SELAMAT DATANG DI WEBLOG DENY ROCHMAN. MARI KITA BANGUN PERADABAN INI DENGAN CINTA DAMAI UNTUK MASA DEPAN LEBIH BAIK

Maret 30, 2022

Tantangan PAUD Berprestasi

Oleh:
Deny Rochman, S.Sos., M.PdI

Pada Februari 2022, lebih 1000 kepala desa dan lurah berkomitmen membangun PAUD Berkualitas. Tidak sekadar ada PAUD, tetapi juga harus dikelola dengan cari yang baik. Hingga  2022, tercatat pada Data Pokok Pendidikan (DAPODIK) masih terdapat sekitar 19.000 desa yang belum mempunyai satuan PAUD. Padahal peran lembaga pendidikan dini ini sangat strategis karena mendidik anak-anak usia golden age. Pendidikan usia dini ini ikut menentukan kesuksesan masa depan anak.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan, yang dimaksud PAUD berkualitas adalah satuan PAUD yang memiliki lingkungan belajar yang aman, nyaman dan mampu memfasilitasi anak agar berkembang dengan utuh. Yaitu berkualitas dalam proses pembelajaran dan berkualitas dalam pengelolaan satuan. Ada 4 layanan yang harus ada dalam satuan PAUD berkualitas, yaitu pertama layanan proses pembelajaran yang baik. Kedua, kemitraan dengan orang tua/wali. Ketiga, pemantauan pemenuhan kebutuhan esensial anak usia dini. Keempat, pengelolaan sumber daya yang baik.

PAUD Berprestasi merupakan program kolaborasi antara Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dengan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim, pihaknya mendorong kualitas penyelenggaraan pendidikan di desa, sebagai upaya untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan desa. Ini sangat penting karena pada usia dini 0-6 tahun merupakan usia emas, dimana perkembangan manusia sangat pesat dari sisi kognitif, bahasa, sosial, emosional dan moralitas.

Hal senada dijelaskan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Halim Iskandar. Pihaknya telah mengadopsi tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) di tingkat global, menjadi SDGs di tingkat Desa. Juga mencanangkan Pendidikan Desa Berkualitas sebagai salah satu targetnya. Pendidikan yang berkualitas di desa harus dapat dinikmati oleh seluruh anak usia dini yang tersebar di sekitar 80.000 desa di seluruh Indonesia.

Hadirnya layanan PAUD yang berkualitas di setiap desa, ditegaskan oleh kedua menteri, sangat dipengaruhi oleh kepala desa, lurah, dan aparatur desa lainnya yang merupakan garda depan pembangunan daerah. Para kepala desa yang hadir hari ini diharapkan dapat meneruskan program-program pemerintah kepada seluruh masyarakat, demi mewujudkan pendidikan berkualitas di desa. Giat pembangunan PAUD di desa perlu meliputi pengembangan kapasitas guru dan pendidik, pengelolaan insentif guru dan pendidik, implementasi program Pemberian Makanan Tambahan untuk mencegah stunting, serta pembangunan sarana dan prasarana PAUD.

Dalam mendukung target PAUD Berkualitas, pemerintah mengeluarkan dua kebijakan inovasi yang baru saja diluncurkan. Pertama, Kurikulum Merdeka dan Platform Merdeka Belajar yang memungkinkan guru mengembangkan pembelajaran yang berpusat pada murid. Dengan mempertimbangkan karakter potensi dan keragaman peserta didik serta kondisi sekolah masing-masing. Kedua, reformasi kebijakan BOP PAUD disesuaikan dengan tingkat kemahalan daerah. Untuk penyalurannya langsung masuk ke rekening satuan pendidikan, dan pemanfaatannya pun jauh lebih fleksibel. 

Melalui reformasi kebijakan BOP PAUD sejak 15 Februari 2022 ini, satuan PAUD kini dapat menerima secara langsung BOP tersebut. Dengan catatan sekolah memiliki ijin penyelenggaraan, memiliki Nomor Pokok Sekolah Nasional (NPSN), memiliki data yang mutakhir dalam DAPODIK, dan peserta didiknya memiliki Nomor Induk Siswa Nasional (NISN). Metode perencanaan dan pelaporan penggunaan BOP saat ini juga telah diotomasi melalui Aplikasi Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (ARKAS) yang terintegrasi dengan sistem pengelolaan keuangan daerah.

TANTANGAN PAUD
Menggenjot target PAUD Berkualitas memang tak semudah seperti didiskusikan dalam seminar-seminar. Apalagi jika melihat kriteria sesuai PP No. 57 Tahun 2021. Yaitu satuan PAUD yang memiliki lingkungan belajar yang aman, nyaman dan mampu memfasilitasi anak agar berkembang dengan utuh. Berkualitas dalam proses pembelajaran dan berkualitas dalam pengelolaan satuan. Adanya layanan proses pembelajaran yang baik. Kemitraan dengan orang tua/wali. Pemantauan pemenuhan kebutuhan esensial anak usia dini. Pengelolaan sumber daya yang baik.

Pada 28 Maret 2022, misalnya, sebagai Lurah Kesepuhan saya berbincang santai di ruang kerja bersama lima kepala sekolah PAUD dari 9 RW yang ada. Dari curhatan mereka, bermimpi ingin menjadi PAUD Berprestasi perlu tantangan dan kerja keras. Karena dari kriteria yang ada, sekolah-sekolah yang ada masih jauh dari harapan. Masalah klise yang muncul adalah soal kesejahteraan dan kompetensi guru. Per bulan mereka mengaku menerima honor sebesar Rp100 ribu. 

Besaran honor guru PAUD, masih dikendala macetnya iuran SPP dari orang tua. Kendati besarannya kisaran 25 ribu hingga 35 ribu. Ironisnya, jika untuk keperluan ulang tahun anaknya atau hal lain orang tua dilihat mampu. Orang tua lebih memilih anaknya tidak sekolah jika terus ditagih biaya SPP. Sekalipun ada BOP namun belum memenuhi kebutuhan operasional PAUD secara layak. Apalagi rata-rata PAUD menempati Baperkam RW tak memiliki sertifikat tanah. Tentu relatif masih kurang nyaman dan aman. Belum lagi jika pergantian kepemimpinan ketua RW ikut berdampak pasang surut kelangsungan PAUD.

Dari jumlah guru yang ada, hanya kepala sekolah yang berpendidikan sarjana. Hanya satu dua guru yang sarjana, itu tidak linier dengan pendidikan PAUD. Ada keengganan guru-guru PAUD untuk melanjutkan pendidikan sarjana. Selain karena usia tidak muda lagi, mereka pun harus menghitung ulang biaya investasi kuliah. Jika selesai kuliah, berapa besar kompensasi finansial yang mereka dapat. Apalagi PAUD adalah pendidikan non formal belum ada program tunjangan profesi (sertifikasi).

Menurut para kepala sekolah, potret PAUD seperti itu karena lembaga pendidikan ini masuk kategori non formal. Ijazah sekolahnya tidak berpengaruh pada kelanjutan pendidikan ke jenjang berikutnya. Sehingga jika ada tunggakan biaya, orangtua mengabaikan ijazah anaknya tidak diambil. Berbeda dengan pendidikan TK (Taman Kanak-kanak). Untungnya, PAUD masih punya kewenangan menerbitkan Nomor Induk Siswa Nasional (NISN) yang digunakan untuk keperluan sekolah berikutnya. 

Potret minus kondisi PAUD itu dibenarkan oleh Ayah Edy Santosa. Konsultan dan praktisi pendidikan PAUD berpretasi ini menguraikan, selain masalah honor dan tingkat pendidikan guru PAUD. Menurutnya, wajah PAUD yang sering ditemuinya adalah keterbatasan akses belajar dan peralatan, tidak memiliki sistem organisasi sekolah yang baik, kesulitan mencari siswa, jumlah PAUD yang berhimpitan, kewibawaan pengajar rendah. Rata-rata domisili guru berada di sekitar sekolah.

PROTEKSI SISTEM
Upaya mendukung PAUD Berkualitas harus mendapat dukungan kebijakan. Baik kebijakan pemerintah pusat maupun daerah dan pemerintah desa/kelurahan. Menurut Kepala Desa Sekida, Kecamatan Jagoi Babang Kabupaten Bengkayang Sujianto, visi misi Kepala Desa tentang PAUD perlu dikuatkan dengan memasukkannya ke dalam  regulasi desa, mulai dari RPJMDes, dukungan penganggaran melalui APBDEs, hingga peraturan desa seperti Perdes Kewenangan Desa Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa.

Ia juga menyoroti pentingnya pelibatan secara aktif para tokoh agama, tokoh masyarakat, dan tokoh pemuda dalam melakukan sosialisasi pentingnya PAUD. Termasuk juga mengoptimalkan peran nyata Bunda PAUD Desa/Kelurahan sangat dibutuhkan sebagai motor penggerak pelaksanaan kegiatan PAUD di Desa. Di perkotaan, peran pengurus RW perlu langsung bergerak memberikan dukungan baik dalam bentuk anggaran kegiatan maupun regulasi kebijakan. Mulai dari bantuan mengurus akte notaris, bantuan sarana prasarana dan Alat Permainan Edukatif (APE) PAUD, hingga pengalokasian biaya pelatihan Diklat PAUD bagi semua pendidiknya.

Pihak PAUD berharap, perlu ada perhatian yang sama PAUD dengan jenjang sekolah lainnya. Ijazah PAUD menjadi syarat wajib melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya. Secara internal, pimpinan PAUD harus memperbaiki sistem manajemen organisasinya. Ayah Edy Santosa dengan konsep Manajemen Berbasis Teacherprenuer menawarkan manajemen PAUD yang berbeda. Seperti bagaimana promosi dan mencari siswa baru, cara lain mensejahterakan guru, merancang pembelajaran yang menarik dan menyenangkan, berfikir inovatif (out of the box).

Pendeknya, upaya mendirikan PAUD Berkualitas diperlukan kerja keras, kerja ikhlas dan tuntas. Dalam pengelolaanya, perlu keseriusan berfikir, waktu dan tenaga. Mengelola PAUD tak bisa sebagai kegiatan ibu-ibu kader atau PKK untuk mengisi waktu kosong. Selain penataan sistem organisasi PAUD yang lebih profesional, juga perlu dukungan semua pihak untuk mewujudkan PAUD Berkualitas, termasuk mengoptimalkan peran Bunda PAUD hingga ke level desa/kelurahan. (*)

*) Penulis adalah Lurah Kesepuhan Kec. Lemahwungkuk Kota Cirebon.

Maret 27, 2022

Pernah Gagal Usaha, Kini Jadi Juragan Empal

Siapa yang tak kenal empal gentong H. Apud. Kuliner khas Cirebon ini pasti menjadi rujukan utama bagi wisatawan yang hendak makan empal. Nama usahanya sudah viral di dunia maya dan dunia nyata. Namun tak banyak yang tahu jika H. Apud pernah bangkrut menjalani usaha lain.

Nama aslinya Mahcfud. Pria kelahiran asli Cirebon, tepatnya di Desa Battembat Kec. Tengah Tani Kab. Cirbron. Usianya kini sudah kepala enam, namun semangat menjalankan bisnis kulinernya masih tampak. Kini pria yang akrab disapa H. Apud sudah memiliki dua cabang empal gentong. 
Dengan mengenakan batik dan ikat kepala H. Apud hadir sebagai narasumber. Narasumber talkshow tentang profil UMKM yang sukses di Cirebon. Ia duduk bersanding dengan para pimpinan Bank BRI, PT Pegadaian dan PNM. Memeriahkan acara Festival Pasar Senyum Rakyat di Alun-alun Sangkala Buana Keraton Kasepuhan, Sabtu (26/3). Hadir 50 stand UMKM binaan tiga perusahaan BUMN tersebut.

Menurut H. Apud, usaha empal gentong yang ia gelutinya sudah 27 tahun silam. Pada tahun 1995 usahanya mulai dirintis. Setelah sempat bangkrut menjalani usaha kue orang tuanya yang sudah dirintis sejak 1972. Masa itu bersama orang tuanya berjualan di Pasar Kue Plered. Tidak jauh dari tempat tinggalnya.
"Pada tahun 1985 saya kehabisan modal. Usaha kue orang tua saya pun akhirnya bangkrut. Sejak itu saya berfikir keras, mau usaha apa. Nah terbesit ide untuk membuka warung empal gentong. Biasanya usaha ini dijual keliling kampung dengan dipikul. Kenapa ga dicoba buka warungan?" Kenang H. Apud di depan peserta talkshow.

Rintisan usahanya tak langsung berjalan mulus dan sukses. Banting tulang, peras keringat dan pantang menyerah H. Apud dan karyawannya belum berbuah manis. Ia terus belajar resep empal gentong dari para pedagang senior. Namun dalam 10 tahun usaha pertamanya, ia masih mengaku rugi. Dalam sepekan, keuntungannya belum stabil. 

"Dalam 10 tahun belum kelihatan hasilnya. Dalam satu minggu, empat hari untung, tiga hari rugi. Kalau modal habis, minta infus (bantuan dana) ke isteri. Saya jalani tanpa putus asa. Hidup dijalani dengan sederhana dan berhemat," tutur H. Apud sambil berpesan, jika kredit dana bank agar dimanfaatkan dengan cermat untuk usaha.

Kini usahanya sudah beranak dengan 130 karyawan dan setorna pajak rumah makan paling tinggi. Pada masa pandemi, usahanya mencoba terus bertahan. Namun tiga bulan pertama pandemi, ia baru sadar. Sadar jika para pelanggannya selama ini 90% dari luar kota. Sisanya dari wilayah III Ciayumajakuning. (Pade)

Penulis:
Deny Rochman