Guru itu manusia super sibuk. Beban kerjanya berbeda bahkan bisa lebih berat dg profesi lainnya, lebih-lebih bagi guru honor/swasta. Rasanya kurang pas jika pola kerja guru disandingkan dengan pola kerja PNS non guru.
Otak atik jam kerja guru disamakan dengan pegawai kantoran belum menemukan formula. Rata-rata jam belajar sekolah itu senin-sabtu. Pegawai kantoran sampe Jumat. Hanya beberapa sekolah belajar efektif hingga jumat. Itu pun masih pusing mengatur jadwal kegiatan ekstrakurikuler siswa yang sama pentingnya.
Sekolah yang belajar lima hari, tetap memakai hari Sabtu untuk kegiatan ekskul. Sulitkan menyamakan? Jika dipaksakan sekolah lima hari belajar, dari jam 07.00 hingga jam 15.30. Ada konsekuensi terhadap sarana ibadah, layanan makan siang dan lainnya. Resikonya siswa dalam jumlah besar bisa pulang maghrib.
Sekolah bakal ikut berkontribusi kemacetan lalu lintas jalan saat karena bersamaan jam pulang kantor. Kendati sisi positifnya orang tua bekerja sekalian menjemput anaknya balik sekolah.
Pelayanan guru tak terbatas ruang dan waktu. Tak mengenal hari belajar atau hari libur. Di dalam di luar kelas atau sekolah, bahkan di rumah pun mereka tetap bekerja melayani anak didiknya. Guru itu manusia super sibuk. Beban kerjanya berbeda bahkan bisa lebih berat dg profesi lainnya, lebih-lebih bagi guru honor/swasta. Rasanya kurang pas jika pola kerja guru disandingkan dengan pola kerja PNS non guru.
Pelayanan guru tak terbatas ruang dan waktu. Tak mengenal hari belajar atau hari libur. Di dalam di luar kelas atau sekolah, bahkan di rumah pun mereka tetap bekerja melayani anak didiknya. Saat di luar kota pun masih menyempatkan berkomunikasi pekerjaan. Tidak pagi, siang atau malam, every time mereka selalu always tak pernah never.
idak pagi, siang atau malam, every time mereka selalu always tak pernah never.
Bagi mereka yang pernah menjadi bagian dari kehidupan guru akan merasakan dinamika dan suasana kebatinan guru. Betapa mereka terus dituntut untuk belajar, belajar dan belajar. Sekalipun mereka sudah tamat sarjana, magister bahkan doktoral. "Jika Anda pengajar, jangan pernah berhenti belajar." Demikian bisikan sucinya.
Mereka belajar tiap hari, karena harus mengajar dan mendidik anak tiap hari. Karena mereka harus menyiapkan generasi masa depan yang siap bersaing. Memenuhi target impian bangsa ini, Indonesia Emas 2045. Satu kondisi jaman ke depan yang berbeda kendala dan tantangan dengan guru-gurunya saat ini. Betapa berat beban kerja guru, ia kaum kolonial harus menyiapkan generasi milenial.
Guru-guru hebat mereka belajar di mana pun kapan pun kepada siapa pun. Belajar lagi kebijakan pendidikan yang silih berganti. Belajar lagi tentang teori dan pendekatan pendidikan yang lebih humanis. Untuk peningkatan profesionalitasnya, tak jarang mereka harus membayar sendiri, meninggalkan orang-orang yang dicintai.
Beratnya beban guru yang dituntut mendidik dan menjaga moralitas generasi. Tugasnya makin berat di tengah gempuran arus globalisasi komunikasi informasi. Kian banyak media kontennya mengabaikan tuntunan, lebih mengedepankan tontonan (hiburan). Ketika moralitas anak carut marut, montirnya diserahkan ke guru.
Guru-guru dianggap manusia setengah dewa. Manusia sempurna, tak boleh ada cacat. Ia dianggap penjaga integritas karena menjadi model ketauladanan anak didik. Karena anak baik diajar dan dididik guru yang baik. Anak yang pintar karena dididik dan diajar oleh guru pintar. Demikian kira-kira masyarakat menganggapnya.
Memang patut disyukuri, guru-guru masa kini kesejahteraanya relatif lebih baik. Khususnya guru PNS. Selain gaji, ada tunjangan lain seperti tunjangan profesi (sertifikasi). Walau tingkat kesejahteraan ini belum dinikmati merata, seperti guru-guru honor dan guru swasta (yayasan) yang jumlahnya sangat banyak.
Karir guru non ASN ini tiap tahun selalu deg-degan. Upahnya minim, masih lebih baik honor di dinas-dinas, apalagi dengan buruh pabrik. Upahnya rata-rata minimal UMR. Gaji guru honor, utk mendapatkan penghasilan setara dengan honor di dinas atau pekerja pabrikan, harus mengajar power full, bisa "berdarah-darah".
Belum aman dari kebijakan sekolah yang kapan saja guru non ASN ini diberhentikan. Kini kabar kurang enak datang, adanya kebijakan pusat penghapusan honorer tahun 2023. Sementara upaya mengangkat guru-guru honor melalui guru PPPK masih besar pasak daripada tiang.
Target pemerintah pusat mengangkat 1 juta P3K tak mampu dipenuhi daerah-daerah. Pencapaiannya tak sampe 50%. Alasannya klasik, keterbatasan anggaran. Rekruitmen tahun 2021 pun masih ada PR karena tahap 3 belum terlaksana. Kini sudah ada rencana pendaftaran kuota p3k tahun 2022. Namun masih belum mampu cuci gudang guru honorer.
Jadi... Masihkah ada yang iri sama profesi guru? Plis deeeh.... #Rethinking !