SELAMAT DATANG DI WEBLOG DENY ROCHMAN. MARI KITA BANGUN PERADABAN INI DENGAN CINTA DAMAI UNTUK MASA DEPAN LEBIH BAIK

Oktober 30, 2021

MEMBANGUN EKSISTENSI DAN STRATEGI LITERASI GELEMACA


Oleh:
Deny Rochman*)

Membumikan literasi tak mudah. Pasang surut gerakannya ikut dipengaruhi kebijakan pemerintah. Sejak pengalihan kewenangan pengelolaan SMA/SMK kepada Pemerintah Provinsi. Sejak ada perombakan kabinet, Mendikbud Anies Baswedan. Maka, sejak itu Gerakan Literasi Sekolah (GLS) di Jawa Barat ikut kolaps. Beruntung, GLS di Kota Cirebon masih berumur dan bernafas panjang. Ada cara, strategi dan kekuatan untuk menjaga eksistensi gerakan Gelemaca. Membumikan literasi di Kota Wali.
****

Gerakan literasi di Kota Cirebon terus berkembang. Sejak dilaunching pada 2016 silam, para pegiat literasi kota ini mengembangkan program dan kerjasama dengan sejumlah pihak. Kendati dalam keterbatasan dana, waktu dan tenaga, namun tetap eksis hingga masuk tahun keempat. Tercatat sudah tiga kali mewisuda 1500 siswa dan guru, mengadakan jelajah literasi dialam terbuka, festival dan jambore literasi. Bekerja sama event beberapa kali dengan Dinas Pendidikan, TB Gramedia, PGRI, KKG, Kejaksaan Negeri, koran Radar Cirebon, Media Guru Indonesia, hingga perusahaan listrik Korea PLTU PT Cirebon Power. Beragam program tersebut berkah perjuangan pegiat literasi yang terhimpun dalam komunitas literasi Gelemaca. 

Nama Gelemaca pada tahun 2016 belum sepopuler seperti sekarang. Masyarakat Kota Cirebon, khususnya dunia pendidikan lebih mengenal CLRC, kepanjangan dari Cirebon Leader's Reading Challenge. Artinya tantangan membaca dari pemimpin Cirebon, Walikota dan Kepala Dinas Pendidikan. CLRC merupakan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) embrio lahirnya Gelemaca. Gerakan ini secara resmi dilaunching oleh Walikota Cirebon Drs H Nashrudin Azis, SH. Peresmian bersamaan dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), Senin 02 Mei 2016. Pada momentum bersejarah, Walikota bersama ratusan siswa melakukan video conference dengan Gurbenur Jawa Barat saat itu, Ahmad Heryawan, Lc.

Pada tahun awal pendirian, gerakan literasi CLRC merambah ke semua sekolah. Setiap siswa di beda sekolah diberikan tantangan membaca dan mereviu buku non mata pelajaran. Satu kelompok terdiri dari lima siswa dan satu guru pembimbing. Di satu sekolah, bisa terdiri beberapa kelompok dan guru pembimbing. Mereka diberikan tantangan membaca minimal 24 buku dalam 10 bulan. Buku yang dibaca akan direviu, dan dipresentasikan di luar jam pelajaran. Program ini melengkapi program nasional membaca 15 menit sebelum belajar pada era Mendikbud Anies Baswedan. Menteri yang menggagas Bahasa Menumbuhkan Budi Pekerti melalui GLS sejak tahun 2015. Maka lahirlah Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti.

Reviu buku non bacaan menggunakan media tertulis di atas kertas yang sudah disiapkan. Ada media Fishbond, AIH, Y Chart dan Info Grafis. Pilihan media reviu diatur berbeda bulan. Setelah dilakukan presentasi di kelompoknya masing-masing, karya media dikirim kepada pengurus CLRC secara online. Siswa yang mencapai target tantangan maka akan diberikan medali. Penyematan medali pada ajang Wisuda Literasi. Siswa yang meraih medali diberikan kesempatan untuk mengikuti Jambore Literasi dalam waktu yang berbeda. Sejak awal berdiri, wisuda literasi sudah dilaksanakan tiga kali. Di Kesultanan Kacirebonan tahun 2017, di Gedung Negara Bakorwil tahun 2018, dan di Goa Sunyaragi Cirebon tahun 2019.

Pada awalnya, gerakan literasi berjalan di semua jenjang sekolah, dari SD hingga SMA. Pada tahun 2017, gerakan di level SMA mulai hilang. Seiring diterapkannya kebijakan pemisahan pengelolaan kewenangan pendidikan menengah ke atas kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Padahal sebelumnya, Dinas Pendidikan Jawa Barat pada tahun 2016 melakukan roadshow ke sejumlah daerah. Daerah tersebut antara lain Kab Bandung, Kota Cirebon, Pangandaran, Kuningan, Garut, dan Cianjur. Program awal gerakan literasi Jawa Barat akan selesai menentuh seluruh sekolah pada tahun 2020. Tiga narasumber roadshow workshop literasi tersebut, diantaranya dari Kota Cirebon: Kartino, Deny Rochman dan Dewi Pujiati.

Namun sejak perpisahan kewenangan pendidikan menengah atas ke pemerintah propinsi tahun 2017 lalu, maka gerakan literasi di kota ini fokus bergerak di tingkat SD dan SMP. Sementara pegiat literasi SMA SMK mundur teratur. Maka target literasi hingga tahun 2020 tinggal hanya kenangan. Secara resmi Disdik Jabar menyerahkan kewenangan pembinaan literasi kepada pemerintah kota dan kabupaten di Jawa Barat dalam sebuah rapat. 

Guru-guru perintis sebanyak 300 orang yang sudah dibentuk sejak Juni 2016 satu demi satu berguguran di sejumlah daerah. Keinginan mencetak 1300 guru perintis batal dilakukan. Peran sejumlah pemda dan dinas di daerah tak bergeming. Terkesan tak mau melanjutkan program literasi Jabar. Mungkin merasa bukan program mereka. Beruntung geliat literasi di Kota Cirebon masih terasa. Komunitas Gelemaca terus menjaga nyala api literasi hingga memasuki tahun keempat 2020.

Akar Gelemaca
Lahirnya komunitas literasi Gelemaca tak bisa lepas dari program CLRC di Kota Cirebon dan program WJLRC di Jawa Barat. Dua nama program tersebut diinisiasi oleh guru-guru alumni Adelaide Australia Selatan. Guru-guru di Jawa Barat, sejak tahun 2010 hingga 2014 diberangkatkan ke kota seribu gereja tersebut. Nama kegiatannya adalah West Java Training Adelaide for Teachers. Kota Cirebon dalam rentang waktu tersebut telah mengirimkan 34 guru, termasuk di dalamnya ada kepala sekolah. Pelatihan di Australia itu berlangsung selama satu bulan. Guru-guru tinggal bersama penduduk asli Adelaide (house family). 

Angkatan tahun 2013, adalah alumni yang bersemangat membentuk gerakan literasi di Jawa Barat. Terdapat 20 guru Kota Cirebon pada tahun tersebut. Namun tak semuanya terlibat aktif dalam gerakan literasi di Kota Wali ini. Tercatat nama-nama yang menjadi pegiat literasi alumni Adeliade adalah Yudi Taryadi, Daryo Susmanto, Deny Rochman, Agus Wartono, Yudi Biantoro, Noor Aeni, Elva Virdianastuty, Kartino, Dewi Pujiati, Nova Haryono, dan Saefurrokhman. Para alumni Adelaide ada tuntutan menerapkan program yang diadopsi dan diadaptasi dari Australia yaitu Premier’s Reading Challenge (PRC). 

Tiga sekolah Kota Cirebon, terpilih sebagai sekolah pioneer literasi. Yaitu SMPN 1, SMPN 2 dan SDN Kalijaga Permai. Sekolah tersebut menjalani tantangan literasi selama satu tahun, 2013-2014 bersama sekolah-sekolah lain di Jawa Barat. Sebagai guru pembimbingnya adalah Kartino, Daryo Susmanto, Dewi Pujiati dan Agus Wartono. Guru-guru dan siswa literat tersebut mendapatkan penghargaan langsung dari Pemerintah Australia Selatan di Bandung pada 2015 silam. Tiga pegiat literasi perdana ini kemudian mengembangkan gerakan serupa di Kota Cirebon. Maka, para alumni Adeliade berkumpul dan rapat bersama. Ditambah pegiat literasi dari guru-guru lain di kota ini. 

Pegiat literasi non alumni Adelaide antara lain Lilik Agus Darmawan, Iis Nur'aeni, Apriani Dinni, Novi Nurul Khotimah, Eva Resna Hendawati, Andhi Rachman, Adi Tama, Ririn, Oom Istikomariah, Devy, Rohmah, Rima Effendy dan Lisyanti. Mereka terkoneksi dari Komunitas Pegiat Literasi Jawa Barat (KPLJ). Beberapa lainnya dari nama-nama yang direferensikan untuk membantu gerakan literasi di Kota Cirebon. Semua SDM yang ada memiliki kekuatan masing-masing bagi GLS.

Nama CLRC dipilih sebagai program Kota Cirebon. Itu mengadopsi nama WJLRC di tingkat Jawa Barat. Maka, jangan heran pola literasi yang dikembangkan di Kota Cirebon tak jauh berbeda dengan pola WJLRC. Namun dalam perkembangannya, CLRC dikemas sebagai bentuk program literasi sekolah. Pegiat literasi kota ini sepakat hasil diskusi, bahwa perlu pengembangan organisasi. Ditetapkan nama Gelemaca sebagai komunitas literasi sebagai baju CLRC.
Istilah Gelemaca memiliki dua makna. Pertama, Gelemaca kependekan dari Gerakan Literasi Masyarakat Cirebon Kota. Kedua, Gelemaca mengandung arti umum, Gelem Maca (mau baca). Belakangan, ada yang mengartikan lain. Kata Gele artinya ganja, candu. Maka Gelemaca adalah kecanduan membaca. 

Sejak ditetapkan nama Gelemaca, maka secara manajemen organisasi dilakukan penataan. Dibentuk struktur dan pengurus komunitas. Terpilih secara aklamasi adalah Lilik Agus Darmawan, saat itu Kepala SMPN 6 Kota Cirebon. Pada fase awal CLRC, sebagai ketua sebelumnya adalah Yudi Taryadi. Saat itu guru SMPN 1 Kota Cirebon. Sementara legalitas hukum komunitas masih menjadi kajian intens pengurus agar Gelemaca memiliki ruang gerak lebih luas. 

Strategi Gerakan 
Berkembangnya literasi di Kota Cirebon tak lepas dari kerja keras dari personil pegiat literasi. Mereka saling bersinergi membangun kekuatan bersama dengan potensinya masing-masing. Ditengah kesibukan mereka sebagai guru di SD dan SMP. Mencurahkan waktu, tenaga, pikiran bahkan materi demi terlaksananya kegiatan literasi. Ketiadaan anggaran dan sekretariat tak menjadi hambatan mengembangkan komunitas. Terlebih sejak gerakan di kota ini memiliki nama komunitas Gelemaca terus mengebangkan sayapnya. Menjalin sinergitas dengan pihak lain.
Program literasi tak sebatas tantangan membaca CLRC di level siswa dan guru pembimbing. Pada babak berikutnya guru-guru di kota ini dibekali kemampuan literasi. Bekerja sama dengan Dinas Pendidikan setempat, lebih dari satu kali Gelemaca tampil sebagai narasumber workshop literasi guru, mengadakan festival literasi, menggelar jelajah literasi dan jambore literasi. Bekerja sama menggelar dua kali event dengan TB Gramedia Cipto di CSB Mall. Menjadi juri lomba PGRI, dan Kejaksaan Negeri Kota Cirebon dan pendampingan Taman Bacaan Pesisir PT Cirebon Power. Membuka halaman literasi Gelemaca Radar Cirebon. Gerakan guru menulis buku bekerja sama dengan Mediaguru.
Ada banyak kegiatan yang sudah dilahirkan oleh Gelemaca selama 3 tahun berjalan. Tercatat antara lain: 
Deklarasi GLS Kota Cirebon dan CLRC senin 02 Mei 2016 pada upacara hardiknas di lapangan kejaksan.
Launching CLRC periode 1 dan telekonference dgn gubernur jabar di gedung gramedia di ikuti oleh perkalian siswa SD SMP SMA SMK se- Kota Cirebon.
Diklat Literasi 1, Selasa-Rabu 02-03 Agustus 2016 sebanyak 60 orang di SMPN 6 Kota Cirebon.

Seminar Gurunesia pada Selasa 06 September 2016 di gedung Gramedia jalan Cipto bersama Erbe Sentanu dengan peserta sebanyak 70 orang.
Semarak literasi Kota Cirebon, berisi lomba dan ekspo literasi pada 22-23 Oktober 2016 diikuti oleh seluruh SD SMP SMA se- Kota Cirebon. 
Semarak literasi Hardiknas pada 26-30 April 2017 pada Rabu-Minggu di CSB Anugrah Literasi 2017 pada Jumat 26 Mei 2017 di Keraton Kacirebonan. Lolos tantangan 1 : SD 136 SMP 168.
Diklat literasi 2 pada 20-21 Juli 2017 di Hotel Bagus Inn sebanyak 250 orang guru SD SMP se- Kota Cirebon.

Lomba literasi budaya. Bulan September 2017. Lomba feature fotografi dan poster.
Workshop Sagusabu bersama Mediaguru Senin-Selasa 09-10 Oktober 2017 sebanyak 83 orang.
Jambore literasi pada 4-5 Desember 2017 di Jatinangor Sumedang. Wisuda literasi 2 pada Sabtu 28 April 2018 di Gedung Negara Cirebon Bakorwil. 
Workshop Literasi 3 untuk guru pembimbing, pada 23-24 Juli 2018 di Hotel Grand Dhian. Festival Literasi Siswa Kota Cirebon, di SMPN 1 Kota Cirebon pada Sabtu 27 Oktober 2018 yang melahirkan 2 buku karya siswa berupa Antologi Puisi dan Cerpen. 

Workshop Guru Menulis pada Sabtu 17 November 2018, di Hotel Grand Dhian yang membidani Komunitas Guru Penulis Cirebon yang ikuti oleh 126 peserta. 
Tertanggal 01 Oktober 2018, Gelemaca membuat kesepakatan dengan Cirebon Power, dalam pengembangan Kampung Literasi dan pengelolaan Taman Bacaan Anak di Desa Bandengan, Kabupaten Cirebon.
Jelajah Literasi Lebakngok, yang dilaksanakan pada Sabtu, 19 Januari 2019 di Kawasan SD Cadasngampar, SD Lebakngok dan SD Sumur wuni. 
Tertanggal 24 Januari 2019, Gelemaca membuat kesepakatan dengan Radar Cirebon untuk bekerja sama mengembangkan program literasi di Kota Cirebon.
Pada 7 Februari 2019 terbit perdana halaman literasi Gelamaca di surat kabar Radar Cirebon.
Workshop Guru Menulis lanjutan 1, Rabu 13 Februari 2019 di Graha Pena Radar Cirebon sejumlah 77 peserta.
Launching Taman Bacaan Anak (TBA) Bandengan Kab. Cirebon 17 Februari 2019, PT Cirebon Power – Gelemaca – Polairud
Jelajah literasi Jogja 01-03 Maret 2019 di TBM Guyup Rukun dan TBM Wijaya Kusuma DIY. 
Rapat kerja Gelemaca 13 Maret 2019 di SMP Negeri 18 Kota Cirebon.
Wisuda CLRC 3 pada Kamis 28 Maret 2019 di Goa Sunyaragi sebanyak 1300 peserta.
Festival Literasi Pesisir 27-30 April 2019 di TBA Bandengan Kab. Cirebon.
Workshop Literasi Guru TK PAUD 3-4 Mei 2019 di Hotel Cordela Kota Cirebon.Gelemaca Charity, 31 Mei 2019 di Panti Asuhan Muawanah Kota Cirebon.
Workshop Literasi Guru SD & SMP, 8 – 9 Agustus 2019 di Hotel Cordela Kota Cirebon.
Jambore Literasi 1, 17 – 18 Oktober 2019 di Sidomba Kuningan, peserta 134 siswa, 23 guru pembimbing.
Lokakarya Literasi Nasional, 22 – 23 Januari 2020 di Hotel Cordela, sebanyak 126 peserta.
Pada Minggu 9 Februari 2020 tampil dalam Talkshow Cafe Kopi Waw Radar Cirebon televisi tentang gerakan literasi Kota Cirebon.Satu tahun evaluasi dan refleksi Rubrik Gelemaca Radar Cirebon, 12 Februari 2020 di Gedung Graha Pena Radar Cirebon. 

Itulah dinamika empat tahun gerakan literasi Gelemaca mewarnai masyarakat Kota Cirebon. Pergerakan ini tentu saja hasil kerja keras semua pegiat literasi komunitas ini. Harus diakui, pada level tentu pencapaian ini berkat dukungan Dinas Pendidikan Kota Cirebon. Seperti goal kerjasama Gelemaca dengan koran Radar Cirebon karena dimediasi oleh dinas. Masa itu kepala dinas adalah Drs H Jaja Sulaeman, M.Pd dan Sekdis Drs H Adin Imaduddin. Diperkuat suport Wakil Walikota Cirebon Dra Hj Eti Herawati, yang juga Bunda Literasi Kota Cirebon.

Ditengah kesibukan para pegiat literasi sebagai kepala sekolah, sebagai guru, tetap berjuang merawat dan menjaga api literasi. Peran, fungsi dan posisi para pegiat literasi menjadi kekuatan komunitas Gelemaca. Ada enam kepala sekolah, ada mantan wartawan, editor, penulis, produsen buku. Basic pengurus dari latarbelakang aktifis mahasiswa, organisatoris menguatkan gerak Gelamaca. Keaktifan mereka di semua lini kegiatan, organisasi kedinasan, baik di sekolah, di MGMP, KKG, atau kegiatan Disdik, rajin ikuti lomba-lomba, menjadi narasumber, trainer membangun citra positif literasi di Kota Cirebon. 

Kehadiran “Kapten Literasi” Mr Kartino, menjadi ikon penting bagi gerakan literasi Gelemaca. Tak hanya di level kota ini, tetapi di Jawa Barat bahkan nasional. Pada beda momen, ia tampil sebagai Gatot Maca. Atau berperan menjadi tokoh lainnya yang relevan dengan simbol literasi. 

Kekuatan media massa, baik online maupun offline dimanfaatkan pegiat Gelemaca untuk menyebarkan virus literasi secara luas di masyarakat. Pengurus sering menulis artikel di surat kabar, menulis buku, menulis di media sosial dan blog. Pencapaian MoU dengan PT.Cirebon Power PLTU dengan Gelamaca satu contoh kekuatan efek media online. Pihak perusahan listrik konsorsium Korea itu tertarik dengan kiprah Gelemaca dalam meliterasi masyarakat. Informasi itu dijumpai dari ulasan tulisan feature Dewi Pujiati, pegiat Gelemaca di media online.
Untuk mengembangkan gerakan literasi di daerah, tentu diperlukan komunitas-komunitas. Pengurus di dalamnya harus memiliki komitmen dan integritas terhadap dunia literasi. Jangan mencari penghidupan, tapi berupaya untuk menghidupi. Membuka koneksitas, membangun sinergitas menjadi point penting menjaga eksistensi gerakan literasi. Baik klik dengan sesama pegiat internal komunitas, maupun dengan pihak luar harus dimanfaatkan. Memupuk komunikasi dan informasi melalui beragam media akan menguatkan gerakan literasi sehingga lebih membumi. Semoga.(*) 

Profil penulis: 
*) Deny Rochman, S.Sos., M.Pd.I, pegiat literasi ini lahir di Kabupaten Cirebon 21 Januari 1976. Pendidikan dasar ia habiskan di desa kelahirannya, Sindanglaut Lemahabang Kulon. Kedua orangtuanya bukan Penulis, namun mantan aktivis mahasiswa ini mulai banyak belajar menulis masa kuliah S1 Sosiologi Fisipol Unsoed Purwokerto (2000), dan S2 Psikologi Pendidikan IAIN Cirebon (2011). Kendati masih sebatas menulis tugas makalah kuliah, seminar, diskusi dan surat pembaca media massa. Skill menulis kian matang sejak bekerja sebagai jurnalis Radar Cirebon hingga 2006. Profesinya sebagai Guru PNS SMP Negeri 4 Kota Cirebon hingga 2019, tak menghilangkan kebiasaan menulisnya. “Writing is my life,” begitu motto hidupnya. Pernah menjadi editor buku guru nasional, pengelola majalah remaja dan Narasumber Gerakan Literasi Sekolah Jawa Barat (WJLRC). Sampai kini bertugas sebagai Koordinator Wilayah Pendidikan Kecamatan Pekalipan Kota Cirebon. Namun di tengah kesibukannya, masih aktif di Komunitas Literasi Gelemaca di Kota Cirebon. Suami Riaya Andrianingsih dan bapak tiga anak ini bisa dihubungi lewat WA: 08122064604.





Oktober 29, 2021

KOREA GANDENG SMPN 18 CIREBON

Penulis :
RATU CITRANIA, S.Pd, M.Si
Wakasek SMP Negeri 18 Cirebon

Ini adalah pengalaman istimewa. Pengalaman sangat menarik yang dirasakan. Khususnya bagi warga SMP Negeri 18 Kota Cirebon. Pengalaman luar biasa ini ingin berbagi kepada sekolah-sekolah di Kota Cirebon, dan masyarakat pada umumnya. Pengalaman dikunjungi tamu dari Negara Korea Selatan. Bahkan mereka tertarik menjalin kerjasama dengan sekolah kami.

Pada 27 Agustus 2021 lalu, SMP Negeri 18 Kota Cirebon kedatangan tamu spesial. Rombongan dari Kementrian Pemuda dan Pariwisata Korea Selatan Bersama tim dari NGO Arcolabs. Tamu istimewa itu diantarkan Dinas Pendidikan Kota Cirebon. Pihak asing itu menawarkan program pertukaran pendidikan seni dan budaya Korea-Indonesia yang bernama Made in Cirebon pada 2021. Program yang diinisiasi oleh Korea Art & Culture Education Service bersama Pemda Kota Cirebon, Arcolabs dan seniman lokal Sinau Art.  

Kepala Sekolah SMPN I8 Kota Cirebon, Hj. Sumiyati, S.Pd., M.Si merasa bangga sekolahnya terpilih  sebagai pilot project program tersebut. Program kerjasama ini dukung penuh oleh Dinas Pendidikan Kota Cirebon dengan  harus tetap menerapkan protokol kesehatan. Kendati masih masa pandemi, ternyata program ini bisa berjalan. Dengan agenda kegiatan: Cerita Bersuara, Ecotik, Buku Dongeng Pop Up, Lengko Story Buzz, Music Sampah Plastik.  
Usai rombongan melakukan kunjungan ke sekolah, pelaksanaan pembelajaran yang akan dilakukan secara offline dan online. Pada September 2021, kolektif seniman Sinau Art Cirebon dipilih untuk menggelar lokakarya. Berlanjut untuk pelatihan bagi siswa dan guru.  Pameran seni kecil yang menampilkan belajar siswa dan seniman yang terlibat dalam Made in Cirebon digelar pada 20-24 September 2021. Media pembelajaran seni dan budaya yang dibuat Arcolabs dan seniman Sinau Art berbentuk video, animasi dan lain-lain.  
 
Di hari ke-1 Cerita Bersuara. Siswa diajarkan cara membuat sebuah tokoh dari clay yang  dihubungkan dengan sebuah alat  makey-makey. Tokoh tersebut dapat mengeluarkan bunyi/ suara sesuai suara yang direkamkan padanya. Hari kedua Ecotik, yaitu sebuah tehnik membatik yang ramah lingukungan karena menggunakan pewarna alami. Bahan alam sekitar seperti kunyit, daun jati dan lainya. Pada hari ke-3 Buku Dongen Pop Up siswa diminta memuat sebuah cerita dan menggambarkan tokoh- tokohnya. Lalu merangkainya untuk dijadikan sebuah buku dongeng yang menarik.
Selanjutnya hari berikutnya siswa diperkenalkan dengan sejarah nasi lengko, Lengko Story Buzz. Sebuah pembelajaran untuk mengenalkan sejarah melalui seni yang menarik. Hari terakhir ada musik sampah plastic. Alat musik dibuat dari bahan bekas botol air mineral berukuran 1, 5 liter untuk dijadikan alat musik. Mengundang kreatifitas siswa untuk dapat memainkan sebuah lagu sederhana. Pada hari yang sama tak kalah menarik guru-guru juga berkesempatan untuk mengikuti workshop di bidang pengembangan seni budaya. (*)

JABATAN ABADI INI SEMPAT MENUAI KRITIK

Tanpa disadari, posisi pubdekdok menjadi jabatan abadi bagi saya. Setiap kali ada event, sering kali diserahin urusan publikasi, dekorasi dan dokumentasi. Termasuk 14 tahun menjadi guru, urusan yang ditangani tak jauh-jauh dari bidang ini. Sejak awal hingga pensiun menjadi Wakasek Humas.

Apakah karena latar belakang pernah menjadi jurnalis, atau karena alasan lain. Atau sebaliknya, karena dianggap punya minat pubdekdok, akhirnya jadi jurnalis, akhirnya diamanahi jadi wakasek Humas. Tugas di tempat lain pun dipercayai urusan ini. Entahlah....

Kedekatan saya dengan dunia pubdekdok punya sejarah panjang. Paling tidak ketertarikan dunia pencitraan ini mulai terasa pada masa kuliah S1 Sosiologi. Kuliah di kampus orange, Fisip Unsoed Purwokerto. Sebelumnya pada masa SMA, saya lebih dikenal seorang pesilat. Yah, pesilat Tapak Suci, yang membawa saya kuliah melalui jalur prestasi.

Pada semester 1, sudah mulai aktif kegiatan kampus. Di UKM kerohanian Islam (UKI) ini, banyak terlibat kegiatan organisasi. Pada event pertama, ditunjuk sebagai seksi pubdekdok. Rasanya asing pertama mendengar istilah itu. Perlahan mulai bertanya-tanya job description pubdekdok kepada mahasiswa senior. Belum banyak gambaran detail tentang ilmu publikasi.

Event Bazar Buku kampus menjadi tantangan sendiri dalam membuat materi publikasi. Ada rasa minder dengan kemampuan sendiri. Selain belum paham konsep dunia promosi, juga tak didukung penguasaan teknologi desain grafis kala itu. Maklumlah, pada tahun 1990-an awal, teknologi desain grafis tak sehebat dan semudah sekarang.

Bisa mendesain publikasi dengan MS Word jadul sudah dibilang bagus. Dengan fitur masih terbatas, dengan speed mesin PC yang lambat, kadang heng. Kualitas cetak printer yang kurang prima. Softwere Coreldraw memang sudah lahir. Namun lagi-lagi keterbatasan skill mahasiswa kampung seperti saya tak bisa mendesain publikasi secara apik. Akhirnya terbitlah selebaran poster Bazar Buku di ketik dengan aplikasi WordStar. Sangat-sangat sederhana.

Kesederhanaan itu tak hanya dari sisi desain grafis. Dari sisi pemilihan diksi kata dan bahasa pun kurang nancap dihati. Mas Anang Fahmi, adalah mahasiswa senior paket banget orang pertama mengkiritik selebaran publikasi itu. Selebaran yang tertempel di pintu Warteg denpan Kampus Fisip. Beruntung ia tak tahu kalau publikasi itu juniornya yang lagi asyik makan di meja berbeda. Cuma nguping.

Kritik itu menjadi spirit saya untuk belajar, kendati harus menahan malu. Belajar tentang banyak hal. Tentang bagaimana memilih diksi bahasa iklan. Tentang ilmu desain grafis. Harus belajar program aplikasi komputer, minimal MS Word. Sampai perlahan mulai belajar strategi promosi efektif dan efesien melalui famplet dan poster. Kala itu publikasi hanya di tempel di papan pengumuman tiap fakultas, masjid, di jalanan hingga di toko dan warung-warung. Belum ada media secanggih dan sebanyak sekarang.

Belajar mengenal dan menggunakan kamera profesional pun di kampus. Itu pun pinjam punya rekan kampus, Mas Nanang, karena di rumahnya memiliki studio foto. Kamera dengan klise negatif film seringnya menggunakan kamera saku. Simpel dan murah. Sejak itu deretan karya foto-foto mulai berserakan. Mulailah belajar sudut gambar yang baik seperti apa. Kemampuan ini kemudian diperdalam saat saya menjadi jurnalis di koran Radar Cirebon (Group Jawa Pos).

Masa awal menjadi wakasek Humas, saya mulai mengenal dunia videografi. Skill basic yang pernah dikenal saat masih menjadi jurnalis. Sempat meminjam handycame kawan layout Mas Ivan Rosadi di satu acara jalan santai. Di sekolah, mulai menggunakan handycame yang gak pernah dipake karena belum ada yang bisa. Dari sinilah mulai belajar video editing tanpa sengaja. 

Pada era kepala sekolah Pak Abdul Haris saya diminta membuat video profil pendidikan trapsila (budi pekerti) sekolah. Video ini rencana ditayangkan pada sebuah acara di hotel, disaksikan Pak Walikota Subardi  saat itu. Bahan materi video yang sudah saya shoot lalu dikebut untuk diedit di PGC. Karena di target, finishingnya sampai malam lewat pusat bisnis itu tutup. Selama mendampingi jasa editing, saya diam-diam belajar cara mengedit video. Programnya pinnacle hingga akhirnya bisa sendirinya karena banyak project sekolah yang dikerjakan.

Selepas meninggalkan dunia sekolah, saya tetap terus meningkatkan kompetensinya. Selain masih menulis di blog dan facebook, perlahan mulai mengenal dunia youtube. Alhasil, skill dasar desain grafis, fotografi, videografi dan jurnalis menjadi simponi karya youtube. Kini, sudah tiga tahun terakhir karya-karya digital itu sering dikerjakan melalui sentuhan tangan smartphone. Lebih mudah dan cepat. Sesuai selera dan jaman digital. (*)