SELAMAT DATANG DI WEBLOG DENY ROCHMAN. MARI KITA BANGUN PERADABAN INI DENGAN CINTA DAMAI UNTUK MASA DEPAN LEBIH BAIK

Oktober 25, 2020

KUOTA DATA DAN INTERNET THINGS

Oleh:

Deny Rochman

Guru ngeluh. Siswa bete. Orang tua lelah. Pembelajaran jarak jauh (PJJ) masa pandemi dianggap tidak efektif. Bahkan berdampak inifisiensi anggaran, belum lagi efek psikologis dan sosiologis peserta didik. Ada perubahan pada perilaku sosial dan psikologis anak. Ada yang menyendiri, ada yang kebablasan main dan asa juga waktunya habis di depan gadget.

Salah satu orang tua pernah mengeluh dengan pola belajar masa pandemi saat ini. Tiga anaknya sekolah sebulan makan biaya kuota data 300 ribu per anak. Belum lagi biaya listrik yang ikut-ikutan naik. Karena jam tayangnya bertambah seiring anak-anak belajar dari rumah (BDR). BDR menjadi beban belajar anak bertambah, begitu juga dengan orang tuanya harus meluangkan waktu mendampingi anaknya belajar.

Itu baru dilihat dari sisi pendidikan. Sejak pandemi, tingkat konsumsi makan minum di rumah meningkat tajam. Ketiadaan aktifitas yang tinggi, berdampak kesibukan ngemil naik. Jangan heran anak-anak sekarang, dan mungkin guru-gurunya mengalami kenaikan berat badan. Sebagian sudah mendekati obesitas.

Dalam konteks ini, tentu saja PJJ di era pandemi ini tidak efektif. Daya serap materi pembelajaran anak jauh menurun daripada pembelajaran tatap muka di sekolah. Namun kondisi pandemi yang tak memungkinkan saat ini memaksa guru dan siswa harus mengajar dan belajar dari rumah. Nah kini bagaimana mendesain pembelajaran jarak jauh agar bisa berjalan efektif. Ketersediaan kuota data menjadi variabel dalam mendukung suksesnya PJJ di era pandemi.

KUOTA DATA
Salah satu kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan adalah pemberian subsidi kuota data. Faktor ini satu diantara beberapa kendala yang dikeluhkan sekolah dan orang tua. Keluhan ketersediaan kuota dalam mengakses PJJ secara online. Media online menjadi pilihan banyak sekolah, khususnya bagi geografisnya terjangkau akses internet. Seperti daerah-daerah di Pulau Jawa, termasuk di wilayah III Cirebon dan kota-kota di Indonesia.

Untuk kebutuhan subsidi kuota data, pemerintah telah menggelontorkan anggaran Rp 7,2 triliun. Dana tersebut untuk subsidi pembelian kuota bagi 27.305.495 kartu seluler pendidik dan peserta didik.Pemberian kuota dalam dua tahap yakni pada bulan September dan November 2020. Kebijakan dianggarkan melalui dana BOS sekolah-sekolah. Relaksasi kebijakan anggaran pada masa pandemi covid-19.

Pemberian subsidi kuota data jika memang tak memberikan solusi penuh. Karena kendala PJJ tidak melulu menyangkut ketersediaan kuota. Akses jaringan yang sulit, kepemilikan ponsel android atau penguasaan teknologi seluler bagian dari masalah PJJ. Namun dengan adanya subsidi paling tidak meringankan beban masyarakat pendidikan. Tinggal bagaimana pengawasan orang tua dan kepala sekolah terhadap anak dan guru dalam memanfaatan kuota untuk pembelajaran online. Tidak dipungkiri dalam realitasnya penggunaan kuota tidak melulu untuk keperluan PJJ.

Bagaimana dengan Kota Cirebon? Yah, sejak Maret 2020 pelaksanaan PJJ di kota ini menggunakan beragam pendekatan (blended learning). Secara formal, Dinas Pendidikan setempat melaksanakan PJJ melalui stasiun Radar Cirebon Televisi, RCTV langka padane. Ratusan guru-guru model dikerahkan. Mulai guru TK PAUD, hingga guru SD dan SMP. Semua tingkatan kelas dan mata pelajaran disampaikan setiap hari, kecuali Minggu. Mulai pukul 07.00-09.00 dan 13.00-17.00 WIB.

Tak hanya pengajaran, evaluasi pembelajaran pun dilakukan secara daring tivi. Hanya teknis pengumpulannya melalui perangkat online, seperti email, whatsapp bahkan offline diantar orang tua ke sekolah dalam waktu ditentukan dan tetap menjalankan protokol kesehatan. Di sinilah masih perlunya penyediaan kuota data dalam mendukung PJJ online. Termasuk kebutuhan mengakses tayangan PJJ tunda di youtube. Bagi siswa yang ketinggalan siaran live atau daerahnya kurang tertangkap jernih siaran RCTV.

Di tingkat sekolah, guru-guru memberikan tambahan materi pelajaran. Materi itu disampaikan beragam media online, seperti google classroom, edmodo, dan lainnya hingga aplikasi whatsapp. Aplikasi yang terakhir ini media paling sering digunakan guru dan siswa dalam berkomunikasi untuk pembelajaran. Maka, ketersediaan kuota data internet dari pemerintah akan sangat membantu dalam mendukung terlaksananya PJJ.

INTERNET THINGS
Ketersediaan kuota data internet ke depan menjadi sebuah kebutuhan hidup manusia. Tidak hanya pada masa pandemi covid-19 ini. Seperti hasil survai Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, pada mada pandemi virus corona (Covid-19) telah mengubah pola konsumsi rumah tangga di Indonesia, terutama dari ragam kebutuhan masyarakat. Kondisi serupa terjadi dengan pulsa yang kini semakin dibutuhkan seiring peningkatan penggunaan internet setelah kebijakan work from home (WFH). Sebanyak 56,55 persen responden mengaku, kebutuhan mereka terhadap pulsa bertambah selama pandemi. (Sumber: republika.co.id)

Perkembangan teknologi internet membuat manusia menjalani kehidupan ini selalu bersentuhan dengan teknologi komunikasi dan informasi. Revolusi industri 4.0 telah menciptakan kehidupan terkoneksi internet. Istilah lainnya adalah internet things. Internet untuk Segala- merupakan sebuah konsep yang bertujuan untuk memperluas manfaat dari konektivitas internet yang tersambung secara terus-menerus. Adapun kemampuan seperti berbagi data, remote control, dan sebagainya, termasuk juga pada benda di dunia nyata.

Internet things sudah menjadi sebuah fenomena di masyarakat Indonesia. Sebelum bangsa ini tersandera covid-19, masyarakat mulai terbiasa dengan dunia internet. Mulai dari pemenuhan kebutuhan sandang, pangan dan papan, hingga kebutuhan hiburan, dan pendidikan dipenuhi melalui media pesanan online. Bedanya dulu belanja online hanya sebuah pilihan. Kini sudah menjadi kebutuhan demi kesehatan dan keselamatan.

Jika kemudian sekarang dunia pendidikan dipaksakan untuk PJJ, mestinya tidak menjadi kendala serius. Apalagi bagi masyarakat perkotaan dan daerah lain yang terkoneksi dengan jaringan internet. Tinggal bagaimana beradaptasi dengan kebiasaan baru. Bagaimana melakukan inovasi dan kreatifitas pembelajaran dalam situasi pandemi. Tidak memamerkan keluh kesah tak solutif. Sebagai manusia modern, kita tak boleh kalah dengan keadaan.

Mengingat kini dan ke depan masyarakat akan hidup dalam tatanan Revolusi Industri 4.0, maka ketersediaan kuota data harus menjadi kebutuhan masyarakat. Sudah mulai masuk daftar anggaran belanja rumah tangga. Bersamaan kebutuhan masker dan hand saniter. Bersamaan dengan itu, pemerintah berkerjasama dengan sejumlah pihak bisa menyiapkan fasilitas wifi gratis di sejumlah titik strategis di area publik. Karena internet things sudah menjadi bagian hidup manusia di jaman now. Selamat datang dunia virtual ! (*) 

*) Penulis adalah pegiat literasi "Gelemaca" Kota Cirebon.