Oleh:
DENY
ROCHMAN, S.Sos.,M.Pd.I
Guru
IPS SMP Negeri 4 Kota Cirebon
Stop! Jangan anda bermimpi
ingin menjadi guru profesional di abad 21. Jika anda tidak siap kerja dibawah
tekanan dan tuntutan sebagai pekerja profesional. Ada banyak tantangan masa
depan yang akan menjadi pekerjaan rumah guru-guru Indonesia. Untuk menyikapi
tren futuralistik tersebut pihak pemerintah pun melakukan berbagai langkah
kebijakan agar bangsa negara tetap eksis di era globalisasi. Salah satunya
mendorong terus peningkatan kompetensi guru-guru agar bekerja profesional.
Abad 21 ke depan menghadapi
peluang, tantangan sekaligus hambatan yang tidak kecil. Kondisi jaman akan
berubah kian cepat dengan basis teknologi komunikasi dan informasi internet dan
media massa. Guru Besar Universitas Indonesia Prof. Rhenald Kasali Ph.D
menyebutkan bahwa abad 21 akan terjadi perubahan begitu cepat, penuh ketidakpastian
dan bergejolak, terjadi hyper competition,
peradaban kamera (camera branding) dan self –centred, minat baca meningkat tetapi
hanya ringkasan atau kalimat–kalimatpendek (https://www.academia.edu/7647567/Tantangan_Indonesia_Dalam_Abad_21_Pendidikan_and_Kesejahteraan)
Pada waktu bersamaan ada
efek yang perlu disikapi dengan perubahan jaman yang ada. Efek yang mulai
terasa pada masa kini akan terus menjadi ancaman bagi sebuah bangsa di
masa-masa selama abad 21 berlangsung. Globalisasi pada semua sisi memberikan
efek pada segala bidang kehidupan, seperti politik, ekonomi, sosial, budaya dan
lainnya. Teknologi bagaikan instrumen yang berdampak pada dehumanisasi,
individualisme, resistensi identitas diri, kesenjangan dan beragam masalah
sosial yang akan lahir.
Perlu pembenahan dan penguatan
pada bidang pendidikan dalam mengantisipasi tren perubahan abad 21 tersebut.
Menurut Rhenald Kasali, pendidikan bisa melahirkan manusia passengers dan manusia drivers, bisa juga “bad driver” dan
“bad passengers”. Perubahan mindset masyarakat sangat bergantung pada pola
pendidikan saat ini untuk menentukan pola pikir masyarakat di masa depan. Ini
masalah serius terlebih pada tahunn 2020 - 2030 Indonesia akan memperoleh bonus
demografi. Pada rentang tahun tersebut jumlah penduduk generasi produktif usia
15-64 tahun akan bertambah banyak hingga 70%. Jika usia produktif tersebut
mampu memiliki kompetensi dan daya saing yang berkualitas maka bangsa Indonesia
akan mampu bersaing di era global, begitu juga sebaliknya.
TREN
ABAD 21
Peran guru dalam
mempertahankan “kedaulatan negara” menjadi variabel terpenting terhadap neo
kolonialisme dunia. Ada tantangan yang harus antisipasi guru-guru Indonesia
dalam menghadapi pendidikan abad 21. Badan Nasional Pendidikan Nasional (BNSP)
telah menerbitkan buku berjudul Paradigma Pendidikan Nasional Abad XXI pada
tahun 2010. Menurut BNSP, terdapat beberapa kompetensi dan/atau keahlian yang
harus dimiliki oleh SDM abad XXI. Kompetensi tersebut antara lain :
1. Kemampaun
berpikir kritis dan pemecahan masalah (Critical-Thinking
and Problem-Solving Skills);
2.
Kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama
(Communication and Collaboration Skills);
3. Kemampaun
berpikir kritis dan pemecahan masalah (Critical-Thinking
and Problem-Solving Skills);
4. Kemampuan
berkomunikasi dan bekerjasama (Communication
and Collaboration Skills);
5. Kemampuan
mencipta dan membaharui (Creativity and
Innovation Skills);
6. Literasi
teknologi informasi dan komunikasi (Information
and Communications Technology Literacy);
7. Kemampuan
belajar kontekstual (Contextual Learning
Skills);
8. Kemampuan
informasi dan literasi media (Information
and Media Literacy Skills).
GURU
PEMBELAJAR
Guru pembelajar adalah guru
profesional. Menjadi guru profesional merupakan jawaban dalam menghadapi
peluang, tantangan dan hambatan masa depan pendidikan di era global. Menurut
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemdikbud Sumarna Surapranata,
Ph.D, menjadi guru profesional tidak mudah karena harus memiliki keahlian
dibidangnya. Paling tidak punya kompetensi pedagogik, profesional, sosial dan
kepribadian. Mereka yang menilai guru harus sesuai dengan keilmuannya, tidak
sembarang guru.
Dirjen GTK itu menyampaikan
hal itu dalam Seminar Nasional Guru Profesional di Jakarta belum lama ini. Ia mengingatkan,
jika tugas guru itu sangat berat berbeda dengan dokter. Jika dokter salah mengobati
satu pasien hanya berdampak satu orang, tetapi guru akan berdampak pada satu
kelas bahkan satu generasi. Beratnya tugas guru sehingga tidak semua orang bisa
menjadi guru.
Perlu paradigma baru untuk
menjadi guru Indonesia yang profesional di abad 21, antara lain (1) memiliki kepribadian yang matang dan
berkembang; (2) penguasaan ilmu yang kuat; (3) keterampilan untuk membangkitkan
peserta didik kepada sains dan teknologi; dan (4) pengembangan profesi secara
berkesinambungan. Guru-guru masa depan jangan pernah bosan untuk belajar
memperkaya potensi dirinya dalam penguasaan kompetensi masa depan.
Dalam menghadapi tantangan
masa depan, pemerintah sudah melakukan berbagai langkah dalam membenahi sistem
yang ada. Berbagai kebijakan tersebut seperti pembaruan kurikulum versi 2013,
pembenahan sarana dan prasarana pendidikan, perbaikan kesejahteraan dan kinerja
guru, peningkatan kompetensi guru melalui ujian kompetensi (UKG), pelatihan,
seminar, workshop, lomba-lomba hingga pemberian beasiswa pendidikan. Bahkan
untuk UKG pada tahun 2019 nilai rata-ratanya harus mencapai 8 (delapan). Tentu
saja kebijakan ini bagi banyak guru abad 20 yang belum move on hal itu dianggap sebagai tekanan kinerja guru.
Tantangan terberat
pendidikan sekarang adalah bagaimana mentalitas dan kompetensi guru-guru
Indonesia yang terdidik pada abad 20 harus menyiapkan generasi masa depan
dengan kemampuan abad 21. Selanjutnya bagaimana berbagai program futuralistik
tersebut bisa bersinergi dengan stakeholder lainnya baik di level nasional
maupun hingga ke daerah-daerah. Karena problem klise sistem di negeri ini
kehebatan program dan SDM di satu sektor belum mampu terkoneksi dengan baik
dengan program dan SDM di sektor lainnya yang terkait. (*)