makan bersama. Usai itu warga berbondong-bondong ke Masjid Al Makmur untuk mengikuti pengajian menjelang Ramadhan.
Malam sehari sebelumnya warga disuguhi panggung hiburan kemerdekaan. Pada acara tersebut warga menyaksikan tayangan film dokumenter kegiatan 17-an hasil garapan Guru Deny Rochman, S.Sos. Acara dilanjutkan dengan drama musikal anak-anak dengan tema perjuangan disusul dengan pembagian hadiah lomba. Acara ditutup dengan musik hiburan band dan organ tunggal.
Acara dua malam tersebut merupakan puncak kegiatan. Sepekan sebelumnya sejak 22 Juli hingga minggu pertama Agustus warga mengikuti berbagai lomba kemerdekaan. Lomba-lomba tersebut antara lain bakiak, balap karung, klereng, masukin jarum ke botol, lomba joged bola dan sebagainya. (*)
Agustus 10, 2009
KADER TAPAK SUCI AKHIRNYA NAIK TINGKAT
Setelah hampir sebulan tidak ada kabar, akhirnya sekitar 100 orang kader Tapak Suci Putera Muhammadiyah se-Jawa Barat dikukuhkan kenaikan tingkat sabuknya. Proses pelantikan kenaikan tingkat kader dipusatkan di SMK Muhammadiyah 2 Kabupaten Kuningan, Minggu (9/8).
Hadir dalam acara tersebut beberapa pendekar yang juga pengurus Pimpinan Wilayah Tapak Suci, Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kuningan dan kader Tapak Suci peserta ujian kenaikan tingkat, dari empat kuning ke kader dasar, dasar ke muda, muda ke madya, madya ke kepala dan kader kepala ke kader utama.
Semula acara pelantikan itu dilaksanakan sesuai jadwal 9 Agustus 2009 pukul 09.00. Seperti informasi yang disampaikan ketika ujian kenaikan tingkat di SMP Muhammadiyah 2 Kab Cirebon 18-19 Juli 2009 lalu. Namun dalam pelaksanaanya ada pergeseran waktu menjadi pukul 14.00.
Acara diawali dengan pembukaan, kemudian lari mengelilingi kota kuningan. Dilanjutkan dengan acara pengukuhan secara serentak oleh para pendekar. Acara baru usai setelah jarum jam menunjukkan pukul 17.00. Dalam sambutannya, pihak dewan pendekar berharap agar para kader bisa lebih giat mengembangkan Tapak Suci di daerahnya masing-masing. (*pade)
Juli 21, 2009
100 KADER IKUTI UJIAN TINGKAT
Sebanyak 100 kader Tapak Suci Putera Muhammadiyah se Jawa Barat mengikuti ujian kenaikan tingkat kader di Cirebon, Sabtu-Ahad 18-19 Juli 2009. Mereka datang dari daerah Cirebon, Kuningan, Indramayu, Tasikmalaya, Depok, Bekasi dan beberapa daerah lainnya di Jawa Barat.
Tim penguji sendiri adalah para pendekar utama dibawah naungan Pimpinan Wilayah Tapak Suci Jawa Barat. Ujian dilangsungkan mulai sore hingga dini hari. Keesokan harinya peserta ujian hari 10 km dari komplek SMP Muhammadiyah 2 Tuparev menuju alun-alun Kejaksan Kota Cirebon bolak balik.
Materi yang diujikan adalah tentang kemuhammadiyahan, ketapaksucian, al Islam dan mental beladiri serta ujian jurus. Khusus tingkat kader madya ke kepala dan dari kader kepala ke kader utama materi ujian adalah kreasi jurus karya sendiri, baik tangan kosong maupun menggunakan senjata. Seluruh tingkatan kader ujian ditutup dengan sabung antar kader.
Sebelumnya seluruh peserta ujian mendapatkan materi ceramah tentang Al Islam dan Kemuhammadiyahan oleh Ketua PDM Kota Cirebon Drs. Kosasih Natawijaya. Dilanjutkan ujian tertulis dan ujian lisan tentang baca tulis al Qur’an, kemuhammadiyahan dan sholat.
Diakhir ujian, diberikan materi teknik pemijatan dan teknik jurus golok dan tongkat oleh pendekar utama. (*)
Tim penguji sendiri adalah para pendekar utama dibawah naungan Pimpinan Wilayah Tapak Suci Jawa Barat. Ujian dilangsungkan mulai sore hingga dini hari. Keesokan harinya peserta ujian hari 10 km dari komplek SMP Muhammadiyah 2 Tuparev menuju alun-alun Kejaksan Kota Cirebon bolak balik.
Materi yang diujikan adalah tentang kemuhammadiyahan, ketapaksucian, al Islam dan mental beladiri serta ujian jurus. Khusus tingkat kader madya ke kepala dan dari kader kepala ke kader utama materi ujian adalah kreasi jurus karya sendiri, baik tangan kosong maupun menggunakan senjata. Seluruh tingkatan kader ujian ditutup dengan sabung antar kader.
Sebelumnya seluruh peserta ujian mendapatkan materi ceramah tentang Al Islam dan Kemuhammadiyahan oleh Ketua PDM Kota Cirebon Drs. Kosasih Natawijaya. Dilanjutkan ujian tertulis dan ujian lisan tentang baca tulis al Qur’an, kemuhammadiyahan dan sholat.
Diakhir ujian, diberikan materi teknik pemijatan dan teknik jurus golok dan tongkat oleh pendekar utama. (*)
Juni 20, 2009
MAHASISWA S-2 PSIKOLOGI HADAPI UJIAN
Tidak terasa beberapa bulan kuliah magister sudah dilalui, kini mahasiswa S-2 Psikologi Pendidikan Islam semester I STAIN Cirebon sudah menghadapi Ujian Akhir Semester. Pelaksanaan Ujian berlangsung setiap akhir pekan, Jumat-Sabtu dari tanggal 19 - 29 Juni 2009 di kampus setempat.
Dua hari pertama mahasiswa menjalani ujian mata kuliah Bahasa Arab dan Bahasa Inggris. Pada hari kedua mereka mengerjakan soal filsafat ilmu dan ilmu tafsir hadist. Pekan depan mahasiswa harus bersiap menghadapi ujian mata kuliah studi Islam, sejarah intelektual Islam, Peradaban dan Pemikiran Islam, teknologi komunikasi dan bimbingan konseling. (*)
Dua hari pertama mahasiswa menjalani ujian mata kuliah Bahasa Arab dan Bahasa Inggris. Pada hari kedua mereka mengerjakan soal filsafat ilmu dan ilmu tafsir hadist. Pekan depan mahasiswa harus bersiap menghadapi ujian mata kuliah studi Islam, sejarah intelektual Islam, Peradaban dan Pemikiran Islam, teknologi komunikasi dan bimbingan konseling. (*)
TAPAK SUCI KRISIS KADER
Tapak Suci Cirebon dibuat kesulitan dengan ketiadaan kader militan di organisasi pencak silatnya. Akibatnya musim penerimaan siswa baru tiba banyak cabang latihan yang belum memiliki kepastian kader untuk melatih disana. Padahal tidak sedikit lembaga yang meminta dibukanya cabang latihan Tapak Suci yang baru.
Persoalan itu menjadi agenda utama dalam rapat Pimda Tapak Suci gabungan antara Kabupaten dan Kota Cirebon di sebuah rumah makan di Kecamatan Talun Sumber, Minggu (14/6). Sesuai jadwal rapat itu akan dihadiri seluruh pendekar dan kader Tapak Suci. Namun yang hadir hanya lima orang unsur pimpinan harian.
“Menyikapi persoalan internal Tapak Suci kita akan mengambil langkah taknis agar bisa eksis. Setiap kader diupayakan untuk memegang cabang. Jika sibuk akan ada asisten pelatih. Selain itu latihan setiap minggu akan diadakan lagi sebagai pengayaan keilmuan dan silaturahmi antarsiswa, pelatih dan pengurus,” tutur pendekar Parta Juanda. (*)
Persoalan itu menjadi agenda utama dalam rapat Pimda Tapak Suci gabungan antara Kabupaten dan Kota Cirebon di sebuah rumah makan di Kecamatan Talun Sumber, Minggu (14/6). Sesuai jadwal rapat itu akan dihadiri seluruh pendekar dan kader Tapak Suci. Namun yang hadir hanya lima orang unsur pimpinan harian.
“Menyikapi persoalan internal Tapak Suci kita akan mengambil langkah taknis agar bisa eksis. Setiap kader diupayakan untuk memegang cabang. Jika sibuk akan ada asisten pelatih. Selain itu latihan setiap minggu akan diadakan lagi sebagai pengayaan keilmuan dan silaturahmi antarsiswa, pelatih dan pengurus,” tutur pendekar Parta Juanda. (*)
PENGAJIAN BULANAN SEPI PEMINAT
Pengajian rutin bulan Majelis Tablig dan Dakwah Khusus Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Cirebon sepi jamaah, Ahad (14/6). Pengajian yang bertempat di SMP Muhammadiyah 2 Kedawung itu hanya dihadiri tidak lebih dari 30 orang, satu kelas kurang. Padahal biasanya jumlah jamaah hingga dua kelas penuh.
Dalam pengajian bulanan kali ini menghadirkan pembicara dari Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat Drs. Dadang Syarifuddin, M.Ag. Tema yang diangkat dalam pengajian itu seputar praktek ibadah thoraroh seperti mandi, wudhu dan tayamum. Beberapa bab lainnya juga sempat dibahas karena ditanyakan jamaah.
Beberapa jamaah yang hadir dalam pengajian itu adalah dari Pimpindan Daerah Tapak Suci Putera Muhammadiyah Kabupaten Cirebon yakni Parta Juanda, Deny Rochman, Yani B adarudin, Rosihan Anwar Sukmaya, Andrian Sarnubi. (*)
Dalam pengajian bulanan kali ini menghadirkan pembicara dari Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat Drs. Dadang Syarifuddin, M.Ag. Tema yang diangkat dalam pengajian itu seputar praktek ibadah thoraroh seperti mandi, wudhu dan tayamum. Beberapa bab lainnya juga sempat dibahas karena ditanyakan jamaah.
Beberapa jamaah yang hadir dalam pengajian itu adalah dari Pimpindan Daerah Tapak Suci Putera Muhammadiyah Kabupaten Cirebon yakni Parta Juanda, Deny Rochman, Yani B adarudin, Rosihan Anwar Sukmaya, Andrian Sarnubi. (*)
Mei 22, 2009
LANGKAH MUDAH MENGELOLA MADING SEKOLAH
Siapa yang tidak kenal dengan majalah? Siapapun pasti mengenal media cetak yang bernama majalah. Jika ada yang belum pernah memegang atau membacanya, minimal mereka tahu dan pernah melihatnya. Yah, media cetak berbentuk majalah ini kian mudah ditemui di sekitar kita, termasuk di lingkungan sekolah. Media cetak lainnya juga tumbuh subur, seperti koran,tabloid, bulletin dan lainnya, seiring perkembangan informasi di era reformasi ini.
Pertumbuhan media informasi di lingkungan sekolah banyak bermunculan dengan ragam dan bentuknya. Namun dari berbagai media yang bermunculan di sekolah, yang sering dijumpai adalah dalam bentuk majalah. Biasanya majalah memiliki ukuran 1/2 dari media tabloid dengan kertas kwarto/folio. Majalah yang berada dan beredar di lingkungan sekolah disebut majalah sekolah. Kendati dalam prakteknya, majalah sekolah tidak hanya tampil dalam bentuk media cetak kertas, tetapi juga dalam media papan, triplek dan dinding. Bentuk media informasi yang terakhir itu biasa dikenal dengan istilah majalah dinding.
Majalah sekolah memiliki ciri-ciri khusus, berbeda dengan majalah atau media informasi pada umumnya. Ciri majalah sekolah antara lain :
1. Berada dan beredar dilingkungan sekolah.
2. Pengurus redaksi dikelola oleh siswa dibawah tanggung jawab Pembina OSIS dan kepala sekolah.
3. Sasaran pembaca umumnya siswa.
4. Informasi yang disampaikan bersifat pendidikan.
5. Tampilan desain majalah sopan dan sederhana.
6. Media kreatifitas ada yang menggunakan "dinding"
Kehadiran majalah sekolah, khususnya majalah dinding, di tengah-tengah siswa, semakin lama semakin penting. Mengapa? Majalah dinding (mading) adalah media informasi yang paling murah dan dekat dengan siswa. Jika media ini dikemas dengan baik, unik dan serius maka mading tidak hanya sebagai media kreatifitas siswa, tetapi juga bisa sebagai media informasi, hiburan, pendidikan dan pembelajaran, bahkan sebagai kontrol (pengawasan) pola hubungan sosial di sekolah. Melalui majalah dinding, siswa dapat memanfaakan media teknologi seperti komputer, internet, foto dan alat rekam (tape recorder) hingga mengembangkan jiawa kewirausahaan siswa dalam menggali sumber dana mading melalui swadana siswa, sekolah hingga dari pemasang iklan.
Memang, hampir di setiap sekolah dijumpai adanya majalah dinding. Namun tidak semua sekolah memiliki mading yang baik, unik dan serius. Beberapa mading sekolah malah hanya sebagai papan pengumuman yang diramaikan dengan pemasangan informasi pengumuman, famplet, brosur dan buletin baik dari pihak dalam maupun luar sekolah. Padahal fungsi mading bisa dikembangkan seperti fungsi pers pada umumnya, sebagai media informasi, hiburan, pendidikan dan kontrol sosial.
KELEBIHAN MADING
Ada sejumlah alasan mengapa mading menjadi sebuah media informasi yang paling efektif yang bisa dikembangkan di sekolah daripada majalah sekolah dalam format kertas kwarto/A4. Keunggulan mading antara lain :
1. Dapat mengembangkan daya kreatifitas siswa melalui kreasi tempelan aksesoris dan warna dalam karya tulisan.
2. Media pameran karya siswa dalam mata pelajaran lain seperti kesenian, bahasa Indonesia, teknologi informasi dan komunikasi dan sebagainya.
3. Biaya produksi lebih murah dan mudah. Siswa bisa memanfaatkan limbah kertas dan lainnya yang bisa dimanfaatkan sebagai media menulis.
4. Mengembangkan ketrampilan dibidang teknologi seperti pemanfaatan komputer, printer, internet, kamera dan alat rekam dalam mencari data dan informasi.
Kendati mading memiliki kelebihan sebagai media kreatifitas dan pembelajaran siswa di sekolah, sayangnya belum banyak sekolah yang mengelola media ini dengan baik. Banyak faktor yang melatari redupnya fungsi mading di sekolah, satu diantaranya belum adanya pedoman dalam mengelola organisasi ektrakurikuler jurnalistik sekolah. Hal berbeda dengan ektrakurikuler lainnya yang lebih awal, seperti OSIS, Pramuka, PMR, olahraga, remaja masjid dan lainnya, yang sudah memiliki perangkat administrasi organisasi, baik tingkat local, regional maupun nasional.
Untuk membentuk mading sekolah ada langkah-langkah yang perlu dilakukkan. Langkah-langkah tersebut seperti membentuk pengurus, menentukan rubrikasi mading, format dan periode penerbitan serta sumber dana. Dilanjutkan pengumpulkan bahan naskah penerbitan dan menerbitkan mading.
Setelah membentuk pengurus, menentukan format dan bentuk mading, apakah segi empat vertical, horizontal, bujur sangkar atau format lainnya yang dianggap lebih menarik. Termasuk apakah menerbitkan hanya satu mading satu sekolah, atau dibuat banyak mading di setiap kelas. Setelah disepakati selanjutnya pengurus mengumpulkan bahan-bahan mading, bisa melalui pengurus dan anggota (sumber primer) atau dari siswa lain, guru dan karyawan (sumber sekunder). Pengadaan naskah bisa hasil karya sendiri atau dari media massa, asalkan dikutip sumber medianya.
Setelah bahan penerbitan mading terkumpul, selanjutnya dilakukan pengeditan (perbaikan). Baik pengeditan dari sisi materi isi atau pun penampilan (perwajahan). Isi mading harus terhindar dari hal-hal yang bertentangan dengan aturan sekolah, negara, agama dan msyarakat. Materi mading dituntut menarik, perlu ada koreksi terhadap naskah kiriman, seperti pewarnaan, aksesoris dan sebagainya. Ingat, kekuatan mading itu terletak pada warna warni naskah, aksesoris yang menghiasi dan juga model kreasi huruf. Setelah dipastikan selesai proses pengeditan, maka bahan dan naskah siap diterbitkan.
Dalam mengelola mading agar terorganisir dengan baik maka perlu diperhatikan tiga faktor yaitu personil, sumber dana, sumber daya mading, seperti sumber data informasi. Personil disini maksudnya pengurus dan anggota mading, berikut menggali kemampuan menulis. Sumber dana mading, bisa dari swadana siswa, sekolah dan sponsor dari luar. Sedangkan sumber daya mading seperti bahan-bahan media dan aksesoris untuk membuat mading, data dan informasi yang diperlukan, serta pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Tiga faktor tersebut akan diulas dalam bab-bab berikutnya dalam buku ini.
Pertumbuhan media informasi di lingkungan sekolah banyak bermunculan dengan ragam dan bentuknya. Namun dari berbagai media yang bermunculan di sekolah, yang sering dijumpai adalah dalam bentuk majalah. Biasanya majalah memiliki ukuran 1/2 dari media tabloid dengan kertas kwarto/folio. Majalah yang berada dan beredar di lingkungan sekolah disebut majalah sekolah. Kendati dalam prakteknya, majalah sekolah tidak hanya tampil dalam bentuk media cetak kertas, tetapi juga dalam media papan, triplek dan dinding. Bentuk media informasi yang terakhir itu biasa dikenal dengan istilah majalah dinding.
Majalah sekolah memiliki ciri-ciri khusus, berbeda dengan majalah atau media informasi pada umumnya. Ciri majalah sekolah antara lain :
1. Berada dan beredar dilingkungan sekolah.
2. Pengurus redaksi dikelola oleh siswa dibawah tanggung jawab Pembina OSIS dan kepala sekolah.
3. Sasaran pembaca umumnya siswa.
4. Informasi yang disampaikan bersifat pendidikan.
5. Tampilan desain majalah sopan dan sederhana.
6. Media kreatifitas ada yang menggunakan "dinding"
Kehadiran majalah sekolah, khususnya majalah dinding, di tengah-tengah siswa, semakin lama semakin penting. Mengapa? Majalah dinding (mading) adalah media informasi yang paling murah dan dekat dengan siswa. Jika media ini dikemas dengan baik, unik dan serius maka mading tidak hanya sebagai media kreatifitas siswa, tetapi juga bisa sebagai media informasi, hiburan, pendidikan dan pembelajaran, bahkan sebagai kontrol (pengawasan) pola hubungan sosial di sekolah. Melalui majalah dinding, siswa dapat memanfaakan media teknologi seperti komputer, internet, foto dan alat rekam (tape recorder) hingga mengembangkan jiawa kewirausahaan siswa dalam menggali sumber dana mading melalui swadana siswa, sekolah hingga dari pemasang iklan.
Memang, hampir di setiap sekolah dijumpai adanya majalah dinding. Namun tidak semua sekolah memiliki mading yang baik, unik dan serius. Beberapa mading sekolah malah hanya sebagai papan pengumuman yang diramaikan dengan pemasangan informasi pengumuman, famplet, brosur dan buletin baik dari pihak dalam maupun luar sekolah. Padahal fungsi mading bisa dikembangkan seperti fungsi pers pada umumnya, sebagai media informasi, hiburan, pendidikan dan kontrol sosial.
KELEBIHAN MADING
Ada sejumlah alasan mengapa mading menjadi sebuah media informasi yang paling efektif yang bisa dikembangkan di sekolah daripada majalah sekolah dalam format kertas kwarto/A4. Keunggulan mading antara lain :
1. Dapat mengembangkan daya kreatifitas siswa melalui kreasi tempelan aksesoris dan warna dalam karya tulisan.
2. Media pameran karya siswa dalam mata pelajaran lain seperti kesenian, bahasa Indonesia, teknologi informasi dan komunikasi dan sebagainya.
3. Biaya produksi lebih murah dan mudah. Siswa bisa memanfaatkan limbah kertas dan lainnya yang bisa dimanfaatkan sebagai media menulis.
4. Mengembangkan ketrampilan dibidang teknologi seperti pemanfaatan komputer, printer, internet, kamera dan alat rekam dalam mencari data dan informasi.
Kendati mading memiliki kelebihan sebagai media kreatifitas dan pembelajaran siswa di sekolah, sayangnya belum banyak sekolah yang mengelola media ini dengan baik. Banyak faktor yang melatari redupnya fungsi mading di sekolah, satu diantaranya belum adanya pedoman dalam mengelola organisasi ektrakurikuler jurnalistik sekolah. Hal berbeda dengan ektrakurikuler lainnya yang lebih awal, seperti OSIS, Pramuka, PMR, olahraga, remaja masjid dan lainnya, yang sudah memiliki perangkat administrasi organisasi, baik tingkat local, regional maupun nasional.
Untuk membentuk mading sekolah ada langkah-langkah yang perlu dilakukkan. Langkah-langkah tersebut seperti membentuk pengurus, menentukan rubrikasi mading, format dan periode penerbitan serta sumber dana. Dilanjutkan pengumpulkan bahan naskah penerbitan dan menerbitkan mading.
Setelah membentuk pengurus, menentukan format dan bentuk mading, apakah segi empat vertical, horizontal, bujur sangkar atau format lainnya yang dianggap lebih menarik. Termasuk apakah menerbitkan hanya satu mading satu sekolah, atau dibuat banyak mading di setiap kelas. Setelah disepakati selanjutnya pengurus mengumpulkan bahan-bahan mading, bisa melalui pengurus dan anggota (sumber primer) atau dari siswa lain, guru dan karyawan (sumber sekunder). Pengadaan naskah bisa hasil karya sendiri atau dari media massa, asalkan dikutip sumber medianya.
Setelah bahan penerbitan mading terkumpul, selanjutnya dilakukan pengeditan (perbaikan). Baik pengeditan dari sisi materi isi atau pun penampilan (perwajahan). Isi mading harus terhindar dari hal-hal yang bertentangan dengan aturan sekolah, negara, agama dan msyarakat. Materi mading dituntut menarik, perlu ada koreksi terhadap naskah kiriman, seperti pewarnaan, aksesoris dan sebagainya. Ingat, kekuatan mading itu terletak pada warna warni naskah, aksesoris yang menghiasi dan juga model kreasi huruf. Setelah dipastikan selesai proses pengeditan, maka bahan dan naskah siap diterbitkan.
Dalam mengelola mading agar terorganisir dengan baik maka perlu diperhatikan tiga faktor yaitu personil, sumber dana, sumber daya mading, seperti sumber data informasi. Personil disini maksudnya pengurus dan anggota mading, berikut menggali kemampuan menulis. Sumber dana mading, bisa dari swadana siswa, sekolah dan sponsor dari luar. Sedangkan sumber daya mading seperti bahan-bahan media dan aksesoris untuk membuat mading, data dan informasi yang diperlukan, serta pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Tiga faktor tersebut akan diulas dalam bab-bab berikutnya dalam buku ini.
PEDOMAN MADING SEKOLAH SIAP DIBUKUKAN
Kendala utama dalam pengelolaan majalah dinding sekolah adalah belum adanya pedoman manajemen mading. Pada waktu yang sama, tidak semua guru termasuk guru Bahasa Indonesia, memiliki latar belakang jurnalistik, apalagi yang pernah berprofesi wartawan. Kondisi ini berakibat pada pengelolaan mading sekolah yang asal jalan. Padahal jika dikelola dengan baik dan serius, mading sangat mendukung kegiatan belajar mengajar, baik di dalam maupun luar kelas.
Problem tersebut menjadi pemicu lahirnya buku ini, dengan judul "MENYULAP MAJALAH SEKOLAH BIAR KEREN DAN BEKEN, Langkah Mudah dan Sukses dalam Mengelola Majalah Dinding. Sepintas judul tersebut terlalu berlebihan, tetapi jika dicermati lebih dalam isi dari tulisan ini maka redaksi judul tersebut tidak berlebihan. Tulisan ini akan mengajarkan bagaimana secara teknis mengajarkan siswa dalam mengelola mading sekolah, mulai pembentukan pengurus hingga penerbitan madding dan pemanfaatan teknologi.
Penulis buku ini adalah Pade alias Pak Deny Rochman, S.Sos. Beliau adalah guru IPS yang menjadi pembina majalah dinding sekolah kita. Buku yang ditulisnya itu adalah hasil pengalamannya selama ini mengelola mading sekolah. Selain itu, ditambah lagi pengalaman pade saat menjadi wartawan sebuah media massa grup Jawa Pos. Bagi yang berminat memiliki buku ini silahkan hubungi redaksi madding Demofat di nelpon 0231-3339151.
Problem tersebut menjadi pemicu lahirnya buku ini, dengan judul "MENYULAP MAJALAH SEKOLAH BIAR KEREN DAN BEKEN, Langkah Mudah dan Sukses dalam Mengelola Majalah Dinding. Sepintas judul tersebut terlalu berlebihan, tetapi jika dicermati lebih dalam isi dari tulisan ini maka redaksi judul tersebut tidak berlebihan. Tulisan ini akan mengajarkan bagaimana secara teknis mengajarkan siswa dalam mengelola mading sekolah, mulai pembentukan pengurus hingga penerbitan madding dan pemanfaatan teknologi.
Penulis buku ini adalah Pade alias Pak Deny Rochman, S.Sos. Beliau adalah guru IPS yang menjadi pembina majalah dinding sekolah kita. Buku yang ditulisnya itu adalah hasil pengalamannya selama ini mengelola mading sekolah. Selain itu, ditambah lagi pengalaman pade saat menjadi wartawan sebuah media massa grup Jawa Pos. Bagi yang berminat memiliki buku ini silahkan hubungi redaksi madding Demofat di nelpon 0231-3339151.
KEPRIBADIAN DIUSULKAN MASUK SERTIFIKASI
Aspek kepribadian guru diusulkan masuk dalam penilaian sertifikasi guru. Karena hal itu dianggap sangat penting dalam menciptakan guru yang profesional. Belum tentu guru yang cerdas secara intelektual memiliki kepribadian yang baik, sehingga ketika mengajar di kelas guru tersebut kurang memberi motivasi kepada siswa.
Hal itu diusulkan Deny Rochman, S.Sos dalam Pelatihan Guru yang diselenggarakan oleh Telkom dan Harian Umum Republika di kantor cabang Telkom Cirebon. Menurutnya, persoalan penting dalam mengajar dalam persoalan pendekatan kepribadian dengan siswa didik. Keberhasilan pembelajaran siswa selain didukung materi pelajaran juga menyentuh motivasi belajar siswa.
“Pentingnya masalah kepribadian mestinya pemerintah memasukkan aspek keperibadian dalam penilaian sertifikasi guru. Selama ini sertifikasi guru hanya mengukur kemampuan akademis yang bersangkutan melalui portofolio dan diklat. Sementara sisi kepribadiannya kurang begitu dilihat. Padahal kepribadian itu merupakan ruh yang bisa membangkitkan semangat belajar siswa,” tutur Deny di depan 50 peserta lainnya se wilayah Cirebon dan Tegal.
Deny Rochman sendiri hadir sebagai peserta pelatihan mewakili sekolahnya SMP Negeri 4 Cirebon. Ia datang bersama teman satu sekolahnya, Febriani Nurkhasanah. Dalam pelatihan itu disampaikan materi tentang motivasi, kepemimpinan, proses kreatif, komunikasi efektif, tren informatika teknologi dan sebagainya. Pembicara yang ditampilkan juga ahli di bidangnyanya seperti Putu Wijaya, Hanas Haque dan sebagainya.
Hal itu diusulkan Deny Rochman, S.Sos dalam Pelatihan Guru yang diselenggarakan oleh Telkom dan Harian Umum Republika di kantor cabang Telkom Cirebon. Menurutnya, persoalan penting dalam mengajar dalam persoalan pendekatan kepribadian dengan siswa didik. Keberhasilan pembelajaran siswa selain didukung materi pelajaran juga menyentuh motivasi belajar siswa.
“Pentingnya masalah kepribadian mestinya pemerintah memasukkan aspek keperibadian dalam penilaian sertifikasi guru. Selama ini sertifikasi guru hanya mengukur kemampuan akademis yang bersangkutan melalui portofolio dan diklat. Sementara sisi kepribadiannya kurang begitu dilihat. Padahal kepribadian itu merupakan ruh yang bisa membangkitkan semangat belajar siswa,” tutur Deny di depan 50 peserta lainnya se wilayah Cirebon dan Tegal.
Deny Rochman sendiri hadir sebagai peserta pelatihan mewakili sekolahnya SMP Negeri 4 Cirebon. Ia datang bersama teman satu sekolahnya, Febriani Nurkhasanah. Dalam pelatihan itu disampaikan materi tentang motivasi, kepemimpinan, proses kreatif, komunikasi efektif, tren informatika teknologi dan sebagainya. Pembicara yang ditampilkan juga ahli di bidangnyanya seperti Putu Wijaya, Hanas Haque dan sebagainya.
Mei 08, 2009
RENCANA PROGRAM BIMBINGAN KONSELING
1. DASAR PEMIKIRAN
Indikator keberhasilan pendidikan nasional tidak hanya dilihat dari penguasaan anak didik secara akademis. Aspek psikomotor (gerak) dan afektif (rasa) menjadi bagian yang tidak kalah pentingnya dalam mewujudkan kepribadian anak yang paripurna. Kecerdasan anak didik dipahami tidak hanya dari sisi otak, tetapi juga perilaku dan sikap positif anak. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional kontekstual yang tertuang dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tersebut tujuan pendidikan adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Secara tersirat, kemampuan yang harus dimiliki siswa selain aspek akademis juga aspek perkembangan pribadi, sosial, kematangan intelektual dan sistem nilai peserta didik. Terkait dengan itu bahwa pendidikan yang bermutu di Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah pendidikan yang mengantarkan siswa pada pencapaian standard akademis yang diharapkan dalam kondisi perkembangan diri yang sehat dan optimal.
Siswa SMP sebagian besar remaja awal yang memiliki karakteristik, kebutuhan dan tugas-tugas perkembangan yang harus terpenuhi. Pada masa sekarang, remaja usia SMP dihadapkan pada problematika social akibat dampak negative perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berbagai hiburan di media massa secara perlahan melakukan pendangkalan moral sehingga membentuk sikap pragamtisme remaja. Mereka terobsesi hidup enak secara instant, kendati harus “tersesat” di jalan.
2. VISI DAN MISI
Visi :
Terbentuknya kepribadian siswa berakhlak mulia, cerdas dan berprestasi.
Misi :
a. Membentuk kepribadian siswa yang berakhlak mulia melalui kegiatan keagamaan dan bimbingan rohani.
b. Bimbingan belajar secara kontinu agar mencapai nilai di atas standar minimum.
c. Menggali potensi siswa dalam meraih prestasi yang gemilang dalam berbagai bidang (akademik dan non akademik).
3. TUJUAN
a. Mencapai perkembangan diri yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b. Mempersiapkan diri, menerima dan bersikap positif serta dinamis terhadap perubahan fisik dan psikis.
c. Mencapai pola hubungan yang baik dengan sesama teman sebaya dalam peranannya sebagai pria atau wanita.
d. Memantapkan nilai dan cara bertingkah laku yang dapat diterima dalam kehidupan social.
e. Mengenal kemampuan, bakat dan minat serta kecenderungan karir dan apresiasi seni.
f. Mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan sesuai dengan kebutuhan.
4. KOMPONEN PROGRAM
a. Layanan Dasar
1) Bimbingan klasikal
2) Pelayanan orientasi
3) Pelayanan informasi
4) Bimbingan kelompok
5) Pelayanan pengumpulan data
b. Responsif
1) Konseling individu dan kelompok
2) Referal (rujukan/alih tangan)
3) Kerjasama dengan wali kelas/guru mata pelajaran
4) Kerjsama dengan orangtua
5) Kerjsama dengan pihak terkait diluar sekolah
6) Konsultasi
7) Bimbingan teman sebaya
8) Konfrensi kasus
9) Kunjungan rumah (home visit)
c. Perencanaan individu
Dalam perencanaan individu ini guru BK membantu siswa melakukan analisis kekuatan dan kelemahan siswa yang bersangkutan berdasarkan data dan informasi yang diperoleh, seperti pencapaian tugas-tugas perkembangan, aspek pribadi, social, belajar dan karier.
Informasi tentang pribadi, social, pendidikan dan karier yang diperoleh guru BK untuk : (1) merumuskan tujuan, dan merencanakan kegiatan yang menunjang pengembangan dirinya, atau kegiatan yang berfungsi untuk memperbaiki kelemahan dirinya; (2) melakukan kegiatan yang sesuai dengan tujuan atau perencanaan yang telah ditetapkan, dan (3) mengevaluasi kegiatan yang telah dilakukannya.
d. Dukungan system
1) Pengembangan profesi
2) Manajemen program
3) Riset dan pengembangan
5. STRATEGI
a. Menjalin kerjasama dengan wali kelas dalam melakukan bimbingan konseling, baik dalam karir maupun permasalahan siswa.
b. Menjalin komunikasi secara periodik dengan orangtua siswa, baik untuk koordinasi perkembangan kepribadian anak ataupun permasalahan yang dihadapinya.
c. Membuka jaringan kerjasama dengan lembaga pemerintah, konsultan atau NGO (non government organization) yang bergerak pada bidang psikologi remaja.
6. PERSONEL
Dalam melaksanakan program Bimbingan Konseling disiapkan petugas yang terdiri dari unsure guru BK dan wali kelas dibantu guru-guru lain yang diberi tugas tambahan oleh sekolah.
7. SARANA DAN BIAYA
a. Komputer Rp. 3.000.000
b. Printer Rp. 800.000
c. Alat tulis kantor Rp. 200.000
d. Buku tulis besar 5 buah Rp. 100.000
e. Kertas HVS Rp. 35.000
f. Tape recorder Rp. 600.000
g. Kursi meja satu set Rp. 2.000.000
h. Karpet 5 x 4 meter Rp. 500.000
i. DVD player Rp. 350.000
j. Televisi 20” Rp. 1.000.000
k. Transport Home visit Rp. 500.000
8. RENCANA EVALUASI DAN TINDAK LANJUT
Langkah-langkah evaluasi :
a. Merumuskan masalah
b. Mengembangkan dan menyusun instrument
c. Melakukan tindak lanjut
Indikator keberhasilan pendidikan nasional tidak hanya dilihat dari penguasaan anak didik secara akademis. Aspek psikomotor (gerak) dan afektif (rasa) menjadi bagian yang tidak kalah pentingnya dalam mewujudkan kepribadian anak yang paripurna. Kecerdasan anak didik dipahami tidak hanya dari sisi otak, tetapi juga perilaku dan sikap positif anak. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional kontekstual yang tertuang dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tersebut tujuan pendidikan adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Secara tersirat, kemampuan yang harus dimiliki siswa selain aspek akademis juga aspek perkembangan pribadi, sosial, kematangan intelektual dan sistem nilai peserta didik. Terkait dengan itu bahwa pendidikan yang bermutu di Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah pendidikan yang mengantarkan siswa pada pencapaian standard akademis yang diharapkan dalam kondisi perkembangan diri yang sehat dan optimal.
Siswa SMP sebagian besar remaja awal yang memiliki karakteristik, kebutuhan dan tugas-tugas perkembangan yang harus terpenuhi. Pada masa sekarang, remaja usia SMP dihadapkan pada problematika social akibat dampak negative perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berbagai hiburan di media massa secara perlahan melakukan pendangkalan moral sehingga membentuk sikap pragamtisme remaja. Mereka terobsesi hidup enak secara instant, kendati harus “tersesat” di jalan.
2. VISI DAN MISI
Visi :
Terbentuknya kepribadian siswa berakhlak mulia, cerdas dan berprestasi.
Misi :
a. Membentuk kepribadian siswa yang berakhlak mulia melalui kegiatan keagamaan dan bimbingan rohani.
b. Bimbingan belajar secara kontinu agar mencapai nilai di atas standar minimum.
c. Menggali potensi siswa dalam meraih prestasi yang gemilang dalam berbagai bidang (akademik dan non akademik).
3. TUJUAN
a. Mencapai perkembangan diri yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b. Mempersiapkan diri, menerima dan bersikap positif serta dinamis terhadap perubahan fisik dan psikis.
c. Mencapai pola hubungan yang baik dengan sesama teman sebaya dalam peranannya sebagai pria atau wanita.
d. Memantapkan nilai dan cara bertingkah laku yang dapat diterima dalam kehidupan social.
e. Mengenal kemampuan, bakat dan minat serta kecenderungan karir dan apresiasi seni.
f. Mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan sesuai dengan kebutuhan.
4. KOMPONEN PROGRAM
a. Layanan Dasar
1) Bimbingan klasikal
2) Pelayanan orientasi
3) Pelayanan informasi
4) Bimbingan kelompok
5) Pelayanan pengumpulan data
b. Responsif
1) Konseling individu dan kelompok
2) Referal (rujukan/alih tangan)
3) Kerjasama dengan wali kelas/guru mata pelajaran
4) Kerjsama dengan orangtua
5) Kerjsama dengan pihak terkait diluar sekolah
6) Konsultasi
7) Bimbingan teman sebaya
8) Konfrensi kasus
9) Kunjungan rumah (home visit)
c. Perencanaan individu
Dalam perencanaan individu ini guru BK membantu siswa melakukan analisis kekuatan dan kelemahan siswa yang bersangkutan berdasarkan data dan informasi yang diperoleh, seperti pencapaian tugas-tugas perkembangan, aspek pribadi, social, belajar dan karier.
Informasi tentang pribadi, social, pendidikan dan karier yang diperoleh guru BK untuk : (1) merumuskan tujuan, dan merencanakan kegiatan yang menunjang pengembangan dirinya, atau kegiatan yang berfungsi untuk memperbaiki kelemahan dirinya; (2) melakukan kegiatan yang sesuai dengan tujuan atau perencanaan yang telah ditetapkan, dan (3) mengevaluasi kegiatan yang telah dilakukannya.
d. Dukungan system
1) Pengembangan profesi
2) Manajemen program
3) Riset dan pengembangan
5. STRATEGI
a. Menjalin kerjasama dengan wali kelas dalam melakukan bimbingan konseling, baik dalam karir maupun permasalahan siswa.
b. Menjalin komunikasi secara periodik dengan orangtua siswa, baik untuk koordinasi perkembangan kepribadian anak ataupun permasalahan yang dihadapinya.
c. Membuka jaringan kerjasama dengan lembaga pemerintah, konsultan atau NGO (non government organization) yang bergerak pada bidang psikologi remaja.
6. PERSONEL
Dalam melaksanakan program Bimbingan Konseling disiapkan petugas yang terdiri dari unsure guru BK dan wali kelas dibantu guru-guru lain yang diberi tugas tambahan oleh sekolah.
7. SARANA DAN BIAYA
a. Komputer Rp. 3.000.000
b. Printer Rp. 800.000
c. Alat tulis kantor Rp. 200.000
d. Buku tulis besar 5 buah Rp. 100.000
e. Kertas HVS Rp. 35.000
f. Tape recorder Rp. 600.000
g. Kursi meja satu set Rp. 2.000.000
h. Karpet 5 x 4 meter Rp. 500.000
i. DVD player Rp. 350.000
j. Televisi 20” Rp. 1.000.000
k. Transport Home visit Rp. 500.000
8. RENCANA EVALUASI DAN TINDAK LANJUT
Langkah-langkah evaluasi :
a. Merumuskan masalah
b. Mengembangkan dan menyusun instrument
c. Melakukan tindak lanjut
BUNGA RAMPAI FILSAFAT ILMU
Sesi 1
FILSAFAT ILMU
Apa itu filsafat ilmu? Apa perbedaan filsafat ilmu dengan ilmu filsafat? Sebuah pertanyaan mendasar yang disampaikan Prof. Dr. H. Cecep Sumarna, M.Ag kepada para mahasiswa pascasarjana STAIN Cirebon pada kuliah perdananya 28 Februari 2009 lalu. Dijelaskan, filsafat ilmu pokok kajiannya adalah ilmu, sementara ilmu filsafat pokok kajiannya lebih kepada filsafat. Ilmu adalah pengetahuan yang sudah terorganisasi secara sistemik (teori) diperoleh melalui logika. Sedangkan filsafat dapat diartikan menemukan kebenaran melalui akal sehat rasional.
Secara etimologi, istilah filsafat dari bahasa Yunani, artinya philosophia dan philosopos. Menurut bentuk kata, philosophia dan philosopos diambil dari kata philos dan shopia atau philos dan shopos. Philos berarti cinta dan shopia atau shopos berarti kebijaksanaan, pengetahuan dan hikmah. Dengan kata lain, seseorang dapat disebut berfilsafat ketia ia aktif melakukan usaha untuk memperoleh kebijaksanaan.
Namun ilmu dan pengetahuan dua hal yang berbeda. Ilmu seperti dijelaskan di atas, sedangkan pengetahuan merupakan informasi yang belum tertata secara sistemik. Contohnya, ketika kita ketemu dengan wanita cantik, hal itu masih sebatas pengetahuan, belum dianggap sistematis. Pertanyaan sekarang, apa itu ciri-ciri wanita cantik? Disini perlu ada pembuktian asumsi/hipotesis ketika kita secara berulang bertemu dengan wanita yang dianggap cantik. Proses pengulangan itu kemudian melahirkan kriteria teori cantik.
Dalam konteks ini, ilmu dianggap sebagai sumber kebenaran hakiki. Sekalipun kebenaran ilmu tergantung dari perspektif seseorang. Aristoteles, misalnya, melihat kebenaran obyektif ada pada empiris (kenyataan yang terjadi). Sedangkan menurut Plato, kebenaran empiris merupakan kebenaran yang tidak hakiki. Plato mencontohkan fenomena kayu yang dicelubkan ke dalam air. Secara empiris tongkat itu akan terlihat bengkok, padahal jika diangkat dari air akan kembali terlihat lurus. Contoh tersebut menunjukkan bahwa kebenaran logika dianggap kebenaran hakiki. Kendati menurut Al Ghozali, ia kurang sependapat. Menurutnya kebenaran hakiki bersumber dari hati.
Lepas perdebatan tentang sumber kebenaran hakiki, mempelajari filsafat ilmu memiliki manfaat tersendiri, khususnya bagi mereka yang tengah menempuh studi seperti mahasiswa. Mereka yang berfikir filsafat, akan bersikap kritis (radikal) dalam memahami gejala sosial yang ada. Dengan berfilsafat, seseorang akan lebih berfikir sistemik, artinya pola logikanya bergerak selangkah demi selangkah (step by step), penuh kesadaran, berurutan dan penuh rasa tanggung jawab. Manfaat lain belajar filsafat, selalu berfikir universal, menyeluruh dalam memahami fenomena yang terjadi. Namun juga akan berfikir spekualtif, berandai-andai melakukan asumsi-asumsi sehingga bisa melakukan pembuktian secara empiris ilmiah.
Filsafat ilmu merupakan salah satu dari berbagai cabang ilmu filsafat lainnya. Cabang ilmu filsafat lainnya seperti ada teori hakikat (ontologi), teori pengetahuan (epistomologi) dan teori nilai (aksiologi). Khusus pada teori hakikat, dijumpai ada tiga aliran yaitu aliran idealisme, materialisme dan aliran dualisme. Aliran idealisme berpendapat, dibalik realitas fisik ada sesuatu yang tidak nampak. Sedangkan materialisme melihat, dibalik realitas ada aspek materi. Dan aliran dualisme merupakan bentuk keseimbangan antara dua aliran sebelumnya bahwa dalam memahami realitas, ada sesuatu yang nampak dan juga sesuatu yang bersifat materi.
Bagaimana dengan kajian filsafat ilmu? Ilmu yang lahir sekitar abad ke-18 masehi ini hendak mengkaji ilmu dari sisi kefilsafatan yakni untuk memberikan jawaban terhadap sejumlah pertanyaan seputar ilmu: apa itu ilmu, bagaimana ilmu diperoleh dan untuk apa ilmu itu ditemukan? Pertanyaan-pertanyaan itu secara berurutan akan dijawab oleh teori hakikat, pengetahuan dan teori nilai. Secara historis, filsafat ilmu merupakan antitesis terhadap paradigma positivistik yang berkembang pada abad itu. Filsafat ilmu bertugas membuka pikiran manusia agar mempelajari dengan serius proses logika dan imajinatif dalam cara kerja ilmu pengetahuan.
Sesi 2
SEJARAH ILMU PENGETAHUAN
Bicara tentang sejarah ilmu pengetahuan tidak lepas dengan negeri bernama Yunani. Negeri ini pertama kali yang membuka diri untuk mengakses dan mengembangkan ilmu pengetahuan tanpa sekat batas geografis dan ideologi yang dianut masyarakat. Kebangkitan sains Eropa Barat adalah hasil semangat baru dalam meniliti, inviestigasi dengan metode-metode baru, eksperimen, penyelidikan, pengukuran dan pembangunan matematikal yang secara emberio telah ada sejak jaman Yunani.
Menurut K. Bernetens (dalam Cecep, 2006:4-5), ada tiga faktor yang menyebabkan Yunani menjadi negeri yang besar. Pertama, Yunani memiliki kekayaan yang sangat luas dan luar biasa dalam aspek mitologi (mitos) sehingga berbagai fenomena alam mencoba untuk diteliti. Kedua, Yunani memiliki kesusastraan yang sangat tinggi dari mulai dongeng, teka teki dan amtsal-amtsal. Ketiga, secara geografis negeri ini berdekatan dengan Cina dan Mesir (Babylonia). Pada daerah-daerah itu ilmu pengetahuan sudah berkembang.
Aspek mitologi dianggap sebagai faktor utama lahir dan berkembangnya para filosof di negeri Yunani. Maka banyak lahir nama-nama tokoh besar seperti Socrates, Plato dan Aristoteles, Thales, Anaximandaros, Anaximenes, Phytagoras, Xenophanes, Heraclitus, Anaxagoras, Leuxipos dan Democritus. Dari tokoh-tokoh besar itu hanya tiga nama pertama diawal yang lebih dikenal luas pemikirannya. Ini karena Socrates, Plato dan Aristoteles, sangat intens merasionalisasikan ilmu pengetahuan.
Filsafat Yunani yang semula sangat mitologis kemudian berkembang menjadi ilmu pengetahuan yang meliputi berbagai bidang. Kuntobiwisono menjelaskan, corak filsafat mitologis tersebut mendorong manusia untuk “berani” menerobos lebih jauh terhadap dunia penggejalaan, untuk mengetahui sesuatu yang eka (menafisik), tetap, abadi (eternal), dibalik bhineka, berubah dan sementara.
Perkembangan ilmu pengetahuan secara historis melewati dalam tiga fase. Fase pertama ilmu di era patristik (Kristen awal), fase kedua ilmu di era skolastik (Islam awal) dan fase ketiga ilmu di era modern. Pada fase Kristen awal, ilmu dibawah kendali dogma gereja. Ini terjadi sejak sepeninggal Aristoteles sehingga masyarakat Yunani kuno yang semula sudah berubah dari mistik ke dunia ilmu (sekuler) kemudian kembali lagi kepada dunia mistik. Filsafat berubah bercorak teologis dan ideologis, bersifat tertutup daripada sebelumnya yang terbuka, kritis, dealektik dan ilmiah. Ilmuwan-ilmuwan yang kritis dengan pihak gereja tidak segan-segan untuk dihabisi.
Perkembangan ilmu pengetahuan mulai mendapat tempatnya ketika pada fase Islam awal, seiring perkembangan Islam di Timur Tengah. Berkembangnya ilmu dalam dunia Islam dipengaruhi oleh dua hal. Pertama, dalam nash-nash Qur’an disebutkan pentingnya ilmu pengetahuan. Kedua, ilmu pengetahuan yang ada dan baru ditemukan tidak bertentangan dengan nash-nash Qur’an. Hal yang berbeda terjadi pada nash-nash kitab suci umat Kristen kala itu, sehingga pihak gereja lebih otoriter.
Dalam perkembangannya, umat Islam banyak melahirkan tokoh-tokoh filsafat seperti Ibnu Rusyd, al Farabi, al Biruni, Ibnu Sina dan sebagainya. Lahirnya para pemikir Islam telah mengakibatkan munculnya pemikiran-pemikiran yang sangat luar biasa. Yang menarik, para ilmuwan pada masa kejayaan Islam tidak pernah bernasib malang seperti pada era kejayaan (dogma gereja) Kristen.
Setelah Islam muncul, situasi masyarakat Kristen tengah terjadi gerakan revolusi pencerahan (renaisance). Perkembangan ilmu pengetahuan pun kian pesat. Memasuki fase ilmu di era modern, banyak ilmuwan bermunculan yang berhasil menemukan sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Mereka seperti Issac Newton , Versalinus, Auguste Comte dan lainnya. Sayangnya, perkembangan ilmu pengetahuan di era modern ini lebih cenderung pada paradigma positivistik, yakni menerangkan tentang yang benar itu adalah sesuatu yang nyata, konkret, eksak dan akurat.
Sesi 3
METAFISIKA
Pada 14 Maret 2009, kekuatan akal mahasiswa pascasarjana Psikologi Pendidikan Islam STAIN Cirebon mencoba diuji dalam memahami kekuatan di luar akal manusia. Jika sebelumnya akal menjadi “tuhan kecil” yang bisa menemukan kebenaran ilmiah, maka bagaimana ketika memahami hubungan kausalitas antara telor dan ayam. Mana yang lebih dulu ada, telur atau ayam? Pertanyaan ini sederhana di dengar tetapi cukup sulit untuk dijawab. Kendati berulangkali orang menyampaikan hal ini dalam berbagai kesempatan, baik dalam suasana santai maupun serius.
Memahami hubungan kausalitas ayam dan telor tersebut sesungguhnya ada sesuatu diluar ayam dan telor sehingga keduanya ada di bumi dan dinikmati manusia. Kekuatan diluar materi tersebut dalam filsafat ilmu disebut metafisika. Istilah metafisika berasal dari bahasa Yunani yakni meta dan physika. Meta artinya sesudah sesuatu atau dibalik sesuatu. Sementara physika artinya konkret, nyata, dapat dilihat, diraba oleh panca indra manusia. Dengan kata lain, metafisika sebagai ilmu yang mengkaji sesuatu dibalik yang fisik atau sesuatu sesudah yang fisik. Ilmu yang mempelajari sesuatu yang metafisika disebut ontologi.
Siapakah tokoh yang pertama kali mempopulerkan istilah metafisika? Beberapa ilmuwan sependapat, seperti Jean Hendrik dan Anton Bekker, bahwa istilah metafisika dipopulerkan Aristoteles. Filosof papan atas ini mengembangkan pemikiran gurunya Plato tentang eksistensi sesuatu. Aristoteles ingin mengetahui kenyataan sungguh-sungguh terhadap berbagai kenyataan empiris. Sekalipun jika diurut dalam sejarah, Aristoteles lebih suka menggunakan istilah proto phyloshopia (filsafat pertama) daripada istilah metafisika.
Metafisika bisa digunakan dalam memikirkan sesuatu yang terdalam ketika memahami kenyataan hidup yang variatif. Dengan mempelajari ilmu ini, manusia dapat mengetahui penyebab pertama dari segala yang ada. Ia akan kembali ke fitrahnya sebagai makhluk Tuhan. Nah, kaitannya dengan filsafat ilmu bagaikan dua sisi mata uang. Karena hampir tidak ada satu ilmupun yang terlepas dari persoalan metafisika. Beberapa peran yang diperoleh ilmu pengetahuan melalui pengkajian matafisika adalah :
1. Mengajarkan cara berfikir yang cermat dalam menjawab teka teki kehidupan guna mengembangkan ilmu pengetahuan.
2. Menemukan hal-hal baru yang belum pernah terungkap.
3. Memberikan landasan yang kuat dalam pengembahan ilmu.
4. Membuka peluang perbedaan visi dalam memahami realitas, karena tidak ada kebenaran yang absolut.
Dalam metafisika terbagi dalam tiga aliran yaitu naturalisme, idealisme dan materialisme. Tiga aliran tersebut merupakan dari turunan cabang matefisika umum. Sementara yang masuk dalam cabang metafisika khusus adalah kosmologi dan teologi metafisika.
Naturalisme memandang sesuatu yang nyata adalah yang bersifat kealaman. Faham ini selalu memunculkan tiga persoalan penting yang selalu ada dalam setiap kejadian dalam kehidupan yaitu proses, kualitas dan relasi. Karena alasan ini, faham ini mengembangkan tafsiran mengenai pengertian, hipotesa, hukum dan penilaian dalam ilmu alam, sejarah, seni dan kesusastraan. Tokoh dalam faham naturalisme adalah Thales, Anaximenes, Anaximadron, Phytagoras dan Heraclitus.
Sedangkan aliran idealisme memahami realitas itu bukan pada yang tampak tetapi berada di balik yang tampak. Menurut aliran ini, segala sesuatu yang tampak dalam wujud nyata indrawi hanya merupakan gambaran atau bayangan dari yang sesungguhnya. Tokoh dalam aliran ini adalah Plato. Filosof ini mengakui adanya Tuhan secara implisitdalam fenomena universal atas eksistensi kesempurnaan dan eksistensinya berada dibalik yang terwujud.
Hal berlawanan dengan faham materialisme yang berpendapat bahwa materi merupakan wujud dari segala sesuatu. Faham ini menolak segala sesuatu yang tidak terlihat. Tokoh dalam faham ini adalah Leukippos dan Democritos. Menurut keduanya, realitas yang sesungguhnya bukan cuma satu, melainkan terdiri dari banyak unsur. Seluruh realitas adalah materi yang tidak bergantung pada gagasan dan fikiran manusia. Dalam perkembangannya faham ini banyak melahirkan teori-teori bersifat kebendaan, seperti teori materialisme Karl Marx. Berbagai temuan seperti fenomena bayi tabung, atau kloning, bom atom merupakan sederetan hasil dari akibat perkembangan aliran materialisme.
Pada bagian lain, metafisika khusus terbagi dalam kosmologi, teologi dan antropologi. Kosmologi artinya ilmu yang membahas alam fisik atau jagat raya. Ilmu ini memandang alam sebagai sesuatu totalitas dari fenomena dan berupaya memadukan spekulasi metafisika dengan evidensi ilmiah. Sedangkan teologi dipahami sebagai aliran yang mengkaji eksistensi Tuhan yang bebas dari ikatan agama. Tuhan sebagai obyek filsafat akan dipahami secara nalar rasional melepas doktrin agama atau rohaniawan.
Filsafat antropologi adalah cabang ilmu yang mempelajari manusia dari sisi kefilsafatan. Ilmu ini akan menjawab hakekat manusia, hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam. Dalam kajian filsafat ini, manusia terdiri dari tubuh dan jiwa. Menurut Plato, tubuh dalah musuh jiwa, karena kejahatan yang dilakukan oleh tubuh manusia sebenarnya bertentangan dengan jiwa. Pendapat yang berbeda menurut para filosof muslim yang memandang manusia sebagai makhluk jasmani dan rohani yang tidak terpisahkan. Jika di dunia manusia berbuat benar atau salah hal itu akan dipertanggung jawabkan di akherat kelak.
Sesi 4
SUMBER ILMU PENGETAHUAN
Bagaimana mendapatkan pengetahuan yang benar? Secara umum pengetahuan bisa diperoleh dari hasil rasionalisasi dan pengalaman empiris. Prof Dr Cecep Sumarna membedakan dua kategori sumber ilmu pengetahuan. Pertama, ilmu yang diberikan Tuhan melalui nabi dan rosul-Nya beserta kitab suci yang dibawanya. Kedua, ilmu yang dihasilkan manusia melalui penalaran terhadap realitas sosial dan alam. Kedua sumber ilmu tersebut memiliki manfaat secara teoritis dan praktis. Teoritis berupa tesis dan hipotesis, sedangkan ilmu praktis dalam bentuk implementasi. Ilmu praktis berkat kemampuan rasionalisasi empiris manusia memahami fenomena yang ada.
Sebenarnya, antara ilmu teoritis dan praktis saling menguatkan. Teori bisa dibangun dari hal praktis, termasuk ilmu praktis tersebut bisa berangkat dari ilmu teoritis. Ini tergantung dari fenomena yang dicermatinya dan apakah temuan sebelumnya sudah pernah ada atau belum. Sebagai contoh, benarkah kualitas pendidikan nasional itu salah satunya dipengaruhi karena kurangnya sarana dan prasarana pendidikan. Benarkah rendahnya daya saing pendidikan kita karena terbatasnya anggaran. Pada kenyataannya bertambahnya gedung, besarnya anggaran pendidikan, tidak secara otomatis kualitas pendidikan negeri ini baik, sepanjang kesadaran insan pendidikannya untuk memajukan mutu dan citra belum ada.
Lahirnya sumber ilmu pengetahuan, empiris dan rasional, merupakan corak ilmu pengetahuan Barat kontemporer, bentuk lanjutan dari pemikiran Plato dan Aristoteles. Kendati pemikiran Aristoteles yang empiris-liberalis belakangan ditolak oleh kaum gereja. Namun pada masa Islam pemikir Yunani kembali diadopsi oleh beberapa pemikir Islam, seperti pemikiran Syed Hussein Nasr.
Bagaimana dengan sumber ilmu pengetahuan dalam Islam? Sumber ilmu dalam dunia Islam,
selain empiris dan rasional, juga mengenal adanya intuisi dan wahyu. Empiris merupakan paham yang menganggap bahwa pengalaman faktual yang menjadi landasan sumber ilmu. Paham ini mirip dengan paham naturalisme yang melihat segala sesuatu terjadi secara alami akibat hukum alam fisik. Sedangkan dalam rasionalisme, kebenaran dapat diperoleh melalui pertimbangan akal (rasio). Paham ini menolak jika ilmu itu berumber dari empiris tetapi merupakan produk penalaran sehingga rumusan yang dipakai harus jelas dan masuk akal. Sementara kebenaran melalui intuisi dan wahyu sumbernya dari Tuhan dan kitab suci melalui nabi-Nya.
Namun dalam filsafat ilmu, untuk mencapai kebenaran paling tidak ada tiga teori yang bisa digunakan yaitu teori koherensi, korespondensi dan pragmatisme fungsional. Kebenaran menurut teori koherensi berdasarkan rasio. Sedangkan pada teori korespondensi berlandaskan data dan fakta. Sementara kebenaran teori pragmatisme fungsional merujuk pada fungsi dan kegunaan kebenaran itu sendiri. Ketiga teori tersebut memiliki sekaligus ada perbedaannya yakni semuanya melibatkan logika, baik formal maupun material (deduktif dan induktif). Teori-teori tersebut melibatkan bahasa dalam bentuk pernyataan-pernyataan dan pengalaman.
Sesi 5
PENALARAN
Adam dan Hawa dibuat bingung ketika pertama kali singgah di bumi. Keduanya diusir dari surga lantaran tidak mematuhi perintah Tuhan untuk tidak mendekati pohon khuldi. Namun karena manusia dilengkapi senjata akal, Adam dan Hawa secara perlahan bisa bertahan dan menjaga kelangsungan di muka bumi ini. Kisah Adam merupakan sisi lain dari kelebihan manusia dengan makhluk lainnya, karena manusia memiliki kemampuan untuk melakukan penalaran. Hal yang sama ketika Nabi Ibrahim melakukan perjalanan spiritual mencari Tuhan.
Dengan kemampuan akalnya manusia tidak hanya bisa mempertahankan eksistensinya tetapi juga bisa menjaga kelangsungan hidupnya. Penalaran yang dilakukan dengan kegiatan berfikir dan bukan dengan kegiatan perasaan yang juga berlaku hanya bagi manusia (Jujun S. dalam Cecep Sumarna, 2006). Pada periode berikutnya, kekuatan nalar manusia semakin teruji sepanjang jaman. Banyak produk teknologi yang dilahirkan berkat kekuatan nalar manusia. Dengan nalarnya manusia mampu merubah dunia bahkan hingga melawan “takdir” Tuhan.
Kelangsungan hidup Adam dan Hawa dari awal peradaban sampai beranak pinak hingga sekarang merupakan bukti atas kekuatan nalar yang diciptakan oleh Allah Swt. Melalui nalar tersebut manusia telah memperoleh pengetahuan. Karena memang manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh. Melalui pengetahuan manusia bisa berkembang karena memiliki bahasa, mengembangkan pengetahuannya dengan cepat dan mantap, kemampuan berfikir menurut suatu alur kerangka berfikir tertentu.
Berfikir, menurut Rahmat, dilakukan orang dengan tujuan untuk memahami realita dalam rangka mengambil keputusan (making decision), memecahkan masalah (problem solving) dan menghasilkan sesuatu yang baru (creativity). Hanya dalam konteks filsafat ilmu, untuk mencapai tujuan berfikir itu harus melalui mekanisme dan metode yang tepat, sehingga proses berfikir bisa bermanfaat bagi kehidupan manusia. Dalam konteks ini, yang disebut penalaran adalah ketika kegiatan berfikir manusia bisa terukur secara ilmiah, baik secara empiris (indrawi) dan rasional (logis). Keduanya saling melengkapi sebagai bentuk kesimbangan, karena jika tidak akan berakibat kesesatan (hancur).
Sebagai manusia, Adam mengembangkan pengetahuannya mengatasi kebutuhan kelangsungan hidupnya. Dia memikirkan hal-hal baru, menjelajah, menciptakan kebudayaan, semuanya tidak hanya untuk kelangsungan hidupnya tetapi mempunyai tujuan yang lebih tinggi. Inilah yang menurut Jujun S. Suriasumantri (1998: 40) menyebabkan manusia mengembangkan pengetahuannya. Dengan kemampuan bahasa, manusia mengembangkan pengetahuan melalui komunikasi dan informasi kepada sesamanya.
Dalam perspektif psikolinguistik, bahasa adalah satu bentuk komunikasi terarah yang paling canggih bentuknya. Masyarakat manusia dalam budayanya masing-masing telah mengembangkan bahasanya sendiri-sendiri seiring perkembangan pengetahuan manusia. Hal yang tidak pernah dijumpai dalam dunia hewan, dimana tidak satupun yang dapat mengembangkan bahasa.
Dalam fram ini dikatakan bahwa kebenaran ilmiah adalah kebenaran yang disandarkan pada logika akal manusia. Prof Cecep Sumarna mengatakan, seseorang disebut telah melakukan penalaran dengan benar, ketika pemikirannya logic dan analitik. Namun tepat tidaknya penalaran (rasional) seseorang terhadap hasil observasinya tergantung dari pengalaman indrawinya (empiris) dan pemanfaatan pengalamannya tersebut. Maka kemudian, cara kerja logika terpola menjadi dua: logika matematika dan statistik.
Logika matematika adalah metode berfikir untuk mencari kebenaran ilmiah melalui pengukuran kuantitatif atau matematika. Sementara logika statistik, kendati sedikit sama dengan logika matematika, namun statistik lebih bersandar pada logika empirik. Artinya untuk premis-premis tertentu dapat ditarik kesimpulan, yang bisa benar dan juga bisa salah.
Sesi 6
METODE BERFIKIR DEDUKTIF
Logika deduktif adalah penarikan konklusi dari hal-hal yang bersifat umum menjadi kasus-kasus yang bersifat khusus. Mereka yang biasa memakai pola pikir umum ke khusus disebut kaum rasionalisme. Kasus jebolnya tanggul Situ Gintung, misalnya, bagi kaum rasionalisme akan berfikir semua tanggung yang tidak mendapatkan perawatan akan mengalami kerusakan sehingga berakibat pada bencana alam, seperti yang dialami penduduk semkitar tanggung Situ Gintung.
Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus. Contoh lainnya adalah masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.
Untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala. Tokoh yang menggunakan alur pikir deduktif adalah Rene Descrates pada abad ke-17. Mereka yang menggunakan logika deduktif tersebut disebut sebagai kaum empiris. Karena sesuatu disebut ilmiah ketika bisa dilihat secara nyata.
Sebuah pernyataan yang dianggap mewakili sebuah kebenaran atau setidaknya sesuatu yang dianggap benar yang memiliki implikasi tertentu yang dapat diturunkan menjadi sebuah atau beberapa pernyataan yang lebih spesifik, merupakan salah satu dari ciri penalaran deduktif (deduksi). Deduksi diawali sebuah asumsi (entah itu dogma, atau apapun) yang kemudian dilanjutkan dengan kesimpulan yang lebih khusus diturunkan dari asumsi awal tersebut. Kesimpulan yang diambil harus merupakan turunan atau derivasi dari asumsi atau pernyataan awal.
Sesi 7
METODE BERFIKIR INDUKTIF
Mengapa tanggul Situ Gintung Tangerang Banten Jebol? Karena tanggul peninggalan Belanda tersebut tidak pernah terawat, bahkan terus terkikis oleh pelebaran permukiman penduduk. Akibatnya daya tahan tanggung tidak kuat menahan luapan air situ sehingga pecahnya tanggul dan tewasnya sedikitnya 100 orang meninggal dunia. Beberapa tanggul situ di tempat lain, jika tidak terawat maka bisa berakibat pada bencana bagi masyarakat sekitar.
Alur pikir seperti di atas merupakan bentuk metode berfikir induktif. Metode berfikir cara ini berangkat dari hal spesifik (kasus) kemudian menjadi kesimpulan umum. Dalam memahami bencana alam, misalnya, orang yang berfikir induktif akan berangkat dari persoalan kasus, seperti kasus Situ Gintung. Kemudian kasuistik tersebut disimpulkan secara umum yang bisa terjadi pada daerah-daerah lain yang terdapat situ.
Metode induksi ini biasanya menggunakan pendekatan statistik (empirik). Langkah-langkah dalam logikan induktif seperti observasi dan eksperimen, munculnya hipotesa, verifikasi dan pengukuran dan teori dan hukum ilmiah. Dalam paradigma ilmu penelitian, logika induktif menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif. Dalam penelitian jenis ini dilakukan observasi, munculnya hipotesis, variabel dan pengukuran statistik. Lahirnya pendekatan ini dipengaruhi dengan perkembangan ilmu pengetahuan alam (eksakta).
Penalaran induktif merupakan prosedur yang berpangkal dari peristiwa khusus sebagai hasil pengamatan empirik dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif, artinya fenomena khusus disimpulkan secara umum. Tokoh yang memiliki logika induktif ini adalah Francis Bacon pada abad ke-17.
FILSAFAT ILMU
Apa itu filsafat ilmu? Apa perbedaan filsafat ilmu dengan ilmu filsafat? Sebuah pertanyaan mendasar yang disampaikan Prof. Dr. H. Cecep Sumarna, M.Ag kepada para mahasiswa pascasarjana STAIN Cirebon pada kuliah perdananya 28 Februari 2009 lalu. Dijelaskan, filsafat ilmu pokok kajiannya adalah ilmu, sementara ilmu filsafat pokok kajiannya lebih kepada filsafat. Ilmu adalah pengetahuan yang sudah terorganisasi secara sistemik (teori) diperoleh melalui logika. Sedangkan filsafat dapat diartikan menemukan kebenaran melalui akal sehat rasional.
Secara etimologi, istilah filsafat dari bahasa Yunani, artinya philosophia dan philosopos. Menurut bentuk kata, philosophia dan philosopos diambil dari kata philos dan shopia atau philos dan shopos. Philos berarti cinta dan shopia atau shopos berarti kebijaksanaan, pengetahuan dan hikmah. Dengan kata lain, seseorang dapat disebut berfilsafat ketia ia aktif melakukan usaha untuk memperoleh kebijaksanaan.
Namun ilmu dan pengetahuan dua hal yang berbeda. Ilmu seperti dijelaskan di atas, sedangkan pengetahuan merupakan informasi yang belum tertata secara sistemik. Contohnya, ketika kita ketemu dengan wanita cantik, hal itu masih sebatas pengetahuan, belum dianggap sistematis. Pertanyaan sekarang, apa itu ciri-ciri wanita cantik? Disini perlu ada pembuktian asumsi/hipotesis ketika kita secara berulang bertemu dengan wanita yang dianggap cantik. Proses pengulangan itu kemudian melahirkan kriteria teori cantik.
Dalam konteks ini, ilmu dianggap sebagai sumber kebenaran hakiki. Sekalipun kebenaran ilmu tergantung dari perspektif seseorang. Aristoteles, misalnya, melihat kebenaran obyektif ada pada empiris (kenyataan yang terjadi). Sedangkan menurut Plato, kebenaran empiris merupakan kebenaran yang tidak hakiki. Plato mencontohkan fenomena kayu yang dicelubkan ke dalam air. Secara empiris tongkat itu akan terlihat bengkok, padahal jika diangkat dari air akan kembali terlihat lurus. Contoh tersebut menunjukkan bahwa kebenaran logika dianggap kebenaran hakiki. Kendati menurut Al Ghozali, ia kurang sependapat. Menurutnya kebenaran hakiki bersumber dari hati.
Lepas perdebatan tentang sumber kebenaran hakiki, mempelajari filsafat ilmu memiliki manfaat tersendiri, khususnya bagi mereka yang tengah menempuh studi seperti mahasiswa. Mereka yang berfikir filsafat, akan bersikap kritis (radikal) dalam memahami gejala sosial yang ada. Dengan berfilsafat, seseorang akan lebih berfikir sistemik, artinya pola logikanya bergerak selangkah demi selangkah (step by step), penuh kesadaran, berurutan dan penuh rasa tanggung jawab. Manfaat lain belajar filsafat, selalu berfikir universal, menyeluruh dalam memahami fenomena yang terjadi. Namun juga akan berfikir spekualtif, berandai-andai melakukan asumsi-asumsi sehingga bisa melakukan pembuktian secara empiris ilmiah.
Filsafat ilmu merupakan salah satu dari berbagai cabang ilmu filsafat lainnya. Cabang ilmu filsafat lainnya seperti ada teori hakikat (ontologi), teori pengetahuan (epistomologi) dan teori nilai (aksiologi). Khusus pada teori hakikat, dijumpai ada tiga aliran yaitu aliran idealisme, materialisme dan aliran dualisme. Aliran idealisme berpendapat, dibalik realitas fisik ada sesuatu yang tidak nampak. Sedangkan materialisme melihat, dibalik realitas ada aspek materi. Dan aliran dualisme merupakan bentuk keseimbangan antara dua aliran sebelumnya bahwa dalam memahami realitas, ada sesuatu yang nampak dan juga sesuatu yang bersifat materi.
Bagaimana dengan kajian filsafat ilmu? Ilmu yang lahir sekitar abad ke-18 masehi ini hendak mengkaji ilmu dari sisi kefilsafatan yakni untuk memberikan jawaban terhadap sejumlah pertanyaan seputar ilmu: apa itu ilmu, bagaimana ilmu diperoleh dan untuk apa ilmu itu ditemukan? Pertanyaan-pertanyaan itu secara berurutan akan dijawab oleh teori hakikat, pengetahuan dan teori nilai. Secara historis, filsafat ilmu merupakan antitesis terhadap paradigma positivistik yang berkembang pada abad itu. Filsafat ilmu bertugas membuka pikiran manusia agar mempelajari dengan serius proses logika dan imajinatif dalam cara kerja ilmu pengetahuan.
Sesi 2
SEJARAH ILMU PENGETAHUAN
Bicara tentang sejarah ilmu pengetahuan tidak lepas dengan negeri bernama Yunani. Negeri ini pertama kali yang membuka diri untuk mengakses dan mengembangkan ilmu pengetahuan tanpa sekat batas geografis dan ideologi yang dianut masyarakat. Kebangkitan sains Eropa Barat adalah hasil semangat baru dalam meniliti, inviestigasi dengan metode-metode baru, eksperimen, penyelidikan, pengukuran dan pembangunan matematikal yang secara emberio telah ada sejak jaman Yunani.
Menurut K. Bernetens (dalam Cecep, 2006:4-5), ada tiga faktor yang menyebabkan Yunani menjadi negeri yang besar. Pertama, Yunani memiliki kekayaan yang sangat luas dan luar biasa dalam aspek mitologi (mitos) sehingga berbagai fenomena alam mencoba untuk diteliti. Kedua, Yunani memiliki kesusastraan yang sangat tinggi dari mulai dongeng, teka teki dan amtsal-amtsal. Ketiga, secara geografis negeri ini berdekatan dengan Cina dan Mesir (Babylonia). Pada daerah-daerah itu ilmu pengetahuan sudah berkembang.
Aspek mitologi dianggap sebagai faktor utama lahir dan berkembangnya para filosof di negeri Yunani. Maka banyak lahir nama-nama tokoh besar seperti Socrates, Plato dan Aristoteles, Thales, Anaximandaros, Anaximenes, Phytagoras, Xenophanes, Heraclitus, Anaxagoras, Leuxipos dan Democritus. Dari tokoh-tokoh besar itu hanya tiga nama pertama diawal yang lebih dikenal luas pemikirannya. Ini karena Socrates, Plato dan Aristoteles, sangat intens merasionalisasikan ilmu pengetahuan.
Filsafat Yunani yang semula sangat mitologis kemudian berkembang menjadi ilmu pengetahuan yang meliputi berbagai bidang. Kuntobiwisono menjelaskan, corak filsafat mitologis tersebut mendorong manusia untuk “berani” menerobos lebih jauh terhadap dunia penggejalaan, untuk mengetahui sesuatu yang eka (menafisik), tetap, abadi (eternal), dibalik bhineka, berubah dan sementara.
Perkembangan ilmu pengetahuan secara historis melewati dalam tiga fase. Fase pertama ilmu di era patristik (Kristen awal), fase kedua ilmu di era skolastik (Islam awal) dan fase ketiga ilmu di era modern. Pada fase Kristen awal, ilmu dibawah kendali dogma gereja. Ini terjadi sejak sepeninggal Aristoteles sehingga masyarakat Yunani kuno yang semula sudah berubah dari mistik ke dunia ilmu (sekuler) kemudian kembali lagi kepada dunia mistik. Filsafat berubah bercorak teologis dan ideologis, bersifat tertutup daripada sebelumnya yang terbuka, kritis, dealektik dan ilmiah. Ilmuwan-ilmuwan yang kritis dengan pihak gereja tidak segan-segan untuk dihabisi.
Perkembangan ilmu pengetahuan mulai mendapat tempatnya ketika pada fase Islam awal, seiring perkembangan Islam di Timur Tengah. Berkembangnya ilmu dalam dunia Islam dipengaruhi oleh dua hal. Pertama, dalam nash-nash Qur’an disebutkan pentingnya ilmu pengetahuan. Kedua, ilmu pengetahuan yang ada dan baru ditemukan tidak bertentangan dengan nash-nash Qur’an. Hal yang berbeda terjadi pada nash-nash kitab suci umat Kristen kala itu, sehingga pihak gereja lebih otoriter.
Dalam perkembangannya, umat Islam banyak melahirkan tokoh-tokoh filsafat seperti Ibnu Rusyd, al Farabi, al Biruni, Ibnu Sina dan sebagainya. Lahirnya para pemikir Islam telah mengakibatkan munculnya pemikiran-pemikiran yang sangat luar biasa. Yang menarik, para ilmuwan pada masa kejayaan Islam tidak pernah bernasib malang seperti pada era kejayaan (dogma gereja) Kristen.
Setelah Islam muncul, situasi masyarakat Kristen tengah terjadi gerakan revolusi pencerahan (renaisance). Perkembangan ilmu pengetahuan pun kian pesat. Memasuki fase ilmu di era modern, banyak ilmuwan bermunculan yang berhasil menemukan sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Mereka seperti Issac Newton , Versalinus, Auguste Comte dan lainnya. Sayangnya, perkembangan ilmu pengetahuan di era modern ini lebih cenderung pada paradigma positivistik, yakni menerangkan tentang yang benar itu adalah sesuatu yang nyata, konkret, eksak dan akurat.
Sesi 3
METAFISIKA
Pada 14 Maret 2009, kekuatan akal mahasiswa pascasarjana Psikologi Pendidikan Islam STAIN Cirebon mencoba diuji dalam memahami kekuatan di luar akal manusia. Jika sebelumnya akal menjadi “tuhan kecil” yang bisa menemukan kebenaran ilmiah, maka bagaimana ketika memahami hubungan kausalitas antara telor dan ayam. Mana yang lebih dulu ada, telur atau ayam? Pertanyaan ini sederhana di dengar tetapi cukup sulit untuk dijawab. Kendati berulangkali orang menyampaikan hal ini dalam berbagai kesempatan, baik dalam suasana santai maupun serius.
Memahami hubungan kausalitas ayam dan telor tersebut sesungguhnya ada sesuatu diluar ayam dan telor sehingga keduanya ada di bumi dan dinikmati manusia. Kekuatan diluar materi tersebut dalam filsafat ilmu disebut metafisika. Istilah metafisika berasal dari bahasa Yunani yakni meta dan physika. Meta artinya sesudah sesuatu atau dibalik sesuatu. Sementara physika artinya konkret, nyata, dapat dilihat, diraba oleh panca indra manusia. Dengan kata lain, metafisika sebagai ilmu yang mengkaji sesuatu dibalik yang fisik atau sesuatu sesudah yang fisik. Ilmu yang mempelajari sesuatu yang metafisika disebut ontologi.
Siapakah tokoh yang pertama kali mempopulerkan istilah metafisika? Beberapa ilmuwan sependapat, seperti Jean Hendrik dan Anton Bekker, bahwa istilah metafisika dipopulerkan Aristoteles. Filosof papan atas ini mengembangkan pemikiran gurunya Plato tentang eksistensi sesuatu. Aristoteles ingin mengetahui kenyataan sungguh-sungguh terhadap berbagai kenyataan empiris. Sekalipun jika diurut dalam sejarah, Aristoteles lebih suka menggunakan istilah proto phyloshopia (filsafat pertama) daripada istilah metafisika.
Metafisika bisa digunakan dalam memikirkan sesuatu yang terdalam ketika memahami kenyataan hidup yang variatif. Dengan mempelajari ilmu ini, manusia dapat mengetahui penyebab pertama dari segala yang ada. Ia akan kembali ke fitrahnya sebagai makhluk Tuhan. Nah, kaitannya dengan filsafat ilmu bagaikan dua sisi mata uang. Karena hampir tidak ada satu ilmupun yang terlepas dari persoalan metafisika. Beberapa peran yang diperoleh ilmu pengetahuan melalui pengkajian matafisika adalah :
1. Mengajarkan cara berfikir yang cermat dalam menjawab teka teki kehidupan guna mengembangkan ilmu pengetahuan.
2. Menemukan hal-hal baru yang belum pernah terungkap.
3. Memberikan landasan yang kuat dalam pengembahan ilmu.
4. Membuka peluang perbedaan visi dalam memahami realitas, karena tidak ada kebenaran yang absolut.
Dalam metafisika terbagi dalam tiga aliran yaitu naturalisme, idealisme dan materialisme. Tiga aliran tersebut merupakan dari turunan cabang matefisika umum. Sementara yang masuk dalam cabang metafisika khusus adalah kosmologi dan teologi metafisika.
Naturalisme memandang sesuatu yang nyata adalah yang bersifat kealaman. Faham ini selalu memunculkan tiga persoalan penting yang selalu ada dalam setiap kejadian dalam kehidupan yaitu proses, kualitas dan relasi. Karena alasan ini, faham ini mengembangkan tafsiran mengenai pengertian, hipotesa, hukum dan penilaian dalam ilmu alam, sejarah, seni dan kesusastraan. Tokoh dalam faham naturalisme adalah Thales, Anaximenes, Anaximadron, Phytagoras dan Heraclitus.
Sedangkan aliran idealisme memahami realitas itu bukan pada yang tampak tetapi berada di balik yang tampak. Menurut aliran ini, segala sesuatu yang tampak dalam wujud nyata indrawi hanya merupakan gambaran atau bayangan dari yang sesungguhnya. Tokoh dalam aliran ini adalah Plato. Filosof ini mengakui adanya Tuhan secara implisitdalam fenomena universal atas eksistensi kesempurnaan dan eksistensinya berada dibalik yang terwujud.
Hal berlawanan dengan faham materialisme yang berpendapat bahwa materi merupakan wujud dari segala sesuatu. Faham ini menolak segala sesuatu yang tidak terlihat. Tokoh dalam faham ini adalah Leukippos dan Democritos. Menurut keduanya, realitas yang sesungguhnya bukan cuma satu, melainkan terdiri dari banyak unsur. Seluruh realitas adalah materi yang tidak bergantung pada gagasan dan fikiran manusia. Dalam perkembangannya faham ini banyak melahirkan teori-teori bersifat kebendaan, seperti teori materialisme Karl Marx. Berbagai temuan seperti fenomena bayi tabung, atau kloning, bom atom merupakan sederetan hasil dari akibat perkembangan aliran materialisme.
Pada bagian lain, metafisika khusus terbagi dalam kosmologi, teologi dan antropologi. Kosmologi artinya ilmu yang membahas alam fisik atau jagat raya. Ilmu ini memandang alam sebagai sesuatu totalitas dari fenomena dan berupaya memadukan spekulasi metafisika dengan evidensi ilmiah. Sedangkan teologi dipahami sebagai aliran yang mengkaji eksistensi Tuhan yang bebas dari ikatan agama. Tuhan sebagai obyek filsafat akan dipahami secara nalar rasional melepas doktrin agama atau rohaniawan.
Filsafat antropologi adalah cabang ilmu yang mempelajari manusia dari sisi kefilsafatan. Ilmu ini akan menjawab hakekat manusia, hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam. Dalam kajian filsafat ini, manusia terdiri dari tubuh dan jiwa. Menurut Plato, tubuh dalah musuh jiwa, karena kejahatan yang dilakukan oleh tubuh manusia sebenarnya bertentangan dengan jiwa. Pendapat yang berbeda menurut para filosof muslim yang memandang manusia sebagai makhluk jasmani dan rohani yang tidak terpisahkan. Jika di dunia manusia berbuat benar atau salah hal itu akan dipertanggung jawabkan di akherat kelak.
Sesi 4
SUMBER ILMU PENGETAHUAN
Bagaimana mendapatkan pengetahuan yang benar? Secara umum pengetahuan bisa diperoleh dari hasil rasionalisasi dan pengalaman empiris. Prof Dr Cecep Sumarna membedakan dua kategori sumber ilmu pengetahuan. Pertama, ilmu yang diberikan Tuhan melalui nabi dan rosul-Nya beserta kitab suci yang dibawanya. Kedua, ilmu yang dihasilkan manusia melalui penalaran terhadap realitas sosial dan alam. Kedua sumber ilmu tersebut memiliki manfaat secara teoritis dan praktis. Teoritis berupa tesis dan hipotesis, sedangkan ilmu praktis dalam bentuk implementasi. Ilmu praktis berkat kemampuan rasionalisasi empiris manusia memahami fenomena yang ada.
Sebenarnya, antara ilmu teoritis dan praktis saling menguatkan. Teori bisa dibangun dari hal praktis, termasuk ilmu praktis tersebut bisa berangkat dari ilmu teoritis. Ini tergantung dari fenomena yang dicermatinya dan apakah temuan sebelumnya sudah pernah ada atau belum. Sebagai contoh, benarkah kualitas pendidikan nasional itu salah satunya dipengaruhi karena kurangnya sarana dan prasarana pendidikan. Benarkah rendahnya daya saing pendidikan kita karena terbatasnya anggaran. Pada kenyataannya bertambahnya gedung, besarnya anggaran pendidikan, tidak secara otomatis kualitas pendidikan negeri ini baik, sepanjang kesadaran insan pendidikannya untuk memajukan mutu dan citra belum ada.
Lahirnya sumber ilmu pengetahuan, empiris dan rasional, merupakan corak ilmu pengetahuan Barat kontemporer, bentuk lanjutan dari pemikiran Plato dan Aristoteles. Kendati pemikiran Aristoteles yang empiris-liberalis belakangan ditolak oleh kaum gereja. Namun pada masa Islam pemikir Yunani kembali diadopsi oleh beberapa pemikir Islam, seperti pemikiran Syed Hussein Nasr.
Bagaimana dengan sumber ilmu pengetahuan dalam Islam? Sumber ilmu dalam dunia Islam,
selain empiris dan rasional, juga mengenal adanya intuisi dan wahyu. Empiris merupakan paham yang menganggap bahwa pengalaman faktual yang menjadi landasan sumber ilmu. Paham ini mirip dengan paham naturalisme yang melihat segala sesuatu terjadi secara alami akibat hukum alam fisik. Sedangkan dalam rasionalisme, kebenaran dapat diperoleh melalui pertimbangan akal (rasio). Paham ini menolak jika ilmu itu berumber dari empiris tetapi merupakan produk penalaran sehingga rumusan yang dipakai harus jelas dan masuk akal. Sementara kebenaran melalui intuisi dan wahyu sumbernya dari Tuhan dan kitab suci melalui nabi-Nya.
Namun dalam filsafat ilmu, untuk mencapai kebenaran paling tidak ada tiga teori yang bisa digunakan yaitu teori koherensi, korespondensi dan pragmatisme fungsional. Kebenaran menurut teori koherensi berdasarkan rasio. Sedangkan pada teori korespondensi berlandaskan data dan fakta. Sementara kebenaran teori pragmatisme fungsional merujuk pada fungsi dan kegunaan kebenaran itu sendiri. Ketiga teori tersebut memiliki sekaligus ada perbedaannya yakni semuanya melibatkan logika, baik formal maupun material (deduktif dan induktif). Teori-teori tersebut melibatkan bahasa dalam bentuk pernyataan-pernyataan dan pengalaman.
Sesi 5
PENALARAN
Adam dan Hawa dibuat bingung ketika pertama kali singgah di bumi. Keduanya diusir dari surga lantaran tidak mematuhi perintah Tuhan untuk tidak mendekati pohon khuldi. Namun karena manusia dilengkapi senjata akal, Adam dan Hawa secara perlahan bisa bertahan dan menjaga kelangsungan di muka bumi ini. Kisah Adam merupakan sisi lain dari kelebihan manusia dengan makhluk lainnya, karena manusia memiliki kemampuan untuk melakukan penalaran. Hal yang sama ketika Nabi Ibrahim melakukan perjalanan spiritual mencari Tuhan.
Dengan kemampuan akalnya manusia tidak hanya bisa mempertahankan eksistensinya tetapi juga bisa menjaga kelangsungan hidupnya. Penalaran yang dilakukan dengan kegiatan berfikir dan bukan dengan kegiatan perasaan yang juga berlaku hanya bagi manusia (Jujun S. dalam Cecep Sumarna, 2006). Pada periode berikutnya, kekuatan nalar manusia semakin teruji sepanjang jaman. Banyak produk teknologi yang dilahirkan berkat kekuatan nalar manusia. Dengan nalarnya manusia mampu merubah dunia bahkan hingga melawan “takdir” Tuhan.
Kelangsungan hidup Adam dan Hawa dari awal peradaban sampai beranak pinak hingga sekarang merupakan bukti atas kekuatan nalar yang diciptakan oleh Allah Swt. Melalui nalar tersebut manusia telah memperoleh pengetahuan. Karena memang manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh. Melalui pengetahuan manusia bisa berkembang karena memiliki bahasa, mengembangkan pengetahuannya dengan cepat dan mantap, kemampuan berfikir menurut suatu alur kerangka berfikir tertentu.
Berfikir, menurut Rahmat, dilakukan orang dengan tujuan untuk memahami realita dalam rangka mengambil keputusan (making decision), memecahkan masalah (problem solving) dan menghasilkan sesuatu yang baru (creativity). Hanya dalam konteks filsafat ilmu, untuk mencapai tujuan berfikir itu harus melalui mekanisme dan metode yang tepat, sehingga proses berfikir bisa bermanfaat bagi kehidupan manusia. Dalam konteks ini, yang disebut penalaran adalah ketika kegiatan berfikir manusia bisa terukur secara ilmiah, baik secara empiris (indrawi) dan rasional (logis). Keduanya saling melengkapi sebagai bentuk kesimbangan, karena jika tidak akan berakibat kesesatan (hancur).
Sebagai manusia, Adam mengembangkan pengetahuannya mengatasi kebutuhan kelangsungan hidupnya. Dia memikirkan hal-hal baru, menjelajah, menciptakan kebudayaan, semuanya tidak hanya untuk kelangsungan hidupnya tetapi mempunyai tujuan yang lebih tinggi. Inilah yang menurut Jujun S. Suriasumantri (1998: 40) menyebabkan manusia mengembangkan pengetahuannya. Dengan kemampuan bahasa, manusia mengembangkan pengetahuan melalui komunikasi dan informasi kepada sesamanya.
Dalam perspektif psikolinguistik, bahasa adalah satu bentuk komunikasi terarah yang paling canggih bentuknya. Masyarakat manusia dalam budayanya masing-masing telah mengembangkan bahasanya sendiri-sendiri seiring perkembangan pengetahuan manusia. Hal yang tidak pernah dijumpai dalam dunia hewan, dimana tidak satupun yang dapat mengembangkan bahasa.
Dalam fram ini dikatakan bahwa kebenaran ilmiah adalah kebenaran yang disandarkan pada logika akal manusia. Prof Cecep Sumarna mengatakan, seseorang disebut telah melakukan penalaran dengan benar, ketika pemikirannya logic dan analitik. Namun tepat tidaknya penalaran (rasional) seseorang terhadap hasil observasinya tergantung dari pengalaman indrawinya (empiris) dan pemanfaatan pengalamannya tersebut. Maka kemudian, cara kerja logika terpola menjadi dua: logika matematika dan statistik.
Logika matematika adalah metode berfikir untuk mencari kebenaran ilmiah melalui pengukuran kuantitatif atau matematika. Sementara logika statistik, kendati sedikit sama dengan logika matematika, namun statistik lebih bersandar pada logika empirik. Artinya untuk premis-premis tertentu dapat ditarik kesimpulan, yang bisa benar dan juga bisa salah.
Sesi 6
METODE BERFIKIR DEDUKTIF
Logika deduktif adalah penarikan konklusi dari hal-hal yang bersifat umum menjadi kasus-kasus yang bersifat khusus. Mereka yang biasa memakai pola pikir umum ke khusus disebut kaum rasionalisme. Kasus jebolnya tanggul Situ Gintung, misalnya, bagi kaum rasionalisme akan berfikir semua tanggung yang tidak mendapatkan perawatan akan mengalami kerusakan sehingga berakibat pada bencana alam, seperti yang dialami penduduk semkitar tanggung Situ Gintung.
Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus. Contoh lainnya adalah masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.
Untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala. Tokoh yang menggunakan alur pikir deduktif adalah Rene Descrates pada abad ke-17. Mereka yang menggunakan logika deduktif tersebut disebut sebagai kaum empiris. Karena sesuatu disebut ilmiah ketika bisa dilihat secara nyata.
Sebuah pernyataan yang dianggap mewakili sebuah kebenaran atau setidaknya sesuatu yang dianggap benar yang memiliki implikasi tertentu yang dapat diturunkan menjadi sebuah atau beberapa pernyataan yang lebih spesifik, merupakan salah satu dari ciri penalaran deduktif (deduksi). Deduksi diawali sebuah asumsi (entah itu dogma, atau apapun) yang kemudian dilanjutkan dengan kesimpulan yang lebih khusus diturunkan dari asumsi awal tersebut. Kesimpulan yang diambil harus merupakan turunan atau derivasi dari asumsi atau pernyataan awal.
Sesi 7
METODE BERFIKIR INDUKTIF
Mengapa tanggul Situ Gintung Tangerang Banten Jebol? Karena tanggul peninggalan Belanda tersebut tidak pernah terawat, bahkan terus terkikis oleh pelebaran permukiman penduduk. Akibatnya daya tahan tanggung tidak kuat menahan luapan air situ sehingga pecahnya tanggul dan tewasnya sedikitnya 100 orang meninggal dunia. Beberapa tanggul situ di tempat lain, jika tidak terawat maka bisa berakibat pada bencana bagi masyarakat sekitar.
Alur pikir seperti di atas merupakan bentuk metode berfikir induktif. Metode berfikir cara ini berangkat dari hal spesifik (kasus) kemudian menjadi kesimpulan umum. Dalam memahami bencana alam, misalnya, orang yang berfikir induktif akan berangkat dari persoalan kasus, seperti kasus Situ Gintung. Kemudian kasuistik tersebut disimpulkan secara umum yang bisa terjadi pada daerah-daerah lain yang terdapat situ.
Metode induksi ini biasanya menggunakan pendekatan statistik (empirik). Langkah-langkah dalam logikan induktif seperti observasi dan eksperimen, munculnya hipotesa, verifikasi dan pengukuran dan teori dan hukum ilmiah. Dalam paradigma ilmu penelitian, logika induktif menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif. Dalam penelitian jenis ini dilakukan observasi, munculnya hipotesis, variabel dan pengukuran statistik. Lahirnya pendekatan ini dipengaruhi dengan perkembangan ilmu pengetahuan alam (eksakta).
Penalaran induktif merupakan prosedur yang berpangkal dari peristiwa khusus sebagai hasil pengamatan empirik dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif, artinya fenomena khusus disimpulkan secara umum. Tokoh yang memiliki logika induktif ini adalah Francis Bacon pada abad ke-17.