SELAMAT DATANG DI WEBLOG DENY ROCHMAN. MARI KITA BANGUN PERADABAN INI DENGAN CINTA DAMAI UNTUK MASA DEPAN LEBIH BAIK

Desember 21, 2015

PERS DALAM GODAAN POLITIK KEKUASAAN

Oleh : Deny Rochman.

Peringatan pers nasional tahun ini terbilang berbeda dengan peringatan sejenis pada tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2014 yang merupakan tahun politik, menjadi perang bintang tokoh dan pengusaha pers nasional. Sebut saja deretan nama seperti raja Jawa Pos Group Dahlan Iskan, pemilik TVOne Aburizal Bakri, Direktur Utama MNC group Hary Tanoesoedibjo dan Bos Metrotv Surya Paloh. Keterlibatan para elit pers tersebut tentu akan sangat mempengaruhi independensi pers dimasa mendatang.

Seperti diketahui bersama, Dahlan Iskan sang menteri BUMN ini tengah mengikuti konvensi calon Presiden Partai Demokrat. Abu Rizal Bakri sudah jauh-jauh hari sebagai calon Presiden dari Partai Golkar. Begitu juga dengan Hary Tanoe, melalui Partai Hanura bergandengan dengan ketua umumnya Wiranto maju sebagai pasangan satu paket capres dan wacapres. Langkah yang sama dilakukan Surya Paloh melalui Partai Nasional Demokrat.

Tentu sebagai warga negara Indonesia, para jajaran pimpinan pers tersebut memiliki hak untuk mencalonkan dan dicalonkan sebagai calon presiden republik ini. Namun sebagai insan pers, yang sering mengklaim independen dan profesional, kiprah mereka dalam dunia politik akan mempengaruhi independensi pers yang selama ini sebagai penyambung lidah rakyat dalam mengontrol kekuasaan negara dan pemerintah.

DWI FUNGSI PERS
Selama ini masyarakat banyak berharap dengan peran pers dalam memperjuangkan aspirasi mereka terhadap pemerintah. Termasuk berbagai informasi yang terkait dengan sesuatu yang rakyat butuhkan, apakah menyangkut kesejahteraan, keamanan, kesehatan dan sebagainya. Yah, fungsi pers sebagai kontrol sosial dan media informasi relatif lebih menonjol drpada fungsi pendidikan, hiburan dan sebagai lembaga pendidikan.

Dalam bagian lain, pers dalam Undang-undang No.40 Tahun 1999 dijelaskan, memiliki peran untuk memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, hak asasi manusia, serta menhormati kebhinekaan. Pers juga berperan mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar. Melakukan pengawasan, kritik, koreksi dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum. Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Peran dan fungsi pers tersebut berbeda dengan fungsi partai politik bagi pelakunya. Partai politik organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, setiap parpol bertujuan untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan guna melaksanakan/mewujudkan program-program yang telah mereka susun sesuai dengan ideologi tertentu. Dalam mencapai tujuannya, parpol menjalankan mekanisme fungsinya kepada anggotanya. Fungsi tersebut seperti parpol sebagai saran komunikasi politik, sarana sosialisasi politik, sarana rekrutmen politik dan saran pengatur konflik.

KONFLIK INTEREST

Dua fungsi dan peran yang berbeda antara pers dan partai politik tersebut berdampak kepada kerja pers di masa mendatang. Posisi pers yang biasa berdiri ditengah, menjembatani berbagai kepentingan kelompok masyarakat perlahan akan bergeser kepada keberpihakan kepada pihak yang selaras dengan kepentingan partai yang diusung insan pers. Jika elit pers berpolitik praktis untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, pertanyaan sekarang anggota siapa. Anggota partai atau pembaca/penonton media massanya?

Partai politik sebagai sebuah produk demokrasi ikut memicu terciptanya sebuah masyarakat yang terpolarisasi dalam kelompok-kelompok kepentingan. Kelompok masyarakat yang menang partainya perjalanan hidupnya akan diperhatikan oleh partai pendukungnya. Sementara kelompok masyarakat yang kalah partai pendukungnya, maka mereka bagaikan anak kehilangan induknya. Lalu kemana masyarakat marginal ini mengadu, jika pers sendiri perlahan tergoda politik kekuasaan.

Memang sebagai sebuah lembaga, insan pers memiliki kepentingan politik tersendiri. Kepentingan politik tersebut kerap dikemas dalam manajemen isu pemberitaan. Setiap peristiwa yang terjadi akan dilakukan analisis politik pemberitaan. Namun porsi politik pemberitaan itu lebih kepada kepentingan yang sejalan dengan pembaca atau penonton media massanya. Sekalipun tidak sedikit media massa bergerak sebagai media penekan terhadap penguasa atau pelaku ekonomi.

Namun berpolitik bagi insan pers tentu bukan hal yang dilarang di negara demokrasi. Bisa jadi tokoh pers nasional ini turun gunung ke dunia politik untuk memperbaiki sistem demokrasi yang lebih baik. Mereka gregetan dengan sistem culas politisi yang membuat rakyat hidup semakin susah secara perlahan melalui kebijakan yang tidak pro rakyat. Terlebih selama ini pers dalam perjalanan pemerintahan RI kerap menjadi target penjinakan opini building.

Ke depan, perlu dibuat role of the game dalam percaturan politik nasional tersebut. Sehingga sistem sosial yang berkembang tidak mengembangkan konflik kepentingan yang akut. Tumbuh kembang konflik sosial dan politik yang membuat masyarakat semakin tidak nyaman menjalani hidup sebagai warga negara. Para kaum cendikawan, kelas menangah, terpelajar harus diberdayakan sebagai kelompok kontrol terhadap pers dan kekuasaan negara. Semoga !

*) penulis adalah jurnalis era 2001-2006.
Sekretaris Majelis Pustaka dan Informasi PDM Kab. Cirebon.