SELAMAT DATANG DI WEBLOG DENY ROCHMAN. MARI KITA BANGUN PERADABAN INI DENGAN CINTA DAMAI UNTUK MASA DEPAN LEBIH BAIK

Mei 20, 2018

MENIMBANG KEKUATAN POLITIK RW

Oleh:

Deny Rochman

Jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 27 Juni 2018 mendatang, peran pengurus Rukun Warga (RW) kian strategis. Khususnya RW-RW diperkotaan, keberadaan mereka akan menjadi kekuatan tersendiri dalam peta politik pilkada. Sadar kondisi tersebut, para pasangan calon Wali Kota terus membangun komunikasi dengan pemimpin tingkat grassrote tersebut.

Beragam bentuk komunikasi terus dilakukan. Apakah komunikasi secara langsung maupun tidak langsung. Langsung dengan pasangan calon, tidak langsung melalui tim suksesnya dan para underbownya. Bentuk kemasannya pun ditata agar lebih elegan dan aman dari jeratan pelanggaran pilkada.

Bagi sebagian besar ketua RW, perhelatan pilkada akan bertambah jam kegiatan. Hak politiknya memiliki kebebasan memilih siapa paslon yang layak diusung, dukung dan dipilih calon jadi. Tentu semuanya harus memiliki komitmen dan integritas terhadap janji-janji politiknya. Tak sekadar PHP, Pemberi Harapan Palsu. Habis manis sepa dibuang.

PERAN STRATEGIS

Kekalahan paslon Ahok pada Pilkada DKI 2017 disebut-sebut karena kurang dukungan dari forum RW. Para RW menolak mendukung petahana karena kebijakan Ahok dianggap merugikan RW. Kebijakan Ahok yang meminta RT/RW melaporkan kegiatannya minimal tiga kali sehari lewat Qlue sejak Mei 2016.

Kasus DKI menunjukkan pentingnya peran strategis RW perkotaan karena pemimpin kampung ini merupakan jabatan politik. Jabatan yang didukung dan dipilih oleh warga melalui pemilihan suara, one man, one vote. Sementara posisi kelurahan setingkat desa tidak punya peran politik penggalangan massa. Hak politik mereka dibatasi oleh peraturan netralitas politik PNS. Termasuk ketua RW yang berprofesi sebagai PNS terkena aturan tersebut.

Sebagai ketua RW saya pernah mengalami jeratan pasal netralitas politik PNS. Pihak pengawas memanggil untuk klarifikasi kehadiran saya dalam pertemuan salah satu paslon di Baperkam. Kendati saat itu posisi saya sebagai ketua RW, tak mengenakan atribut PNS dan tak orasi mengajak warga mencoblos salah satu paslon. Kehadiran paslon pun tak diundang.

Melihat pentingnya peran RW para pengurus harus bersikap dalam hajat politik lokal lima tahunan itu. Sikap tersebut tidak hanya berorientasi jangka pendek. Dapat bantuan materi terus dibagi-bagi. Hal lebih penting adalah bagaimana aspirasi warga setempat terkait berbagai masalah dan kebutuhan yang ada bisa menjadi bagian dari komitmen politik paslon jika terpilih.

Janji politik tersebut harus satu paket dengan sanksi politik jika kelak diingkari. Walau bab ini kelihatannya tak diatur khusus oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Termasuk belum ada kasus pidana menimpa kepala daerah yang dijerat janji palsu kemudian masuk bui. Pengadilan rakyatlah secara moral yang menghakimi kepala daerah yang ingkar janji.

Sebagai pemimpin tingkat grassrote,  kemampuan ketua RW dipertaruhkan dalam menyampaikan aspirasi warganya kepada para paslon. Maka sewajarnya para RW harus memiliki daftar kriteria paslon yang layak didukung. Kriteria paslon yang akan membawa kampung RW lebih baik lagi ke depan. Pemimpin yang memiliki program pro RW.

Paslon yang ada, harus pandai membaca keinginan dan kebutuhan para RW. Tentu saja keinginan dan kebutuhan berbasis aspirasi warganya, bukan para petinggi kampung. Program dan kebijakan politik pemda kota yang pro RW harus terus dipatenkan menjadi program unggulan. Misalnya seperti Bantuan Hibah Walikota atau program Musrenbang.

Tentu tak mudah untuk menguji kebenaran janji paslon. Baik paslon yang lama, maupun paslon yang baru. Namun paling tidak kejelasan program dan platform paslon harus menjadi dasar komitmen menagih janji politiknya. Paslon harus berani dengan sanksi politik untuk menunjukkan komitmen mereka dalam mensejahterakan masyarakat jika kelak mengingkari.

Untuk mengawal janji politik paslon jadi, keberadaan forum RW menjadi penting. Forum RW yang melingkupi para RW di satu kelurahan bisa menggalang kekuatan politiknya di satu kecamatan, antarkecamatan sehingga menjadi kekuatan tingkat kota. Sayangnya, sebagai makhkuk politik para RW pun ada yang terpolarisasi dalam kepentingan politik jangka pendek. (*)

*) Penulis adalah Ketua RW 01 Kemakmuran, Sekretaris Forum RW Kelurahan Pegambiran Lemahwungkuk Kota Cirebon.