SELAMAT DATANG DI WEBLOG DENY ROCHMAN. MARI KITA BANGUN PERADABAN INI DENGAN CINTA DAMAI UNTUK MASA DEPAN LEBIH BAIK

Desember 21, 2015

BENCI TAPI RINDU DENGAN RADAR CIREBON

Oleh : 
Deny Rochman

Tak terasa 16 tahun sudah koran Radar Cirebon hadir mendidik, menghibur, mengontrol dan memberikan informasi masyarakat wilayah III Cirebon.  Sejak berdiri pada 20 Desember 1999 hingga kini ada yang memperlakukan koran Jawa Pos group tersebut sebagai teman, tetapi juga ada yang menganggap sebagai “musuh”. Bahkan menariknya perlakuan teman atau musuh berganti seiring berjalannya waktu dan kepentingan. Mereka yang merasakan manfaat Radar Cirebon maka akan menjadikan teman setia, sebaliknya mereka yang merasa terancam kepentingannya koran ini menjadi lawan.

Perasaan benci dan rindu selalu menemani perkembangan Radar Cirebon. Resiko ini memang mau tidak mau harus diterima jajaran crew redaksi khususnya dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai jurnalist. Fungsi pers sesuai Undang-undang No. 40 Tahun 1999 disebutkan bahwa pers memiliki fungsi informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial. Fungsi yang paling banyak menanggung resikonya adalah fungsi kontrol sosial dalam mengoreksi, meluruskan, membenahi sistem yang keliru.

Kontrol terhadap sistem yang keliru ini membuat wartawan harus berhadapan dengan penguasa atau pengusaha. Disinilah perlunya wartawan dituntut untuk selalu kuat, yaitu kuat konsep, teori dan keilmuannya, kuat mental spiritual dan kuat fisiknya. Tiga faktor ini yang menopang kerja-kerja wartawan di lapangan dalam menjaga profesionalismenya sebagai pejuang demokrasi. Jika tidak maka kemungkinan yang terjadi, akan menjadi wartawan peliharaan (corong) atau wartawan naas yang bisa diancam keselamatannya.

Dalam menjalankan fungsi kontrol sosialnya maka wartawan wajib memperkuat diri dengan konsep, teori dan keilmuan terkait dengan obyek liputannya. Itulah mengapa perusahaan pers yang bonafid dan profesional mensyaratkan calon wartawan harus berpendidikan minimal sarjana. Dan kemampuan tersebut harus terus berkelanjutan mengingat kompetensi dasar kesarjanaan wartawan tidak semuanya relevan dengan masalah yang menjadi target liputannya. Kemampuan menulis bahasa jurnalistik pun terus diasah sehingga suguhan beritanya aman dan nyaman dibaca.

Dalam meliput soal pemilu misalnya, wartawan harus memiliki landasan hukum dan teorinya tentang pemilu. Mempelajari pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan. Dalam waktu berbeda, pos liputan rubrik kriminal juga harus mempelajari ketentuan hukum yang berada di daerah tersebut. Hal berbeda juga dengan citra bahasa yang berbeda antara bahasa berita kriminal, olahraga, ekononi atau politik. Semuanyanya perlu dipelajari dan dilatih kemampuan setiap wartawan.

Fakta yang terjadi, melihat fungsi media sebagai pemberi informasi dan kontrol sosial, banyak pihak ingin bicara melalui surat kabar. Apabila manajemen isu media tidak berjalan apik, sering kali media menjadi “tong sampah” suara kepentingan dari berbagai kelompok masyarakat. Siapa membicarakan apa dan membicarakan siapa, silih berganti berbalas di media koran. Celakanya media hadir tidak membawa misi jurnalisme damai malah menjadi jurnalisme provokatif.  Padahal ketika media mampu memberikan solusi ketika masalah itu berkembang maka media tersebut akan dicintai pembaca.

Kekuatan fisik menjadi syarat lain dari seorang wartawan. Bagaimana tidak, wartawan bekerja dengan panca indera yang ada dalam mendeteksi semua kejadian yang ada di wilayah liputannya. Untuk kasus Radar Cirebon, target minimal tiga berita dalam sehari bukan perkara mudah bagi wartawan ajaran. Pertanyaan heran sering disampaikan oleh masyarakat apakah bisa wartawan menulis tiga berita dalam sehari.  Belum lagi wara wiri kesana kemari untuk mendapatkan liputan yang good news harus bermandikan peluh, menghadang angin, menahan panas dan melawan kantuk. Belum lagi kemungkinan terburuk adanya tekanan psikis maupun fisik atas liputan berita wartawan.
 
Pentingnya peran dan fungsi pers dalam perubahan sosial tersebut menjadikan institusi ini lebih istimewa dalam sistem demokrasi. Ia diposisikan sebagai pilar keempat demokrasi, selain lembaga ekskutif, yudikatif dan legislatif. Maka tidak jarang wartawan menjadi target pengamanan, lobi dan negosiasi demi keamanan kepentingan penguasa atau pengusaha. Disinilah perlunya kekuatan mental dan spiritual yang dimiliki wartawan. Radar Cirebon termasuk koran yang rajin menjaga idealisme wartawannya dengan segala kebijakan yang ada, baik reward maupun punishment.

Di usianya yang ke-16 tahun, semoga kemampuan Radar Cirebon semakin kuat dan profesional dalam tiga aspek di atas. Tentu tantangan Radar pada tahun-tahun awal berbeda dengan tantangan sekarang dan yang akan datang. Berbagai masalah yang berdampak kepada masyarakat luas ke depan akan semakin banyak. Sekalipun dari tahun ke tahun masalah pemberitaan menjadi bagian dari dinamika koran daerah terbesar ini.  Belum lagi lahirnya banyak media cetak lokal launnya dan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi radio, televisi dan internet menjadi tantangan besar bagi kelangsungan koran ini.

Dengan lahirnya beragam media informasi maka Radar Cirebon tidak lagi menjadi media satu-satunya sebagai tempat curhat dan sandaran hati masyarakat. Jika tidak sesuai harapan bisa jadi koran ini akan ditinggalkan pembaca. Memihak kepentingan masyarakat luas sebagai media penyambung lidah masyarakat merupakan satu pilihan. Kedalaman isi berita, racikan bahasa yang memperdaya, layout halaman yang mempersona, memperkokoh koran ini tetap sebagai koran juara. Selamat ulang tahun Radar Cirebon !! (*)

*) Penulis adalah wartawan Radar Cirebon tahun 2000-2005
(dimuat di Radar Cirebon 21 Desember 2015)