SELAMAT DATANG DI WEBLOG DENY ROCHMAN. MARI KITA BANGUN PERADABAN INI DENGAN CINTA DAMAI UNTUK MASA DEPAN LEBIH BAIK

Juli 08, 2020

UMAR DIKENAL KALEM DAN BERWIBAWA


Innalillaahi wa Inna ilaihi Rooji'uun, telah meninggal dunia Bapak M. Umar S.Ag, (PDM Kota Cirebon), hari ini sekitar pukul 13.30 wib,l. Semoga Alloh mengampuni dosa2 nya, menerima semua amal Sholeh nya , dan semoga Husnul khotimah. Aamiin...
***
Sebuah pesan whatsapp terbaca di group keluarga besar Muhammadiyah se-wilayah III Cirebon. Nama WAG Muhammadiyah Ciayumajakuning. Selasa 7 Juli 2020 siang itu jarum jam menunjukkan angka 13:55. Saya tengah asyik berdiskusi dengan kawan-kawan di komunitas literasi Gelemaca Kota Cirebon. Bertempat di kafe Hotel Langensari.

Saya dan Pak Lilik Agus Darmawan sontak kaget. Bertanya-tanya. Benarkah Umar guru, politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ? Karena pada webinar zoom meeting sempat hadir halal bihalal IMM Cirebon lintas generasi. Saya coba japri ke mantan caleg PAN, mas Asep. Ternyata benar. Saya dan Pak Lilik mengenal Pak Umar melalui Tapak Suci. Lilik sebagai ketua beladiri Tapak Suci Kota Cirebon. Usai rapat, kita berdua bergegas menghadiri pemakaman Pak Umar di TPU Evakuasi pukul 16.30.

Terlihat di lokasi pemakaman dihadiri keluarga besar Muhammadiyah. Ada juga Ketua DKM Masjid At Taqwa DR H. Ahmad Yani, politisi PAN Wawan Wanija, ketua PDM Kab. Cirebon Ahmad Dahlan dan pengurus PDM Kota Cirebon serta banyak lagi yang mengantar Pak Umar di tempat peristirahatan terakhirnya. Tak begitu jelas satu persatu pengantar karena memakai masker. Namun proses pemakaman berjalan cukup cepat. 

Apa penyebab kematian Pak Umar? Rasa penasaran itu terus hadir dalam diri saya. Mengapa Pak Umar ada di Gebang Kab. Cirebon. Ada acara apa? Karena selama ini saya mengenal beliau adalah guru PAI Kemuhammadiyah di SMF Muhammadiyah Cideng Cirebon. Menurut informasi dari Pak Ehon (Khaerul Anwar Sukmaya) Pendekar Tapak Suci, kisah wafatnya Sekretaris PDM Kota Cirebon sudah punya gambaran.

"Pak Umar meninggal pas jadi imam sholat dhuhur. Baru takbir pertama, tubuhnya langsung tersungkur. Setelah manggil ambulan bahkan mendatangkan pihak kepolisian ia dinyatakan meninggal dunia di tempat pengimaman," ujar Pak Ehon yang sempat hendak sholat berjamaah dengan almarhum di masjid sekolah SMK Muhammadiyah Gebang Kab. Cirebon. Sekitar 15 Km dari pusat Kota Cirebon.

Pak Ehon sendiri adalah staf PDM Kab. Cirebon. Hari ini ia berkunjung ke komplek sekolah Muhammadiyah Gebang untuk urusan majalah SM. Saat datang sebelum dhuhur, Pak Ehon sempat berbincang dengan Pak Umar yang tengah ngobrol bersama kepala sekolah SMK. Saat dhuhur tiba, Pak Umar pamitan sholat berjamaah. Sementara Pak Ehon menyusul dibelakangnya.

"Setelah saya wudhu mau menyusul sholat berjamaah namun jamaah sudah mengerumuni Pak Umar yang sudah membujur. Jamaah sempat wanti-wanti jika ada potensi covid-19. Namun kondisi darurat membuat semua berusaha memberikan pertolongan," tutur Pak Ehon diujung pesawat teleponnya bahwa diduga kematian Pak Umar karena penyakit jantung yang sudah lama ia derita.

Drs M. Umar, S.Ag dikenal sebagai guru dan pengurus PDM Kota Cirebon. Ia mengajar PAI Kemuhammadiyahan. Sebelum di SMKM Gebang, lama mengajar di SMFM Cideng, SMPM 2 Tuparev dan dosen PTM. Di PDM tercatat sebagai sekretaris PDM Kota Cirebon hingga 2020 ini. Dalam karir publiknya dikenal sebagai politisi PAN hingga pernah menjadi calon legislatif.

Kendati tak mengenal lebih dekat, namun penampilan Pak Umar terlihat tenang, kalem dan terkesan berwibawa. Beberapa kali bertemu sekadar menyapa. Pernah mengikuti khotbahnya. Saat saya masih SMA, Pak Umar saat itu sebagai mahasiswa sudah aktif di organisasi Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM). Selamat jalan senior. Insha Allah husnul khotimah. Aamiin... (*)

Juli 06, 2020

INILAH ENAKNYA MUSYAWARAH RW


Kepengurusan RW 01 Kemkamuran Pegambiran Kota Cirebon periode 2017-2020 akan berakhir pada 21 Agustus 2020. Pada pemilihan ketua RW kali ini dilakukan sedikit berbeda, dengan pemilihan pada periode sebelumnya. Memilih dengan cara musyawarah namun tetap voting menjadi opsi tahapan.

Mengapa dengan cara musyawarah? Tentu terlihat ganjil, bahkan tak lazim memilih ketua RW dengan cara musyawarah. Ketika di banyak tempat di Kota Cirebon, memilih ketua RW dengan cara voting. Mengundang warga menyalurkan hak suaranya di satu tempat (TPS).

Ada sejumlah alasan, mengapa pemilihan ketua RW dilakukan secara musyawarah. Pertama, secara yuridis formal pemilihan secara musyawarah diatur dalam Peraturan Daerah Kota Cirebon. Perda No. 4 Tahun 2009 mengatur tentang Pedoman Pembentukan Kelembagaan Kemasyarakatan Kelurahan di Kota Cirebon.

Dalam Perda Bagian Keenam Musyawarah Pemilihan Ketua RW. Pada Pasal 20 ayat (1) menyebutkan bahwa musyawarah pemilihan Ketua RW dilaksanakan oleh Panitia Pemilihan. Baik jika hanya terdapat 1 (satu) orang calon maupun lebih; Ayat (2) Musyawarah diikuti oleh Pengurus RT, Pengurus RW dan tokoh masyarakat setempat. Pada ayat (5) dijelaskan, musyawarah dilaksanakan dengan tahapan atau proses yang sesederhana mungkin untuk mencapai keputusan musyawarah.

Pemilihan ketua RW melalui musyawarah bukan hanya produk hukum Perda Kota Cirebon. Apalagi hanya ada di tata tertib panitia pemilihan ketua RW 01 Kemakmuran. Pemilihan ketua RW melalui musyawarah sudah dilakukan di kota lain. Seperti Kota Bandung diatur dalam Perda No. 04 Tahun 2010. Di Kota Tangerang melalui Perda No. 3 Tahun 2011. Atau di Kota Probolinggo Jawa Timur dalam Perwali No. 31 Tahun 2019.

Bahkan di DKI Jakarta, pemilihan ketua RW cukup dipilih melalui forum musyawarah RW. Forum ini dianggap musyawarah tertinggi terdiri dari pengurus RT dan RW. Ketentuan ini berdasarkan Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta No. 36 Tahun 2001 tentang Pedoman RW di DKI Jakarta.

Di sini sudah jelas dan tegas bahwa musyawarah merupakan mekanisme yang diatur oleh peraturan daerah. Tak hanya di Kota Cirebon tetapi di daerah lain juga. Artinya, jika kita ingin melaksanakan pemilihan ketua RW maka gunakan aturan yang relevan. Bukan aturan untuk pemilihan presiden, kepala daerah, kepala desa atau lainnya.

Alasan kedua. Pola pemilihan ketua RW dengan cara musyawarah adalah untuk membangun kepemimpinan kolektif kolegial. Kepemimpinan kerja sama, kebersamaan dan gotong royong. Ini merupakan warisan budaya bangsa Indonesia yang mulai terkikis dengan budaya politik import, seperti voting.

Dengan kepemimpinan kolektif kolegial, pembangunan kampung menjadi tanggung jawab bersama. Masalah kampung menjadi masalah bersama. Sementara pengurus kampung berperan sebagai mediator dan eksekutor.

Ketiga, untuk meminimalisir efek politik. Tidak dipungkiri, pemilihan suara voting berdampak konflik sosial. Yang tersisih cenderung menutup diri, bahkan menjadi oposisi. Sekalipun kita hidup tak bisa lepas dari konflik. Namun pemahaman demokrasi yang keliru, mempertajam perbedaan. Melalui musyawarah, efek konflik bisa diminimalisir karena yang kalah pun bisa dirangkul. Jika hidup selalu dalam konflik, kapan kita mulai membangun kampung?

Keempat, bertujuan pemerataan partisipasi politik. Ketua RW itu adalah milik semua warga yang tersebar di setiap RT. Maka dalam pemilihannya pun harus menampung aspirasi semua warga RT. Cara voting di TPS selama ini partisipasi warga tidak merata. Maka dengan sistem keterwakilan diharapkan aspirasi warga tiap RT bisa tersalurkan. Pilihan yang bisa dipertanggung jawabkan.

Dengan bermusyawarah mendorong partisipasi aktif warga dalam pencalonan ketua RW. Sistem voting, penjaringan calon ketua RW sepi pendaftar. Kalau pun ada, yang muncul wajah-wajah lama yang biasa naik turun meramaikan bursa calon ketua. Padahal tak sedikit warga yang mampu dan mau tapi malu-malu untuk memimpin kampung. Melalui musyawarah, penjaringan bakal calon (balon) dilakukan bertahap dari tingkat RT hingga pemilihan di tingkat RW. Jumlah balon bisa puluhan untuk dipilih lagi menjadi calon ketua. Memimpin kampung harus orang-orang terpilih dari yang mampu dan mau tapi tidak malu-malu.

Alasan kelima, dengan musyawarah anggaran pelaksanaan bisa dimininalisir. Tak perlu lagi ada biaya pendaftaran calon atau persyaratan administrasi yang tidak penting. Panitia tak perlu menyiapkan undangan massal atau mencetak kartu suara khusus, menyiapkan bilik suara dan lainnya. Melalui musyawarah cukup memakan waktu sekitar 3 jam dan konsumsi secukupnya. (*)

Deny Rochman
Ketua RW periode 2017-2020