Oleh :
Somantri Perbangkara
“Membumikan Islam Berkemajuan dalam Konteks Kecirebonan” merupakan tema pilihan Panitia Musyda Muhammadiyah Kabupaten Cirebon (2016) dalam Talk Show-nya dengan “Mengurai Peta Dakwah Persyarikatan Muhammadiyah Kini dan Esok”. Tema tersebut akan menarik bila ada sentuhan dengan pemikiran Mursana, M.Ag. yang rajin menulis di situs Kigede Surang yang mempunyai misi “Mencirebonkan Cirebon di segala Kehidupan.” Setidaknya; Dicari titik temu yang bisa ditindaklanjuti bersama atau sekedar bagi kaveling meng-eling-kan orang Cirebon yang semakin terreklamasi jatidirinya. Jatidiri wong Kota Wali yang kian tidak muwali ?
Kabupaten Cirebon dengan 40 Kecamatan, 412 Desa, 12 Kelurahan, jumlah penduduk 2.957.257 menghuni area yang luasnya 988,28 kilometer persegi dengan jumlah 5.193 masjid dan mushalla ratusan pesantren serta ribuan santri bertebaran menandakan persebaran umat Islam Kabupaten Cirebon cukup merata.
Secara formal organisatoris Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Cirebon mempunyai 12 Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) yang berbasis di Kecamatan dari 40 kecamatan yang ada. Memiliki 53 Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) yang berbasis di perdesaan atau Kelurahan. Masih ada 28 Kecamatan yang belum ada PCM-nya dan 371 desa/kelurahan yang belum ada PRM-nya. Data kuantitatif ini menunjukkan bahwa Muhammadiyah perlu meningkatkan keanggotaannya secara kuantitatif di Kabupaten Cirebon.
Padahal dengan lembaga pendidikan Muhammadiyah relatif paling tua dan berani bersaing dengan lembaga pendidikan lainnya, alumninya sudah puluhan ribu juga menyebar diberbagai profesi dan sejumlah lokasi. Melalui pemikiran bahwa secara ideologis dan kultural Muhammadiyah setiap siswa dan mahasiswa pernah dibekali dan dianggap sebagai kader Muhammadiyah di lingkungannya masing-masing. Doktrin yang kerap diajarkan bagi para alumni “Jadilah dokter, kembalilah ke Muhammadiyah. Jadilah insinyur, kembalilah Muhammadiyah ... “ Doktrin itu meminta agar para alumni mau ‘ber-Muhammadiyah’. Alumni perguruan Muhammadiyah sampai sekarang masih menjadi kekuatan yang harus terpetakan untuk kepentingan persyarikatan. Melalui cara bagaimana membumikan Islam berkemajuan apabila produk pendidikan Muhammadiyahnya tidak membumikan Islam berkemajuan ?
Nawari Ismail (2016) mengartikan peta dakwah adalah suatu gambaran sistematik dan terinci tentang subyek, obyek dan lingkungan dakwah pada satu unit daerah. Dari pemikiran tersebut peta dakwah memerlukan adanya data deskriptif, dapat diidentifikasi masalahnya, memiliki bank data dari penelitian lokasi, melakukan riset dan merumuskan alternatif; membuat prioritas, metode, waktu, lokasi, sasaran, biaya dan Sumber Daya Insani yang perlu disiapkan untuk berdakwah. Dengan melirik potensi internal Muhammadiyah Cirebon bisa memperteguh visi misi gerakan sesuai dengan daya bumi-nya. Dari sini dakwah itu perlu segalanya.
Hal penting dalam membumikan Islam Berkemajuan diantaranya; perubahan zaman, keadaan, nawaitu dan adat istiadat/budaya lokal. Di Cirebon ada 127 situs peninggalan Islam yang selalu ‘diistimewakan’, ratusan tradisi/budaya yang ‘berkadar’ Islam menurut para pengamat Islam. Semua itu turut mewarnai alam pikiran beragama umat Islam Cirebon. Bahkan nama-nama daerah di Pantura menurut Ridwan Saidi (2015) dalam dikusi Kebudayaan di salah satu media massa Cirebon memiliki latar Islami. Semua itu tereduksi menjadi warna Islam Cirebon. Kondisi saat ini dibentuk/terbentuk oleh Islam masa lalu yang kemudian dilestarikan dengan konsep “Islam Nusantara?”.
Islam Berkemajuan menurut Ahmad Tafsir memaknai metode dengan cara yang paling tepat. West Alqarni memahami Islam itu pada hakikatnya agama yang berkemajuan, karena itu penting untuk ditonjolkan watak dasar Islam yang maju itu. Jika Muhammadiyah menekankan pada pandangan Islam yang berkemajuan maka jangan ditarik ke konsep dan pemikiran yang sempit dan formlistik. Dari pemikirn tersebut hakikat mendalami, memperluas, memaknai Islam secara komprehensif untuk menemukan konsep yang implementatif dengan tujuan membentuk masyarakat Islam yang berkeadaban dalam Musyda perlu direkonstruksi atau minimal diapresiasi.
Abdul Mu’ti (2009) mengungkapkan ada lima pondasi Islam berkemajuan yang menjadi karakter Muhammadiyah, yaitu : (1) tauhid murni yang merupakan doktrin sentral Islam; (2) memahami Al-Qur’an dan Sunnah secara mendalam; (3) melembagakan amal shalih yang fungsional dan solutif; (4) berorientasi kekinian dan masa depan; (5) bersikap toleran, moderat dan suka bekerjasama.
Haidar Nashir (2013:341) menandai “Masyarakat Berkemajuan” yaitu : (a) masyarakat Islam ialah masyarakat yang maju dan dinamis, serta dapat menjadi contoh; (b) Masyarakat islam membina semua sektor kehidupan secara serempak dan teratur/terkoordinir; (c) Dalam pelaksanaannya masyarakat itu mengenal pentahapan dan pembagian pekerjaan.
Setelah memahami pondasi dan ciri-ciri Islam Berkemajuan maka dakwah seperti apa yang akan ditawarkan kepada umat di Cirebon. Tantangan dakwah di Cirebon saat ini semakin hebat, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Tantangan itu muncul dalam berbagai bentuk kegiatan masyarakat modern, seperti perilaku dalam mendapatkan hiburan (entertainment), seni dan kepariwisataan dalam arti luas, semakin membuka peluang munculnya kerawanan-kerawanan etika dan moral seperti yang terjadi dan diberitakan.
M. Amien Rais menawarkan lima proyek besar dakwah masa kini agar tetap relevan, efektif, dan produktif. Pertama; perlu ada perkaderan yang serius untuk memproduksi juru-juru dakwah dengan pembagian kerja yang rapi didukung penguasaan dalam ilmu-ilmu teknologi informasi yang paling mutakhir.
Kedua, setiap organisasi Islam yang berminat dalam tugas-tugas dakwah perlu membangun laboratorium dakwah. Dari situ akan dapat diketahui masalah-masalah riil di lapangan, agar jelas apa yang akan dilakukan.
Ketiga, proses dakwah tidak boleh lagi terbatas pada dakwah bil-lisan, tapi harus diperluas dengan dakwah bil-hal, bil-kitaabah (lewat tulisan), bil-hikmah (dalam arti politik), biliqtishadiyah (ekonomi), dan sebagainya. Yang jelas, actions, speak louder than word.
Keempat, media massa cetak dan terutama media elektronik harus dipikirkan sekarang juga. Media elektronik yang dapat menjadi wahana atau sarana dakwah perlu dimiliki oleh umat Islam. Kelima, merebut remaja Indonesia adalah tugas dakwah Islam jangka panjang. Anak-anak dan para remaja kita adalah aset yang tak ternilai. Lalu buat dakwah dengan tetap ceria.
Ternyata buah dakwah harus membentuk masyarakat berkemajuan. A. Syafi’i Maarif mengungkapkan “Berkemajuan adalah memperbanyak kawan dan meniadakan musuh”. Tapi secara sadar masyarakat Islam berkemajuan adalah masyarakat yang berusaha mewujudkan Islamic index yang pernah dirumuskan beberapa peneliti dari George Washington University yang penasaran ingin melihat ujud masyarakat Islam hebat seperti apa setelah mempelajari pertentangan pendapat seabad lalu antara Muhammad Abduh dengan Renan filosof Prancis yang ragu dengan kehebatan Islam dalam membentuk masyarakat yang hebat menurut standar Islam/Islamic index.
Islamic Index merupakan kumpulan nilai-nilai kemulian Islam yang menjadi karakter umatnya. Mereka di George Washington University menyusun lebih dari seratus nilai-nilai luhur Islam; seperti kejujuran (shiddiq), amanah, keadilan, kebersihan, ketepatan waktu, empati, toleransi dan sederet ajaran al-Qur’an serta akhalk Rasulullah SAW.
Berbekal sederet indikator yang mereka sebut sebagai ‘Islamicity index’, mereka datang ke 200 negara untuk mengukur seberapa Islami tegara-negara tersebut. Ternyata Indonesia hanya ada diurutan 140 dari 200 negara yang diteliti. Justru Selandia Baru dan Canada yang bukan negara berpenduduk Islam yang paling Islami dan semua negara Islam posisinya di atas angka 100.
Lalu bagaimana dengan membumikan Islam Berkemajuan di Cirebon? Inilah PR besar PDM Kabupaten Cirebon produk Musyda 2016 yang akan digelar pekan ini. Di talk show Angkatan Muda Muhammadiyah Kabupaten Cirebon PR itu diurai menjadi peta dakwah Muhammadiyah Kabupaten Cirebon ke depan. Catatan dan acuan; Cirebon sebentar lagi sebagai kota metropolitan dengan kompleksitas permasalahannya tapi, Cirebon seharusnya tetap menjadi Kota Wali dengan tanggung jawab membumikan nilai-nilai Islam sejatinya. Semoga hasilnya bisa menjadi kata kunci untuk membuka jalan dakwah yang mencerahkan.
Cirebon, 18 April 2016
*) Penulis adalah kader Muhammadiyah Kab. Cirebon