Desember 21, 2015

AUSTRALIA DAY, UNTUK SIAPA ?

Oleh:
Deny Rochman

Setiap 26 Januari, Negara Australia memperingati Hari Kemerdekaannya (Australian Day). Pada 26 Januari 1788, Kapten Arthur Phillip mengklaim secara resmi koloni New South Wales di bawah Britania Raya. Peringatan Hari Kemerdekaan itu pernah ditentang oleh Kaum Aborigin (lihat: id.wikipedia.org/wiki/Hari_Australia). Penduduk asli tanah Australia itu menganggap, pada 26 Januari, 226 tahun lalu itu  merupakan awal "penjajahan" negerinya oleh Inggris. Nah loh?


Problem historis ini menjadi hambatan psikologis bagi perkembangan bangsa Australia di kemudian hari. Bagi warga Inggris, mereka datang bukan untuk menjajah, apalagi membuat menderita dan kesusahan termasuk kaum Aborigin. Namun sebaliknya para pendatang itu merasa telah membuat negeri Kangoroo itu menjadi lebih baik, maju, makmur, aman dan nyaman hingga berkembang saat ini.

Dalam proses politiknya, tampaknya ada kompromi dalam memupus problem historis tersebut. Ini bisa terlihat secara simbolis di banyak di setiap sudut kota, dijumpai bendera biru Australia selalu bersanding dengan bendera kaum Aborigin. Sekalipun Aborigin bukanlah sebuah nation independen seperti negara-negara lain.

Sementara penduduk Australia berwajah bule adalah para pendatang dari negara lain. Apakah dulunya mereka sebagai tahanan Kerajaan Inggris, atau para imigran dan perantau yang sengaja datang ke benua Australia dengan beragam motif dan tujuan hidup disana.

Ada yang menarik melihat fenomena kaum Aborigin. Secara antropologis, kelihatannya kaum Aborigin memiliki ras warna kulit, muka, anatomi tubuh dan budaya mirip atau berdekatan dengan orang Indonesia, khususnya penduduk Papua atau Suku Dayak. Apalagi secara geografis, pulau Australia berdekatan dengan Papua.

Asumsi ini diperkuat dengan penjelasan Mrs Carrol, pemandu Museum Gallery Art di Adeliade Australia saat memberikan penjelasan kepada guru-guru Jawa Barat (West Java Teachers) Group 6 saat mengikuti pelatihan selama tiga pekan di kota seribu gereja tersebut (22 Nopember – 13 Desember 2013).

Menurut Mrs Carrol, dalam sejarah Australia kaumAborigin tercatat pernah ada hubungan dagang dengan penduduk Sulawesi. Namun Carrol tidak tahu ketika ditanya saya apakah selama menjalin hubungan perdagangan itu sempat terjadi hubungan pernikahan kedua daerah tersebut. Walaupun  dalam banyak sejarah, seperti penyebaran agama-agama dunia, hubungan dagang atau politik kerap diwarnai dengan hubungan perkawinan.

Atas penjelasan Carrol tersebut, ada pertanyaan lagi : mengapa kaum Aborigin menjalin hubungan dagang dengan penduduk Sulawesi. Padahal rute perjalanan kapal laut harus melintasi pulau Timor dan sekitarnya. Atau bisa jadi pelayaran kaum Aborigin singgah kesana kemari, seperti petualangan pelayaran orang-orang Eropa di Asia, termasuk pelayaran Kapten Inggris Arthur Phillip yang akhirnya singgah ke tanah Aborigin.

Historis hubungan dagang Aborigin dan Sulawesi tersebut, konon sempat diperingati beberapa kali di Australia. kendati hingga kini kabarnya belum jelas, apakah masih atau tidak. Yang pasti, kini kaum Aborigin sekarang sudah berbeda dengan kaum Aborigin pada masa lalu. Usia bangsa Australia yang sudah berusia ratusan tahun ini membuat wajah negara ini lebih toleran. Penduduknya yang beragam etnik, suku, agama dan bangsa,Australia terus berkembang menjadi negara sejajar dengan negara maju.

Termasuk kiprah kaumAborigin, menurut Carrol kehidupan mereka sudah membaur dengan masyarakat Australia umumnya. Baik tempat tinggal, pekerjaan maupun sekolah mereka. Sebuah kehidupan yang belum tentu dirasakan ketika negeri tsb dikelola swadaya oleh keturunan Aborigin. Hidup dalam perbedaan selama ratusan tahun membuat bangsa Australia tumbuh dan berkembang menjadi bangsa yang berkarakter.Pilihan hidup mereka, dimana bumi dipijak disana langit dijungjung. Right or wrong is my country.  (*)

*) Penulis adalah peserta Training for West Java Teachers
Group 6 in Adelaide Australia 2013.