SELAMAT DATANG DI WEBLOG DENY ROCHMAN. MARI KITA BANGUN PERADABAN INI DENGAN CINTA DAMAI UNTUK MASA DEPAN LEBIH BAIK

Desember 21, 2015

MODEL PENDIDIKAN KARAKTER DI SMP NEGERI 4 KOTA CIREBON

Oleh :
Deny Rochman, S.Sos.,M.Pd.I
  
A.    Pendahuluan
Setiap negera memiliki kepentingan terhadap proses, output dan outcome dunia pendidikan. Karena melalui pendidikan ini terjadi proses sosialisasi, transformasi dan internalisasi nilai-nilai ideologi Negara. Demikian halnya Pemerintah Indonesia memiliki target yang diharapkan dari pendidikan di negeri ini. Bagi bangsa ini, pendidikan tidak hanya mencetak sumber daya manusia yang cerdas tetapi juga bermoral atau berakhlak mulia.

Tujuan pendidikan nasional bangsa tertuang dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pasal 3 disebutkan bahwa pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Amanat UU Sisdiknas tersebut cukup tegas bahwa pendidikan tidak hanya mengasah kecerdasan intelektual semata tetapi juga harus seiring membangun jiwa dan karakter anak bangsa berbasis agama. Fakta membuktikan betapa banyak orang cerdas secara intelektual namun gagal menjalankan fungsi sebagai khalifah di muka bumi. Bukan membangun dan memelihara tetapi malah merusak karena kompetensinya tidak diimbangi dengan kecerdasan emosional-spiritual.

Sketsa manusia pembelajar amanat UU Sisdiknas tersebut menjadi nilai dasar bagi kebijakan dan program sekolah dan lembaga pendidikan di negeri ini. Baik program dalam proses belajar kurikuler, intrakurikuler dan ekstrakurikuler. Cita-cita tujuan pendidikantersebut merupakan konsep dasar manusia sebagai makhluk yang memiliki jasmani dan rohani. Kedua unsur tersebut harus terpenuhi dan dikembangkan dalam proses pendidikan nasional.

B.     Sejarah Singkat
SMP Negeri 4 Kota Cirebon berada di Jalan Pemuda No. 16 Kota Cirebon. Sekolah ini masuk dalam wilayah administratif Kelurahan Sunyaragi Kecamatan Kesambi Propinsi Jawa Barat. Dibandingkan dengan sekolah lainnya, sekolah terakreditasi A ini memiliki sarana yang memadai khususnya luas lahan. Dilihat lokasinya sekolah ini sangat strategis karena berada di tepi jalan protokol pemerintah, yang menghubungkan akses dari jalan pusat kota ke jalan arteleri by pass sehingga sangat mudah dilalui kendaraan umum dari segala arah.

Sejak tahun 2006 SMP Negeri 4 Cirebon meraih predikat sebagai Sekolah Standar Nasional (SSN). Prestasinya dibidang keagamaan membuat sekolah ini dikenal sebagai sekolah berbasis agama. Banyak orangtua siswa yang menyekolahkan putera puterinya di sekolah ini karena alasan pembiasaan keagamaannya dinilai baik. Pada tahun 2010-2011 sekolah ini meraih predikat sebagai sekolah berbudaya lingkungan (SBL).

Siswa SMP Negeri 4 Kota Cirebon dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, menyusul semakin baiknya kualitas pendidikan dan sarana prasarana sekolah ini. Siswa yang berangkat sekolah pagi ini memang terlihat unik. Sekolah negeri umum, bukan MTs tetapi siswa puterinya berjilbab dan siswa puteranya mengenakan celana panjang. Selama belajar di sekolah mereka membiasakan diri dengan suasana sekolah bernuansa agama sejak tahun 1997.

Wajah SMP Negeri 4 Kota Cirebon masa kini berbeda dengan masa lalu. Sekolah ini dikenal masyarakat sebagai sekolah berbasis agama karena suasana relijius yang diciptakannya. Mulai dari cara berpakaian siswa siswinya berbuasana muslim/musilimah, membaca al Quran sebelum dan sesudah belajar, sholat dhuha, dhuhur dan jumatan di sekolah, pembiasaan cium tangan dan salam ketika bertemu guru serta pembinaan keagamaan lainnya. Pemandangan yang belum pernah terlihat sebelumnya pada masa awal berdirinya sekolah ini. Bahkan di tingkat Kota Cirebon pada awalnya hanya sekolah ini yang menerapkan pola pembiasaan seperti ini.

Perubahan wajah sekolah bernuansa relijius tersebut memang bukan tanpa proses dan upaya. Proses islamisasi kultur sekolah, dari hasil penelusuran menunjukkan perubahan tersebut dimulai pada tahun 1997. Kondisi tersebut mulai berangsur mengalami perubahan setelah tahun 1997 hingga kini. Sebelum tahun itu, budaya SMP Negeri 4 Kota Cirebon belum kuat kultur agamanya.

Selain siswa puteri dan ibu gurunya belum berjilbab, juga pembiasaan keagamaan disini tidak ada. Mushola sekolah selalu sepi dari kegiatan sholat dan pengajian. Bahkan ironisnya, ada salah satu ibu guru agama Islamnya tidak berjilbab. Alasannya ketika di tanya, ia mengaku agama yang dianutnya adalah agama Islam nasional yang tidak harus memakai jilbab. Namun dalam prosesnya guru tersebut akhirnya mengenakan jilbab juga seiring banyaknya guru-guru dan siswa memakai jilbab.

C.    Visi Misi Sekolah
Masa kepemimpinan kepala sekolah sekarang organisasi sekolah memiliki visi, misi dan tujuan yang mendukung peningkatan mutu pendidikan yang berbasis iman dan takwa.

Visi Sekolah
Terwujudnya prestasi yang berwawasan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berbudaya lingkungan serta iman dan takwa.

Misi Sekolah
1. Meningkatkan efektifitas proses belajar mengajar
2. Mendorong dan membawa siswa untuk mengembangkan bakat/potensi
3. Menumbuhkan kecintaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi.
4. Menumbuhkan kesadaran dalam meningkatkan ilmu dan takwa.
5. Mendorong dan membantu siswa untuk berkarya.
6. Menerapkan dan menumbuhkan sikap disiplin warga sekolah.

Tujuan Sekolah :
  1. Mewujudkan akan keadilan dan pemerataan pendidikan di lingkungan sekolah.
  2. Memenuhi akan pendidikan yang bermutu menghasilkan prestasi akademik dan non akademik.
  3. Memenuhi sikap, budi pekerti yang luhur didasari iman dan takwa.
  4. Memenuhi akan sistem partisipatif, transparan dan akuntabel antara pihak terkait.

D.    Model Pendidikan Karakter
  1. Model Pembiasaan
Secara konseptual model pembelajaran Pendidikan Budi Pekerti bisa dilakukan melalui beberapa pendekatan. Ada yang menggunakan model mata pelajaran sendiri, terintegrasi semua mata pelajaran, model di luar pengajaran melalui kegiatan ekstrakurikuler atau pembiasaan dan ada juga dengan model gabungan dari semua pendekatan. Model Pendidikan Budi Pekerti di SMP Negeri 4 Kota Cirebon pada fase awal sebelum tahun 1997 belum memiliki bentuk dan arah. Pola pembinaan berjalan secara natural oleh guru-guru sebagai tugas pokok fungsinya sebagai pendidik dan pengajar dalam mengawasi akhlak buruk anak. Pemberian materi pengetahuan etika dan akhlak diserahkan kepada mata pelajaran yang relevan seperti Pendidikan Agama Islam sehingga nuansa materinya lebih kepada akhlak Islam.
Sementara pembiasaan terhadap akhlak dalam kehidupan sehari-hari di sekolah belum nampak.

Pada periode setelah tahun 1997, model pendidikan budi pekerti melalui pembiasaan keagamaan di sekolah. Pola ini terus dipertahankan dan tingkatkan dari tahun ke tahun, baik kuantitas maupun kualitasnya. Berdasarkan penjelasan sejumlah nara sumber dan hasil observasi peneliti, implementasi nilai-nilai budi pekerti dilakukan melalui kegiatan pembiasaan sehari-hari di sekolah dengan nuasan relijius antara lain :
1)      Berpakaian muslim dan muslimah.
2)      Sebelum belajar dan sesudah belajar membaca lima ayat al Quran
3)      Saat istirahat melakukan sholat dhuha di masjid sekolah
4)      Sholat dzuhur berjamaah di masjid sekolah
5)      Khusus hari jumat sholat jumat di sekolah
6)      Pengajian keputrian setiap jumat siang
7)      Membiasakan bersalaman sesama teman dan cium tangan guru
8)      Menebar salam saat bertemu/berpapasan
9)      Membaca Surat Yassin setiap jumat pagi.
10)  Mengadakan lomba keagamaan pada peringatan Hari Besar Islam
11)  Menggiatkan kegiatan kerohanian Islam (Rohis), hafalan doa dan surat pendek
12)  Bakti sosial

  1. Model Pengajaran
Pada tahun 2006, pola pendidikan budi pekerti SMP Negeri 4 Kota Cirebon dalam bentuk pembiasaan sehari-hari di sekolah sedikit mengalami modifikasi. Pertengahan tahun ini Dinas Pendidikan setempat menetapkan sekolah berbasis agama ini sebagai satu dari empat sekolah pilot project implementasi program Pendidikan Damai (Peace Education) dari UNICEF. Program ini kemudian mengalami naturalisasi sehingga namanya berubah menjadi Pendidikan Trapsila atau penerapan kesusilaan yang kemudian kini berganti nama menjadi Pendidikan Budi Pekerti.

Format Pendidikan Budi Pekerti versi dinas ini disampaikan kepada para siswa melalui jam pelajaran khusus di kelas, seperti umumnya mata pelajaran yang lain. Dalam satu pekan hanya satu jam pelajaran muatan lokal dengan diajarkan oleh guru. Tujuan Pendidikan Budi Pekerti di sekolah ini adalah untuk menanamkan akhlak mulia kepada anak didik sekolah tersebut berlandaskan nilai-nilai agama Islam yang bersumber al Quran dan Hadist.

Guru pengampu mata pelajaran ini umumnya dilakukan guru-guru Pendidikan Agama Islam atau guru Bimbingan Konseling. Guru PAI dan guru BK mengajarkan Pendidikan Budi Pekerti dengan alasan pihak sekolah karena pelajaran tersebut terkait dengan akhlak anak. Ranah yang biasa menjadi stressing dari dua mata pelajaran tersebut. Walaupun pernah juga guru lain, seperti IPS atau wali kelas diberikan jam mengajar budi pekerti kendati tidak berlangsung lama.

  1. Tahapan Pembiasaan Keagamaan

Pola pembiasaan keagamaan di sekolah ini melalui beberapa tahapan antara lain :
  1. Mulai tahun 1997, masa Kepala Sekolah Hasanudin dalam setiap mata pelajaran PAI para siswa harus membawa Al Quran. Setiap tatap muka pelajaran ini siswa terlebih dulu bersama-sama belajar membaca ayat suci.
    1. Pada fase berikutnya, masih kepala sekolah yang sama, setiap pelajaran PAI siswa puteri untuk mengenakan kerudung (penutup kepala) dengan rok bawah tetap pendek. Sedangkan siswa puteri untuk memakai peci sholat. Kendati untuk masalah peci tidak semua siswa dalam pelaksanaannya memakainya.
Pada periode yang sama, kebiasaan kurang baik yang dilakukan sebagian warga sekolah, misalnya iseng main kartu gampleh atau remi di ruang kantornya, mulai perlahan ditinggalkan menyusul sering dapat sindiran dari guru PAI (dalam hal ini ustadz Arif Syarifuddin).
  1. Periode kepemimpinan Kepala Sekolah Sueb, pembiasaan kegamaan semakin ditingkatkan. Siswa puteri yang biasa mengenakan kerudung saat jam pelajaran PAI kemudian diwajibkan setiap hari Senin, Selasa dan Rabu dengan memakai jilbab dengan bawahan rok panjang. Kebijakan itu kemudian diperluas. Kepala sekolah meminta agar pemakaian jilbab tidak hanya pada hari jumat tetapi agar setiap hari siswa berpakaian jilbab. Sedangkan seragam siswa putera tidak ada perubahan, artinya tetap pakai celana pendek selutut.
Masih Kepala Sekolah Sueb mulai membiasakan sholat dhuha, dhuhur dan jumatan di sekolah. Sebelum dan sesudah kegiatan belajar siswa membaca lima ayat Al Quran di dalam kelas. Pembinaan keagamaan lainnya terus berkembang, seperti pengajian remaja masjid, sholat Iedul Fitri di sekolah, perayaan Hari Besar Islam. Sejumlah ibu guru berangsur mulai mengenakan jilbab dan sempat belajar baca tulis al Quran di sekolah.
  1. Kepemimpinan Kepala Sekolah Drs. Tusman, M.Pd mengeluarkan kebijakan baru tentang seragam sekolah siswa putera. Karena perempuan sudah mengenakan jilbab, maka siswa putera untuk memakai celana panjang. Kendati kebijakan ini belum berjalan dengan baik karena masih ada siswa putera yang memakai celana pendek selutut.
  2. Pada masa Kepala Sekolah Poniran, S.Pd.,M.Pd sekolah ini sebagai pilot project dari UNICEF dan Dinas Pendidikan dalam penerapan program Pendidikan Damai (peace education). Program ini kemudian diberi nama Pendidikan Trapsila (penerapan kesusilaan), sebuah nama atas usulan budayawan Cirebon. Sejak saat itu pendidikan budi pekerti diajarkan dalam jam khusus di kelas. Pada periode ini SMP Negeri 4 Kota Cirebon meriah predikat Sekolah Standar Nasional (SSN). Pada periode ini SMP Negeri 4 Kota Cirebon mendapat pengakuan dari pihak dinas dan lembaga Islam dari Bandung sebagai sekolah yang melaksanakan nuansa keagamaan.
  3. Pada masa Kepala Sekolah Abdul Haris, S.Pd pihak sekolah menyusun buku pedoman tata tertib dan tata krama siswa di sekolah. Langkah ini sebagai upaya penertiban pola pembinaan budi pekerti di SMP Negeri 4 Kota Cirebon agar lebih baik lagi dan terarah serta memiliki standarisasi imbalan dan hukuman.
  4. Kebijakan celana panjang bagi siswa putera diperkuat ketika masa kepemimpinan Kepala Sekolah Karnadi, S.Pd.,M.Hum. Bahkan pada masa ini pihak sekolah memproduksi pakaian khusus baju takwa bagi siswa. Baju yang didesain sedemikian rupa dengan identitas khusus sekolah berlabel SMP Negeri 4 Cirebon, Tim Super Cinta Sukses yang dipakai setiap Jumat. Label yang sama pada dasi dan topi sekolah siswa.
Pada periode yang sama Kepala Sekolah Karnadi, S.Pd, M.Hum pembacaan al Quran setiap pagi dilakukan secara serentak di setiap kelas dipandu oleh seorang guru di ruang guru melalui pengeras suara. Pada saat yang sama diselingi pembacaan Asmaul Husna, yang diikuti seluruh siswa di kelasnya masing-masing. Pada periode yang sama, seluruh guru total mengenakan jilbab semua dan adanya pembentukan paguyuban orangtua siswa setiap kelas, sebagai bentuk tanggung jawab dan kepedulian bersama terhadap pendidikan anak. Pada setiap jumat ada gerakan “Jumat Bersih”, dimana seluruh siswa membersihkan lingkungan kelas sekitarnya.
5. Periode Kepala Sekolah Suhendi Warna, S.Pd, MM pembiasaan keagamaan setiap pagi kembali diperkuat. Pemandu pembacaan Al Quran setiap pagi yang biasa dilakukan oleh guru, kini dilakukan oleh para siswa. Secara bergilir siswa yang dinilai memiliki kemampuan pemahaman terhadap baca tulis Al Quran relatif lebih baik dijadwal secara bergilir memimpin di ruang guru.
Kebijakan lainnya adalah renovasi dan perluasan pembangunan masjid sekolah Darul Mutaqin hingga dua lantai dengan anggaran mencapai Rp 1 miliar. Pembangunan ini dilakukan melihat keterbatasan daya tampung masjid yang kurang dibanding jumlah warga sekolah yang mencapai 1000 orang lebih. Pada awal periode Suhendi sekolah ini meraih penghargaan sebagai juara kedua Sekolah Adiwiyata (lingkungan) tingkat Jawa Barat. Pada tahun 2011 sekolah ini mewakili Jawa Barat untuk mengikuti lomba serupa tingkat nasional.

  1. Sistem Pembinaan Karakter
Dalam menerapkan pendidikan budi pekerti anak di sekolah sesuatu hal tidak mungkin dilakukan secara parsial, tidak terintegral. Hal mustahil bisa memperbaiki akhlak anak tanpa ada kerjasama semua pihak di sekolah. Maka selain pengajaran di kelas, nilai-nilai budi pekerti harus terintegrasi dalam semua mata pelajaran dan diperkuat dengan pola pembiasaan perilaku dalam kehidupan sehari-hari di sekolah.

Pola pendidikan budi pekerti dilakukan melalui tiga pintu. Konsep diajarkan melalui kegiatan belajar di kelas, penguatan nilai budi pekerti diintegrasikan melalui guru-guru mata pelajaran lain, dan pengkondisian budi pekerti melalui kegiatan pembiasaan setiap hari di sekolah. Semua pintu pembelajaran itu bermuara pada hasil nilai akhir dalam raport dalam bentuk kualitatif.

Untuk mensinergiskan tiga lini pembelajaran tersebut peran kepala sekolah sangat strategis. Bagaimana kepala sekolah sebagai perekat semua pihak untuk berpartisipasi aktif dalam program pembinaan budi pekerti di sekolah. Mulai unsur guru, karyawan, pesuruh, kegiatan ekskul dan komite sekolah. Instrumen kebijakan, mulai dari perencanaan, program kerja, impelemntasi, monitoring dan evaluasi perlu disiapkan. Peraturan sekolah seyogyanya mengatur reward dan punishment warga sekolah, baik kepada siswa, guru, maupun karyawan. Termasuk pola pembinaan budi pekerti perlu dirancang untuk guru-guru dalam upaya menumbuhkan kompetensi kepribadian dan sosial, kecerdasan sosial-emosional dan spiritual, sesuatu yang menjadi masalah selama ini di sekolah.

Dalam impelementasi program kerja, pendidikan budi pekerti dikembangkan dalam tiga pola hubungan. Hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan lingkungan. Jika gambarkan pola pengembangan tersebut sebagai berikut :

Gambar 2
Sistem Hubungan Budi Pekerti
Lingkungan Sekolah

Sebagai sekolah yang memiliki keunggulan berbasis agama dan lingkungan (adiwiyata), SMP Negeri 4 Kota Cirebon lebih fokus mengusung tema sekolah berbasis budi pekerti. Dalam ranah budi pekerti ada tiga aspek pola kosentrasi relasional yakni hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan lingkungan. Tigas aspek tersebut direalisasikan dalam bentuk program kerja sekolah. Program kerja ini sasarannya semua warga sekolah di semua lini. Esensi program mengacu pada pengembangan kecerdasan emosional dan spiritual, intrapersonal dan interpersonal. Manajemen pendidikan budi pekerti dikembangkan melalui budaya sekolah dengan melibatkan semua pihak yaitu kepala sekolah, komite sekolah, guru, tata usaha, siswa, orangtua dan pedagang kantin.

Program kerja yang disusun untuk menumbuhkan kebersamaan sesama warga sekolah, menyatukan visi misi sekolah, mengikat emosi dalam satu persepsi warga sekolah berbasis budi pekerti. Seluruh warga sekolah harus terlibat aktif dalam semua kegiatan sekolah.

Tabel
Program Kerja Sekolah

No
Bentuk kegiatan
Sasaran peserta
1
Senam sehat akhir pekan
Guru, TU dan siswa
2
Pelatihan outbond
Guru dan TU
3
Pelatihan ESQ
Guru dan TU
4
Arisan keluarga
Guru, TU. Komite sekolah dan orangtua siswa
5
Menggalakan puasa Senin Kamis
Guru, TU dan siswa
6
Sholat Dhuha
Guru, TU, siswa, pedagang kantin
7
Sholat Dhuhur
Guru, TU, siswa, pedagang kantin
8
Sholat Jumat
Guru, TU, siswa, pedagang kantin
9
Menebar sapa, senyum, salam dan salaman
Guru, TU, siswa, pedagang kantin
10
Menengok ketika ada warga yang sakit/wafat

Guru, TU, siswa, pedagang kantin, komite dan orangtua siswa.
11
Memenuhi undangan warga sekolah
Guru, TU, siswa, pedagang kantin, komite dan orangtua siswa.
12
Rekreasi/piknik
Guru, TU, siswa, pedagang kantin, komite dan orangtua siswa.
13
Kajian keislaman
Guru, TU, siswa, pedagang kantin, komite dan orangtua siswa.

Program kerja membangun budaya sekolah di atas pada tataran teknisnya masih belum berjalan efektif. Beberapa program ada yang sudah berjalan, tetapi ada juga yang belum dilaksanakan karena masih ada hambatan bersifat teknis.

  1. PENUTUP
  1. Pendidikan karakter anak di sekolah merupakan sebuah keniscayaan. Tidak saja amanat dari UU Sisdiknas, tetapi bagian dari fitroh manusia sebagai makhluk Tuhan yang menuntut cerdas holistic, baik intelektual, emosional dan spiritual. Tujuan pendidikan bangsa ini menargetkan siswa tidak hanya pintar tetapi juga berakhlak mulia.
  2. Pendidikan karakter siswa tidak melulu tanggung jawab guru agama, guru budi pekerti, guru bimbingan konseling atau guru tertentu. Mencetak anak didik menjadi pinter dan berakhlak mulia adalah tugas utama semua guru tanpa terkecuali. Maka diperlukan kerjasama semua pihak dan pembagian tugas dalam mendidik siswa.
  3. Dalam konteks pendidikan, guru memang pilar utama pendidikan. Namun kepala sekolah merupakan pilar penting dalam mengelola lembaga sekolah hendak dibawa kemana. Sebagai pemimpin, kepala sekolah sangat memegang peran penting dalam pemanfaatkan potensi sekolah, mulai dari anggaran, guru, siswa hingga orangtua dan masyarakat dalam mendukung peningkatan mutu sekolah, mutu output dan outcome peserta didik.
  4. Pendidikan karakter anak tidak bisa tertumpu pada sekolah. Orangtua sebagai penerima amanat Tuhan dalam melahir, membesarkan dan mendidik anak memiliki tanggung jawab utama dan tugas dalam memberikan pendidikan karakter kepada anaknya. Disini perlu dibangun kerjasama yang baik antara orangtua dan pihak sekolah dalam menanamkan nilai-nilai etika, agama dan moral kepada anak.

Kota Cirebon, 19 Mei 2012
[1] Makalah disampaikan dalam Pelatihan OSIS, LDK dan Motivasi Spiritual Kepala Sekolah SMP Standar Nasional (SSN) se-Jawa Barat pada 20-22 Mei 2012 di Kota Cirebon

[2] Penulis adalah Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas SMP Negeri 4 Kota Cirebon lulusan Magister Psikologi Pendidikan IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Sekretaris MGMP Pendidikan Budi Pekerti SMP Kota Cirebon. Anggota Tim Perumus Kurikulum Pendidikan Budi Pekerti SMP Kota Cirebon sejak tahun 2006. Kontak person : 081.220.646.04.