Deny Rochman
Tak terasa 16 tahun sudah koran
Radar Cirebon hadir mendidik, menghibur, mengontrol dan memberikan informasi
masyarakat wilayah III Cirebon. Sejak
berdiri pada 20 Desember 1999 hingga kini ada yang memperlakukan koran Jawa Pos
group tersebut sebagai teman, tetapi juga ada yang menganggap sebagai “musuh”.
Bahkan menariknya perlakuan teman atau musuh berganti seiring berjalannya waktu
dan kepentingan. Mereka yang merasakan manfaat Radar Cirebon maka akan
menjadikan teman setia, sebaliknya mereka yang merasa terancam kepentingannya
koran ini menjadi lawan.
Perasaan benci dan rindu selalu menemani perkembangan Radar Cirebon.
Resiko ini memang mau tidak mau harus diterima jajaran crew redaksi khususnya
dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai jurnalist. Fungsi pers sesuai
Undang-undang No. 40 Tahun 1999 disebutkan bahwa pers memiliki fungsi
informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial. Fungsi yang paling banyak
menanggung resikonya adalah fungsi kontrol sosial dalam mengoreksi, meluruskan,
membenahi sistem yang keliru.
Kontrol terhadap sistem yang keliru ini membuat wartawan harus
berhadapan dengan penguasa atau pengusaha. Disinilah perlunya wartawan dituntut
untuk selalu kuat, yaitu kuat konsep, teori dan keilmuannya, kuat mental
spiritual dan kuat fisiknya. Tiga faktor ini yang menopang kerja-kerja wartawan
di lapangan dalam menjaga profesionalismenya sebagai pejuang demokrasi. Jika
tidak maka kemungkinan yang terjadi, akan menjadi wartawan peliharaan (corong)
atau wartawan naas yang bisa diancam keselamatannya.
Dalam menjalankan fungsi kontrol sosialnya maka wartawan wajib memperkuat
diri dengan konsep, teori dan keilmuan terkait dengan obyek liputannya. Itulah
mengapa perusahaan pers yang bonafid dan profesional mensyaratkan calon
wartawan harus berpendidikan minimal sarjana. Dan kemampuan tersebut harus
terus berkelanjutan mengingat kompetensi dasar kesarjanaan wartawan tidak
semuanya relevan dengan masalah yang menjadi target liputannya. Kemampuan
menulis bahasa jurnalistik pun terus diasah sehingga suguhan beritanya aman dan
nyaman dibaca.
Dalam meliput soal pemilu misalnya, wartawan harus memiliki landasan
hukum dan teorinya tentang pemilu. Mempelajari pihak-pihak yang terkait dengan
pelaksanaan kegiatan. Dalam waktu berbeda, pos liputan rubrik kriminal juga
harus mempelajari ketentuan hukum yang berada di daerah tersebut. Hal berbeda
juga dengan citra bahasa yang berbeda antara bahasa berita kriminal, olahraga,
ekononi atau politik. Semuanyanya perlu dipelajari dan dilatih kemampuan setiap
wartawan.
Fakta yang terjadi, melihat fungsi media sebagai pemberi informasi dan
kontrol sosial, banyak pihak ingin bicara melalui surat kabar. Apabila
manajemen isu media tidak berjalan apik, sering kali media menjadi “tong
sampah” suara kepentingan dari berbagai kelompok masyarakat. Siapa membicarakan
apa dan membicarakan siapa, silih berganti berbalas di media koran. Celakanya
media hadir tidak membawa misi jurnalisme damai malah menjadi jurnalisme
provokatif. Padahal ketika media mampu
memberikan solusi ketika masalah itu berkembang maka media tersebut akan
dicintai pembaca.
Kekuatan fisik menjadi syarat lain dari seorang wartawan. Bagaimana
tidak, wartawan bekerja dengan panca indera yang ada dalam mendeteksi semua
kejadian yang ada di wilayah liputannya. Untuk kasus Radar Cirebon, target
minimal tiga berita dalam sehari bukan perkara mudah bagi wartawan ajaran.
Pertanyaan heran sering disampaikan oleh masyarakat apakah bisa wartawan menulis
tiga berita dalam sehari. Belum lagi
wara wiri kesana kemari untuk mendapatkan liputan yang good news harus
bermandikan peluh, menghadang angin, menahan panas dan melawan kantuk. Belum
lagi kemungkinan terburuk adanya tekanan psikis maupun fisik atas liputan berita
wartawan.
Pentingnya peran dan fungsi pers dalam perubahan sosial tersebut
menjadikan institusi ini lebih istimewa dalam sistem demokrasi. Ia diposisikan
sebagai pilar keempat demokrasi, selain lembaga ekskutif, yudikatif dan
legislatif. Maka tidak jarang wartawan menjadi target pengamanan, lobi dan
negosiasi demi keamanan kepentingan penguasa atau pengusaha. Disinilah perlunya
kekuatan mental dan spiritual yang dimiliki wartawan. Radar Cirebon termasuk
koran yang rajin menjaga idealisme wartawannya dengan segala kebijakan yang
ada, baik reward maupun punishment.
Di usianya yang ke-16 tahun, semoga kemampuan Radar Cirebon semakin
kuat dan profesional dalam tiga aspek di atas. Tentu tantangan Radar pada
tahun-tahun awal berbeda dengan tantangan sekarang dan yang akan datang.
Berbagai masalah yang berdampak kepada masyarakat luas ke depan akan semakin
banyak. Sekalipun dari tahun ke tahun masalah pemberitaan menjadi bagian dari
dinamika koran daerah terbesar ini.
Belum lagi lahirnya banyak media cetak lokal launnya dan perkembangan
teknologi komunikasi dan informasi radio, televisi dan internet menjadi
tantangan besar bagi kelangsungan koran ini.
Dengan lahirnya beragam media informasi maka Radar Cirebon tidak lagi
menjadi media satu-satunya sebagai tempat curhat dan sandaran hati masyarakat.
Jika tidak sesuai harapan bisa jadi koran ini akan ditinggalkan pembaca.
Memihak kepentingan masyarakat luas sebagai media penyambung lidah masyarakat
merupakan satu pilihan. Kedalaman isi berita, racikan bahasa yang memperdaya,
layout halaman yang mempersona, memperkokoh koran ini tetap sebagai koran
juara. Selamat ulang tahun Radar Cirebon !! (*)
*) Penulis adalah wartawan
Radar Cirebon tahun 2000-2005
(dimuat di Radar Cirebon 21 Desember 2015)
(dimuat di Radar Cirebon 21 Desember 2015)