Oleh: Deny Rochman
Muhammadiyah harus mampu merebut hegemoni pers. Karena peran dan fungsi pers semakin penting di era demokrasi sebagai pilar keempat setelah eksekutif, legislatif dan yudikatif. Melalui kekuatan pers Muhammadiyah bisa tampil menginformasikan, menghibur dan mendidik masyarakat bahkan mampu mempengaruhi kebijakan penguasa dan pengusaha. Pada gilirannya nanti bisa ikut menentukan arah dan sejarah bangsa.
Pentingnya penguasaan media massa oleh Muhammadiyah, selain peran dan fungsinya diatas, kini hegemoni kekuatan pers mengkrucut kepada orang perorang dan kelompok. Celakanya, dalam perkembangan terakhir hegemoni pers sudah tergoda dalam permainan politik kekuasaan. Mendirikan partai politik, mencalonkan presiden, menjadi menteri, anggota DPR/D, KPU dan sebagainya. Kondisi ini membuat fungsi dan peran pers melemah. Pada gilirannya pers cenderung menjadi alat kekuasaan.
Nama-nama beken dalam dunia jurnalistik berjejer dalam bursa politik nasional. Dahlan Islan raja media Jawa Pos Group, Aburizal Bakri bos TVOne, Surya Paloh juragan Media MetroTV, Hary Tanoesudibyo bos MNC group, dan nama-nama lainnya menjadi bintang politik proses demokratisasi pemilu 2014 lalu. Jika sudah demikian, berharap peran pers independen dan bebas kepentingan sangat jauh panggang dari api. Belum lagi selama Pemilu Presiden kekuatan media terpolarisasi terbelah menjadi dua kubu kekuatan politik calon presiden.