SELAMAT DATANG DI WEBLOG DENY ROCHMAN. MARI KITA BANGUN PERADABAN INI DENGAN CINTA DAMAI UNTUK MASA DEPAN LEBIH BAIK

Maret 27, 2022

Pernah Gagal Usaha, Kini Jadi Juragan Empal

Siapa yang tak kenal empal gentong H. Apud. Kuliner khas Cirebon ini pasti menjadi rujukan utama bagi wisatawan yang hendak makan empal. Nama usahanya sudah viral di dunia maya dan dunia nyata. Namun tak banyak yang tahu jika H. Apud pernah bangkrut menjalani usaha lain.

Nama aslinya Mahcfud. Pria kelahiran asli Cirebon, tepatnya di Desa Battembat Kec. Tengah Tani Kab. Cirbron. Usianya kini sudah kepala enam, namun semangat menjalankan bisnis kulinernya masih tampak. Kini pria yang akrab disapa H. Apud sudah memiliki dua cabang empal gentong. 
Dengan mengenakan batik dan ikat kepala H. Apud hadir sebagai narasumber. Narasumber talkshow tentang profil UMKM yang sukses di Cirebon. Ia duduk bersanding dengan para pimpinan Bank BRI, PT Pegadaian dan PNM. Memeriahkan acara Festival Pasar Senyum Rakyat di Alun-alun Sangkala Buana Keraton Kasepuhan, Sabtu (26/3). Hadir 50 stand UMKM binaan tiga perusahaan BUMN tersebut.

Menurut H. Apud, usaha empal gentong yang ia gelutinya sudah 27 tahun silam. Pada tahun 1995 usahanya mulai dirintis. Setelah sempat bangkrut menjalani usaha kue orang tuanya yang sudah dirintis sejak 1972. Masa itu bersama orang tuanya berjualan di Pasar Kue Plered. Tidak jauh dari tempat tinggalnya.
"Pada tahun 1985 saya kehabisan modal. Usaha kue orang tua saya pun akhirnya bangkrut. Sejak itu saya berfikir keras, mau usaha apa. Nah terbesit ide untuk membuka warung empal gentong. Biasanya usaha ini dijual keliling kampung dengan dipikul. Kenapa ga dicoba buka warungan?" Kenang H. Apud di depan peserta talkshow.

Rintisan usahanya tak langsung berjalan mulus dan sukses. Banting tulang, peras keringat dan pantang menyerah H. Apud dan karyawannya belum berbuah manis. Ia terus belajar resep empal gentong dari para pedagang senior. Namun dalam 10 tahun usaha pertamanya, ia masih mengaku rugi. Dalam sepekan, keuntungannya belum stabil. 

"Dalam 10 tahun belum kelihatan hasilnya. Dalam satu minggu, empat hari untung, tiga hari rugi. Kalau modal habis, minta infus (bantuan dana) ke isteri. Saya jalani tanpa putus asa. Hidup dijalani dengan sederhana dan berhemat," tutur H. Apud sambil berpesan, jika kredit dana bank agar dimanfaatkan dengan cermat untuk usaha.

Kini usahanya sudah beranak dengan 130 karyawan dan setorna pajak rumah makan paling tinggi. Pada masa pandemi, usahanya mencoba terus bertahan. Namun tiga bulan pertama pandemi, ia baru sadar. Sadar jika para pelanggannya selama ini 90% dari luar kota. Sisanya dari wilayah III Ciayumajakuning. (Pade)

Penulis:
Deny Rochman