SELAMAT DATANG DI WEBLOG DENY ROCHMAN. MARI KITA BANGUN PERADABAN INI DENGAN CINTA DAMAI UNTUK MASA DEPAN LEBIH BAIK

April 12, 2016

ANALISIS KASUS SUPERVISI AKADEMIK DAN KASUS SUPERVISI MANAJERIAL

Oleh :
Deny Rochman
 
A.      Latar Belakang
Problem stagnasi bangsa Indonesia terhadap perubahan progesif dibandingkan dengan negara berkembang lainnya bermuara pada lemahnya kualitas sumber daya manusia bangsa ini. Dunia pendidikan merupakan dianggap pihak yang bertanggung jawab dalam persoalan ini sekaligus berperan penting dalam mengumpulkan kekuatan guna menumbuhkan manusia-manusia yang berkualitas dan bermoral. Kemudian dalam tujuan pendidikan nasional UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan : “...untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Harus diakui bahwa dalam meningkatkan mutu pendidikan bangsa ini tidak semudah memetik bunga di tanam karena  banyak aspek  di dalamnya. Salah satu aspek yang ikut mempengaruhi proses peningkatan mutu pendidikan adalah peran dan fungsi kepala sekolah dalam memimpin lembaganya di unit terkecil dalam “birokrasi” pendidikan.  Secara umum fungsi dan peran kepala sekolah adalah sebagai edukator, manajer, administrator, supervisor, leader dan inovator dan motivator (EMASLIM).

Salah satu fungsi dan peran penting kepala sekolah dalam proses peningkatan mutu pendidikan adalah fungsi supervisor. Karena dalam fungsi ini seorang kepala sekolah bisa mengetahui, mengukur dan memetakan kemampuan sumber daya manusia sekolahnya (baca: guru). Sayangnya, fungsi supervisor belum bisa maksimal dilaksanakan oleh seluruh kepala sekolah. Kendati pun dilaksanakan, hanya sebatas formalitas untuk menggugurkan kewajibannya sebagai pemimpin sekolah. Fungsi ini kerap tidak berujung pada perubahan dalam mempengarui mutu pendidikan.
B.       Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui : (1) tugas dan fungsi kepala sekolah sebagai supervisor. (2) Mengetahui upaya kepala sekolah untuk meningkatkan kompetensi professional guru. (3)  Mengetahui teknik-teknik supervisi kepala sekolah untuk meningkatkan kompetensi professional guru.

C.       Manfaat Penulisan
Ada beberapa manfaat penulisan makalah ini yaitu secara teoritis, praktis dan kebijakan. Secara teoritis, penulisan makalah bisa menguji teori dan konsep supervisi dengan realitas di sekolah. Secara praktis, kajian makalah ini mengetahui kemampuan guru sekolah dalam proses kegiatan belajar mengajar. Sedangkan secara kebijakan,  kepala sekolah bisa merumuskan kebijakan terhadap peningkatan mutu sekolahnya.

D.      Lokasi Observasi
Lokasi observasi makalah ini adalah SMP Negeri 4 Kota Cirebon Jalan Pemuda No. 16 Kota Cirebon.

  1.  TINJAUAN TEORITIS
  1. Pengertian Supervisi
Suharsimi Arikunto mengemukakan tentang istilah supervisi. Menurutnya, istilah supervisi lebih mendekatkan pada sifat manusiawi dalam pelaksanaansupervisi tidak mencari kesalahan atau kekurangan tetapi melakukan pembinaan, agar pekerjaan yang disupervisi diketahui kekurangannya, diberitahukan cara meningkatkan, dan membicarakan bersama sesuatu kekurangan.
Kemudian Suharsimi Arikunto menyatakan tentang pengertian Supervisi Pengajaran dengan menyebut sebagai “Supervisi Klinis” yaitu suatu bentuk supervisi yang difokuskan pada peningkatan kualitas mengajar dengan melalui sarana siklus yang simpatik untuk langkah-langkah intensif dan cermat tentang penampilan mengajar yang nyata serta bertujuan untuk mengadakan perubahan dengan cara yang rasional.
Glickman dalam Ibrahim Bafadal mendefinisikan Supervisi Pengajaran adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses belajar mengajar demi pencapaian tujuan pengajaran. Daresh mengemukakan Supervisi Pengajaran adalah upaya membantu guru-guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pengajaran.
Menurut pendapat Harris dalam Piet A. Sahertian, Supervisi Pengajaran adalah apa yang dilakukan oleh petugas sekolah terhadap stafnya untuk memelihara (maintain) atau mengubah pelaksanaan kegiatan di sekolah yang langsung berpengaruh terhadap proses mengajar guru dalam usaha meningkatkan hasil belajar siswa.  Selanjutnya Crosby sebagaimana dikutip oleh Burhanuddin mengemukkan supervisi adalah pembinaan yang diberikan kepada seluruh staf sekolah agar mereka dapat meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan situasi belajar mengajar yang lebih baik.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan supervisi pengajaran adalah upaya seorang kepala sekolah dalam pembinaan guru agar guru dapat meningkatkan kualitas mengajarnya dengan melalui langkah-langkah perencanaan, penampilan mengajar yang nyata serta mengadakan perubahan dengan cara yang rasional dalam usaha meningkatkan hasil belajar siswa.
Supervisi merupakan kegiatan membina dan dengan membantu pertumbuhan agar setiap orang mengalami peningkatan pribadi dan profesinya. Menurut Sahertian (2000),  supervisi adalah usaha memberi layanan kepada guru-guru baik secara individual maupun secara berkelompok dalam usaha memperbaiki pengajaran dengan tujuan memberikan layanan dan bantuan untuk mengembangkan situasi belajar mengajar yang dilakukan guru di kelas.
Supervisi merupakan pengembangan dan perbaikan situasi belajar mengajar yang pada akhirnya perkembangan siswa. Itu perbaikan situasi belajar mengajar bertujuan untuk : (1) menciptakan, memperbaiki, dan memelihara organisasi kelas agar siswa dapat mengembangkan minat, bakat, dan kemampuan secara optimal, (2) menyeleksi fasilitas belajar yang tepat dengan problem dan situasi kelas, (3) mengkoordinasikan kemauan siswa mencapai tujuan pendidikan, (4) meningkatkan moral siswa.
Lebih lanjut Ngalim Purwanto (1987) mengemukakan bahwa supervisi ialah suatu aktivitas pembinaan yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan sekolah maupun guru, oleh karena itu program supervisi harus dilakukan oleh supervisor yang memiliki pengetahuan dan keterampilan mengadakan hubungan antar individu dan ketrampilan teknis. Supervisor di dalam tugasnya bukan saja mengandalkan pengalaman sebagai modal utama, tetapi harus diikuti atau diimbangi dengan jenjang pendidikan formal yang memadai.

  1. Kepala Sekolah dan Supervisi
Fungsi kepala sekolah antara lain memberikan bimbingan dan penyuluhan terhadap staf guru maupun staf tatausaha agar setiap staf dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, dalam arti agar tugas itu dapat berhasil secara efektif. Dengan bimbingan terhadap satf guru, maknanya kepala sekolah berusaha agar tugas guru sebagai pendidikan dan pengajar dapat tercapai hasil yang efektif dan efisien.
Usaha dan kegiatan membimbing guru meliputi bimbingan di dalam kelas seperti metode penyampaian, cara mengajar, hubungan siswa dengan guru, dan proses belajar mengajar, bimbingan di luar kelas meliputiteknik membuat satuan pelajaran, menulis dan mereview satuan pelajaran, pengembangan proses instrumen laporan. Tanggung jawab seorang supervisor adalah mengusahakan agar karyawan itu mau melaksanakan tugasnya sesuai dengan persyaratanpersyaratan pekerjaan yang telah ditetapkan. Dengan demikian tugas utama.
Kepala sekolah sebagai supervisor pendidikan dituntut untuk memiliki kemampuan mengelola program peningkatan mutu pendidikan, mulai dari proses perancangan kegiatan, pelaksana dan pemantauan serta evaluasi hasil program tersebut. Jika pelaksanaan pengawasan secara prosedural sudah sesuai dengan konsep dan dasar supervisi / inspeksi yang ada, maka implikasinya pada pendidikan akan menghasilkan mutu pendidikan dan akhirnya tercipta pendidikan bermutu. Selanjutnya penelitian skripsi ini diharapkan dapat memberikan Memberikan kontribusi kognitif bagi perkembangan wacana mengenai supervisi pendidikan sehingga diharapkan dapat meningkatkan kinerja pengawas sekolah pada umumnya demi terselenggaranya pendidikan yang lebih bermutu.
Secara umum,  kepala sekolah merupakan penyelenggara pendidikan yang juga, yaitu : (1) menjadi manajer lembaga pendidikan, (2) menjadi pemimpin, (3) sebagai penggerak lembaga pendidikan, (4) sebagai supervisor atau pengawas, (5) sebagai pencipta iklim bekerja dan belajar yang kondusif. Sesuai dengan peran dan tugas-tugas di atas, kepala sekolah sebagai manajer sekolah dituntut untuk dapat menciptakan manajemen sekolah yang efektif.
            Menurut Mantja (2000), keefektifan manajemen pendidikan ditentukan oleh profesionalisme manajer pendidikan. Adapun sebagai manajer terdepan kepala sekolah merupakan figur kunci dalam mendorong perkembangan dan kemajuan sekolah. Kepala sekolah tidak hanya meningkatkan tanggung jawab dan otoritasnya dalam program-program sekolah, kurikulum dan keputusan personil, tetapi juga memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan akuntabilitas keberhasilan siswa dan programnya. Kepala sekolah harus pandai memimpin kelompok dan mampu melakukan pendelegasian tugas dan wewenang (Nur Kholis, 2003).
Menurut Wohlstetter dan Mohrman (dalam Nur Kholis, 2003) peran kepala sekolah dalam MBS adalah sebagai designer, motivator, fasilitator, dan liaison. Sebagai designer kepala sekolah harus membuat rencana dengan memberikan kesempatan untuk terciptanya diskusi-diskusi menyangkut isu-isu dan permasalahan di seputar sekolah dengan tim pengambil keputusan sekolah. Tentu saja dalam hal ini harus melibatkan berbagai komponen terkait secara demokratis.
Untuk mengetahui sejauh mana guru mampu melaksanakan pembelajaran, secara berkala kepala sekolah perlu melaksanakan kegiatan supervisi, yang dapat dilakukan melalui kegiatan kunjungan kelas untuk mengamati proses pembelajaran secara langsung, terutama dalam pemilihan dan penggunaan metode, media yang digunakan dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran (E. Mulyasa, 2004).
Dari hasil supervisi ini, dapat diketahui kelemahan sekaligus keunggulan guru dalam melaksanakan pembelajaran, — tingkat penguasaan kompetensi guru yang bersangkutan–, selanjutnya diupayakan solusi, pembinaan dan tindak lanjut tertentu sehingga guru dapat memperbaiki kekurangan yang ada sekaligus mempertahankan keunggulannya dalam melaksanakan pembelajaran.
Jones dkk. sebagaimana disampaikan oleh Sudarwan Danim (2002) mengemukakan bahwa menghadapi kurikulum yang berisi perubahan-perubahan yang cukup besar dalam tujuan, isi, metode dan evaluasi pengajarannya, sudah sewajarnya kalau para guru mengharapkan saran dan bimbingan dari kepala sekolah mereka”. Dari ungkapan ini, mengandung makna bahwa kepala sekolah harus betul-betul menguasai tentang kurikulum sekolah. Mustahil seorang kepala sekolah dapat memberikan saran dan bimbingan kepada guru, sementara dia sendiri tidak menguasainya dengan baik.
Tugas kepala sekolah sebagai supervisor adalah membantu guru dalam
(1) pembinaan dan peningkatan profesi mengajar ; (2) pembinaan dan
peningkatan sikap personal dan sikap profesional. Uraian tugasnya antara lain :
1.      Membantu guru dalam memahami strategi belajar mengajar
2.      Membantu guru dalam merumuskan tujuan-tujuan belajar
3.      Membantu guru dalam menyusun berbagai pengalaman belajar
4.      Membantu guru dalam menyusun keaktifan belajar
5.      Membantu guru dalam meningkatkan ketrampilan dasar mengajar
6.      Membantu guru dalam mengelola kelas dan mendinamisasikan kelas
7.      sebagai suatu proses kelompok
8.      Membantu guru-guru dalam memecahkan masalah keluh-kesah
9.      Membantu guru dalam memecahkan masalah kesejahteraan

Kepala sekolah harus mampu menggerakkan staf guru dan staf tata usaha untuk melaksanakan fungsi supervisi. Ada perbedaan karakteristik antara peran supervisor dengan peran lainnya, Sergioanni T.J. dalam kutipan Soebagio Atmodiarso dan Soeranto Totosiswanto merinci :
  1. Sangat kuat kaitannya dengan tugas-tugas seorang ahkli (expert)
  2. sebagai seorang pemimpin program pendidikan dan pemimpian
  3. pengajaran
  4. Perlunya hidup dalam dunia dan berbicara dalam dua bahasa
  5. Keterbatasan akan kekuasaan

Dalam hubungan tuntutan keahlian (expert) dapat dijelaskan bahwa seorang supervisor diharapkan ahli dibidang pendidikan dan tugas-tugas seorang supervisor sangat menonjol dalam kaitannya dengan fungsi-fungsi :
  1. Kurikulum dan tujuan mengajar
  2. Isi program pendidikan, koordinasi dan wawasan
  3. Alternatif dan pilihan
  4. Kurikulum dan inovasi mengajar
  5. Pola-pola pengelompokan dan penjadwalan
  6. Pelayanan dan perencanaan unit
  7. Evaluasi dan memilih bahan belajar
  8. Struktur pengetahuan
  9. Pola guru dan pengaruh siswa di kelas
  10. Gaya mengajar, metoda dan prosedur
  11. Iklim belajar di kelas
  12. Guru, siswa dan evaluasi program
  13. Pengembangan kurikulum dan menghadapi evaluasi pendidikan

Karateristik kedua seorang supervisor ada dalam dua dunia, dunia guru
dan dunia administrasi. Dengan demikian maka ia harus mempergunakan dua
bahasa yaitu bahasa guru dan bahasa administrator. Karakteristik ketiga adalah terbatasnya kekuasaan yang dimiliki oleh seorang supervisor. Kesulitan dalam melaksanakan tugas supervisor oleh kepala sekolah merupakan pula hasil penelitian oleh America Associates of School Administrator.  Don Lorti seorang sosiolog dari Universitas Chicago menyatakan bahwa supervisi terhadap guru-guru adalah pekerjaan yang paling berat bagi kepala sekolah.
Hal ini disebabkan karena kepala sekolah tidak merasa yakin tentang penguasaan di bidang pengetahuan dan dibidang pengajaran, sehingga ia merasa segan unuk melaksanakan supervisi terhadap guru-gurunya. Bahkan ada kecenderungan bahwa arti supervisi dianggap sebagai usaha untuk mengatasi/mengawasi kegiatan dan pekerjaan guru baik di kelas maupun di luar kelas. Anggapan semacam ini menimbulkan salah pengertian, sehingga timbul rasa keengganan bagi guru-guru untuk mendekat kepada Kepala Sekolah. Hal ini terjadi karena adanya asumsi bahwa kepala sekolah berusaha mencari-cari kesalahan para gurunya.

F.        Teknik Supervisi
Supervisi sesungguhnya dapat dilaksanakan oleh kepala sekolah yang berperan sebagai supervisor, tetapi dalam sistem organisasi pendidikan modern diperlukan supervisor khusus yang independen dan dapat meningkatkan objektivitas pembinaan dan pelaksanaan tugasnya. Jika supervisi dilaksanakan oleh kepala sekolah, maka ia harus mampu melakukan berbagai pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan. Pengawasan dan pengendalian ini merupakan kontrol agar kegiatan pendidikan di sekolah terarah pada tujuan yang telah ditetapkan. Pengawasan dan pengendalian juga merupakan tindakan preventif untuk mencegah agar tenaga kependidikan tidak melakukan penyimpangan dan lebih cermat melaksanakan pekerjaannya.
Pengawasan dan pengendalian yang dilakukan kepala sekolah terhadap tenaga kependidikan khususnya guru, disebut supervisi klinis, yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan profesional guru dan meningkatkan kualitas pembelajaran melalui pembelajaran efektif. Salah satu supervisi akademik yang popular adalah supervisi klinis, yang memiliki karakteristik sebagai berikut.
1.      Supervisi diberikan berupa bantuan (bukan perintah), sehingga inisiatif tetap berada di tangan tenaga kependidikan;
2.      Aspek yang disupervisi berdasarkan usul guru, yang dikaji bersama kepala sekolah sebagai supervisor untuk dijadikan kesepakatan;
3.      Instrumen dan metode observasi dikembangkan bersama oleh guru dan kepala sekolah;
4.      Mendiskusikan dan menafsirkan hasil pengamatan dengan mendahulukan interpretasi guru;
5.      Supervisi dilakukan dalam suasana terbuka secara tatap muka, dimana supervisor lebih banyak mendengar serta menjawab pertanyaan guru daripada memberi saran dan pengarahan;
6.      Supervisi klinis sedikitnya memiliki tiga tahap, yakni pertemuan awal, pengamatan dan umpan balik;
7.      Adanya penguatan dan umpan balik dari kepala sekolah sebagai supervisor terhadap perubahan perilaku guru yang positif sebagai hasil pembinaan;
8.      Supervisi dilakukan secara berkelanjutan untuk meningkatkan suatu keadaan memecahkan suatu masalah.

Tugas kepala sekolah sebagai supervisor diwujudkan dalam kemampuannya menyusun dan melaksanakan program supervisi pendidikan serta memanfaatkan hasilnya. Kemampuan menyusun program supervisi pendidikan harus diwujudkan dalam penyusunan program supervisi kelas, pengembangan program supervisi untuk kegiatan ekstra-kurikuler, pengembangan program supervisi perpustakaan, laboraturium dan ujian. Kemampuan melaksanakan program supervisi pendidikan diwujudkan dalam pelaksanaan program supervisi klinis dan dalam program supervisi kegiatan ekstra-kurikuler. Sedangkan kemampuan memanfaatkan hasil supervisi pendidikan diwujudkan dalam pemanfaatan hasil supervisi untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan dan pemanfaatan hasil supervisi untuk mengembangkan sekolah.
Kepala sekolah sebagai supervisor perlu memperhatikan prinsip-prinsip: (1) hubungan konsultatif, kolegial dan bukan hirarkis; (2) dilaksanakan secara demokratis; (3) berpusat pada tenaga kependidikan; (4) dilakukan berdasarkan kebutuhan tenaga. Moh. Rifai memberikan teknik pelaksanaan supervisi oleh kepala sekolah yaitu (a) kunjungan kelas (b) pertemuan pribadi (c) rapat staff.
Dalam menjalankan perannya kepala sekolah dituntut untuk lebih dekat dengan guru terutama saat mengamati proses mengajar dan supervisi terhadap perilaku guru mengajar di kelas. Keberhasilan kepala sekolah dalam melaksanakan perannya sebagai supervisor akan tergantung kepada : (1) kondisi dan situasi sekolah’ (2) sikap guru-guru dan staf tata usaha; (3) peraturan yang mendukung; dan (4) memiliki kompetensi sebagai supervisor.
John Boyd dalam Soebagio Atmodiwiro dan Soeranto Tatosiswanto menyatakan karakteristik seorang supervisor (penyelia) yang efektif :
  1. Supervisor yang efektif mampu menghasilkan sesuai dengan masukan Ia mampu membuat guru-guru untuk lebih terbuka dan tidak bersifat defensif.
  2. Supervisotr yang efektif berkomunikasi dalam rangka memperhatikan dan menghormati guru-guru yang akan dibantu.
  3. Supervisor yang efektif menyukai dan menghargai dirinya sendiri dan tidak mempengaruhi guru-guru untuk kepentingannya sendiri.
  4. Supervisor yang efektif mempunyai pengetahuan khusus dibidang bimbingan dan penyuluhan yang akan bermanfaat bagi peningkatan nilai-nilai yang disupervisi.
  5. Supervisor yang efektif mencoba untuk memahami nilai-nilai perilaku yang disupervisi.
  6. Supervisor yang efektif mampu berfikir secara system dan berpusat dalam pengertian sistem.
  7. Supervisor yang efektif mempunyai pandangan yang bersifat humor dan menyadari bagaimana kejadian itu mempengaruhi kehidupannya seperti kehidupan lainnya.
  8. Supervisor yang efektif mampu mengidentifikasi pola perilaku yang merusak diri guru-guru, dan menolong guru-guru mengubah perilaku yang lebih bersifat pribadi
  9. Supervisor yang efektif penuh ketrampilan dalam menolong guru-guru untuk melihat dirinya sendiri dalam menjawab secara terbuka terhadap kepentingan siapa saja.

Sementara itu teknik dalam pelaksanaan supervisi pengajaran
sebagaimana dikemukakan oleh Made Pidarta adalah sebagai berikut :

a.         Teknik observasi kunjungan kelas.
Kepala sekolah melakukan observasi pada kelas yang sedang belajar dibawah bimbingan guru. Tujuannya inginmemperoleh data tentang segala sesuatu yang terjadi di dalam proses belajar mengajar. Data ini sebagai dasar bagi supervisi di dalam melakukan pembinaan terhadap guru yang diobservasi. Hal-hal yang perlu dicatat oleh supervisor : (1) suasana kelas, (2) cara memulai dan menutup pelajaran, (3) kecocokan metode yang dipakai, (4) media yang digunakan, (5) tugas-tugas yang diberikan kepada siswa. Kehadiran kepala sekolah untuk mengobservasi dapat diberitahukan kepada guru atau tidak diberitahukan terlebih dulu kedua-duanya mengandung kebaikan maupun kelemahan.

b.        Pertemuan formal dan informal.
Kepala sekolah dengan guru atau sekelompok guru mengadakan pertemuan baik secara terencana maupun tidak guna membahas topik-topik yang berkenaan dengan proses belajar mengajar atau keluhan-keluhan lainnya untuk dicarikan solusi yang lebih baik.

c. Teknik supervisi sebaya (tutor sebaya).
Hal ini dilakukan oleh guru-guru yang sukses yang diberi kesempatan oleh Kepala Sekolah membantu guru yang membutuhkan pertolongan dalam proses belajar mengajar terhadap guru-guru mata pelajaran yang sejenis. Dari beberapa pendapat dan uraian tersebut di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa supervisi kepala sekolah adalah proses pembinaan kepala sekolah keda guru dalam rangka untuk memperbaiki proses belajar mengajar.
Dalam pelaksanaan supervisi oleh kepala sekolah tidak mencari kesalahan guru tetapi bersama guru memecahkan solusi pada masalah-masalah yang terjadidalam kegiatan belajar mengajar. Dalam hal ini teknik yang biasa digunakan adalah kunjungan kelas, pertemuan baik formal mupun informal serta melibatkan guru lain yang dianggap berhasil dalam mengajar.
Adapun sebagai indikator-ondikator dalam pelaksanaan survey supervisi kepala sekolah adalah pnilain guru terhadap pelaksanaan supervisi:
  1. Tujuan supervisi
  2. Hubungan guru dengan supervisor
  3. Bimbingan perencanaan mengajar
  4. Prosedur pelaksanaan supervisi
  5. Bantuan dalam memecahkan masalah
  6. Hasil dan Tindak lanjut supervisi


PEMBAHASAN
A.      Lokasi Observasi
Dalam tulisan makalah ini yang menjadi sekolah sampel observasi adalah SMP Negeri 4 Kota Cirebon. Sekolah ini terletak di jalan Pemuda No. 16, tidak jauh dari Dinas Pendidikan Kota Cirebon. Termasuk salah sekolah favorit pilihan masyarakat berdasarkan jumlah pendaftar siswa baru setiap tahunnya. SMP Negeri 4 Kota Cirebon berdiri pada tanggal 2 September 1978.  Sekolah tersebut hasil pemekaran dari SMP Negeri 3 Cirebon, yang berlokasi di Jalan Tuparev Cirebon (kini menjadi pertokoan). Kebijakan Departemen Pendidikan Jawa Barat itu dilakukan menyusul kebutuhan masyarakat akan pendidikan semakin meningkat.
Tercatat jumlah siswa sekolah ini mencapai 1000 siswa, dengan tenaga pengajar sebanyak 55 orang guru, dengan beragam latar belakang pendidikannya. 
Tabel 1.
Data Kualifikasi Pendidikan Guru

No

Status Guru
Tingkat Pendidikan
SMA
DI
D2
D3
S1
S2
S3
1
Guru Tetap
-
4
1
5
32
2
-
2
GBS
-
-
-
-
-
-
-
3
GTT
1
-
-
-
3
-
-
Jumlah
1
4
1
5
35
2
-
   Sumber : SMP Negeri 4 Kota Cirebon

Dilihat dari usia, tenaga pengajar di sekolah ini bervariasi. Namun secara umum prosentase guru usia tua (70%) lebih banyak daripada usia muda. Perbedaan usia ini akan berpengaruh pada kinerja dalam kegiatan belajar mengajar. Apalagi kultur birokrasi bangsa ini masih kurang baik, sehingga ada sindiran : pinter bodoh gaji sama.
B.       Supervisi Kepala Sekolah
Secara normatif, fungsi kepala sekolah tidak hanya sebagai leader bagi guru, staf dan siswa di sekolah.  Lebih lengkap, fungsi dan peran kepala sekolah adalah sebagai edukator, manajer, administrator, supervisor, leader dan inovator dan motivator atau disingkat dengan istilah EMASLIM. Salah satu fungsi dan peran penting kepala sekolah dalam proses peningkatan mutu pendidikan adalah fungsi supervisor. Mengapa? Karena dalam fungsi ini seorang kepala sekolah bisa mengetahui, mengukur dan memetakan kemampuan sumber daya manusia sekolahnya (baca: guru).
Kualitas guru, menjadi kata kunci berhasilnya pembangunan pendidikan bangsa Indonesia. Hal ini didasari betul oleh pemerintah, selaku penyelenggara negara sehingga banyak program perbaikan pendidikan di Indonesia. Misalnya, penetapan 20 persen anggaran pendidikan, sertifikasi guru, dana bantuan dan sebagainya. Pentingnya kualitas gurutersebut maka perlu ada pengawasan, pengendalian dan evaluasi terhadap kemampuan guru dalam pengajaran. 
Program supervisi pada SMP Negeri 4 Kota Cirebon dilakukan setiap tahun. Pelaksana program ini adalah wakil kepala sekolah bidang kurikulum, sebagai pihak yang ditunjuk membantu kerja kepala sekolah menangani bidang yang berurusan kegiatan belajar mengajar. Setiap tahun dalam pelaksanaan program ini mengalami pasang surut. Faktor yang mempengaruhi inkonsistensi pelaksanaan program lebih kepada masalah etos kerja, baik pada kepala sekolahnya, wakasek maupun guru. 
Peran kepala sekolah dalam menjalankan fungsinya, satu diantaranya sebagai supervisor, sangat menentukan terlaksananya program supervisi guru. Kendati pada situasi yang sama guru-guru kurang menyambut baik program tersebut. Sebagai contoh dalam tiga kepemimpinan kepala sekolah disini pelaksanaan program supervisi berbeda-beda. Pada masa kepemimpinan H. Abdul Haris, S.Pd misalnya, sebagai kepala sekolah tidak secara langsung menjalankan fungsi supervisi kepada guru-guru. Wakasek kurikulumnya, Tugiran, S.Pd sebagai pembantunya juga kurang optimal dalam menjalankan program tersebut. Tugiran beranggapan, guru sebagai orang dewasa mestinya sadar dengan profesi, tugas dan fungsinya sebagai guru profesional. Hal-hal yang menjadi kewajiban seyogyanya dilaksanakan tanpa harus ada perintah.
Kepala Sekolah H Abdul Haris hanya menekankan kepada guru-guru untuk rajin mengajar, tidak terlambat masuk kelas, mengumpulkan administrasi pembelajaran. Bentuk pengawasannya setiap pagi kepala sekolah menyempatkan untuk keliling ke seluruh ruang kelas, memantau situasi kelas yang masih kosong dari kegiatan belajar. Dalam tinjauan teoritis, model supervisi kepala sekolah ini adalah teknik observasi kunjungan kelas.
Hal berbeda pelaksaaan program supervisi pada saat kepemimpinan Karnadi, S.Pd,M.Hum. Pada masa kepala sekolah mantan guru teladan nasional ini, program supervisi berjalan lebih terkontrol selain tuntutan pembuatan administrasi guru. Bahkan tidak hanya guru yang disupervisi, tetapi juga guru-guru yang mendapat tugas tambahan sebagai wali kelas. Instrumen supervisi sudah disiapkan oleh sekolah dalam bentuk rubrik. Kepala Sekolah Karnadi juga sering melakukan supervisi kunjungan kelas. Jika ditemui ada kelas yang masih kosong, kepala sekolah masuk mengajarnya. Model ini cukup efektif karena guru yang telat masuk merasa tidak enak dengan kepala sekolah.  
Pihak pelaksana dalam program ini tetap diserahkan oleh wakasek kurikulum. Pada periode mingguan, program tersebut dievaluasi melalui briefing guru. Sayangnya, kebijakan ini hanya berjalan 10 bulan, menyusul kepala sekolah dipindahtugaskan.
Pada masa kepala sekolah Suhendi Warna, S.Pd MM, program kepala sekolah dibagi habis kepada seluruh wakasek, baik wakasek penjamin mutu, Wakasek Kurikulum, Wakasek Kesiswaan, Wakasek Sarana dan Wakasek Humas. Teknisnya, seluruh wakasek tersebut mensupervisi rekan guru yang mengajar di kelas. Kebijakan baru kepala sekolah ini baru dilaksanakan satu kali dalam tahun pertama ia memimpin. Program lainnya yang digagas Wakasek Kurikulum Tugiran, S.Pd adalah supervisi model lesson study. Kegiatan mengajar guru di kelas dibantu oleh satu orang guru dalam memonitor atau sistem gendongan (tutor sebaya)
Dibalik perbedaan kebijakan program supervisi ketiga kepala sekolah di atas, juga ada kesamaannya. Kesamaan itu seperti :
1.      Teknis supervisi dilakukan di dalam ruang kelas saat guru mengajar. ketika guru sedang mengajar, petugas supervisi berada di belakang barisan duduk siswa. Supervisor memperhatikan bagaimana seorang guru tersebut melakukan kegiatan mengajar, dari awal hingga akhir. Proses KBM itu direkam dalam bentuk rubrik instrumen petugas supervisi.
2.      Pengawas Sekolah Dinas Pendidikan setempat juga melakukan kegiatan serupa pada setiap mata pelajaran. Pengawas mata pelajaran melakukan kegiatan supervisi kepada guru mata pelajaran yang serumpun. Supervisi oleh pengawas lebih membuat guru grogi daripada oleh kepala sekolah atau teman sejawat.
3.      Belum optimalnya evaluasi supervisi dengan relevansi perbaikan mutu mengajar guru. Tidak jarang setelah supervisi selesai tidak terjadi adanya diskusi serius antara supervisor dengan guru yang disupervisi. Petugas kerap hanya mengisi rubrik instrumen yang ada, sementara proses sharring metode, mencari problem solver kurang berjalan dengan baik.    


 PENUTUP
A.      Kesimpulan
Kegiatan supervisi adalah perkerjaan sangat berat yang harus dilaksakan oleh kepala sekolah. Salah satu fungsi kepala sekolah ini berpengaruh langsung memicu kualitas guru profesional. Melalui program ini, kemampuan mengajar guru di monitoring da di evaluasi. Jika terjadi kesalahan atau kekurangan dalam melaksanakan mengelola kelas maka perlu dilakukan sharing metode dan problem solver. 
Hasil observasi supervisi di SMP Negeri 4 Kota Cirebon diperoleh kesimpulan bahwa :
1.      Telaksanannya kegiatan supervisi guru-guru di sekolah lebih dipengaruhi oleh etos kerja kepala sekolah dalam melaksanakan peran dan fungsinya.
2.      Model supervisi kepada guru-guru dilakukan berbeda-beda, tergantung kepala sekolah yang memimpin.
3.      Belum baiknya kesadaran guru dalam menjalankan kewajibannya menuju guru profesional.
4.      Belum optimalnya fungsi evaluasi hasil supervisi untuk perbaikan mutu pendidikan dalam bentuk kegiatan mengajar di sekolah setempat.

B.       Saran
Untuk perbaikan kegiatan supervisi ke depan maka perlu diperhatikan hal-hal berikut ini :
1.      Kegiatan supervisi harus dilakukan secara teratur dan terarah  dalam bentuk program kerja yang tertulis dan jelas.
2.      Petugas supervisi seyogyanya mereka yang lebih berpengalaman (terampil) dalam mengajar. Hal ini menghindari problem psikologis jika menghadapi guru-guru sebaya.
3.      Lebih dikembangkan tradisi sharing, baik metode maupun solusi terhadap teknik mengajar dan permasalahannya.
4.      Hasil supervisi sebaiknya memiliki implikasi bagi guru, baik dari sisi kesejahteraan atau imbalan immateri lainnya sehingga akan mendorong guru lebih baik dalam peningkatan kualitas diri.


DAFTAR PUSTAKA

Ibrahim Bafadal, Supervisi Pengajaran Teori dan Aplikasinya Dalam Membina Profesional Guru, Jakarta : Rineka Cipta,1979.
Mulyasa E., Manajemen Berbasis Sekolah (Konsep, Strategi, Dan Implementasi)., Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004.
Ngaliman purwanto,  Administrasi dan Supervisi Pendidikan, PT. Remaja Rosdakrya, Bandung, 1987.
Nurkholis, Manajemen Berbasis Sekolah, Teori, Model dan Aplikasi, Jakarta: PT. Gramedia, 2003.
Suhertian A. Piet  dan Ida Aleida Sahertian, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Inservice Education, Jakarta : Rineka Cipta, 1992.
Suhertian. A. Piet. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta : Rineka Cipta, 2000.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah.
Soebadio Atmodiwiro, Soeranto Totosiswanto, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Semarang : Adhi Waskito, 1991.
Suharsimi Arikunto, Organisasi dan Administrasi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Jakarta : Rajawali Pers, 1989.
Yusak Burhanudin , Administrasi Pendidikan, Bandung : Pustaka Setia, 1998.
Wahjosumidjo. 2005. Kepemimpinan Kepala Sekolah, PT Raja Garfindo Persada; Jakarta.

****Makalah disampaikan dalam mata kuliah Supervisi Pendidikan, DR. Diding Nurdin, M.Pd dalam program Pascasarjana Kosentrasi Psikologi Pendidikan Islam IAIN Syekh Nurjati Cirebon tahun 2010.