Oleh :
Deny Rochman
Semula dibuat terkejut dengan pernyataan
Mustofa W Hasyim, seorang budayawan dan penulis asal Yogyakarta ini. Dalam sebuah
situs online ia menegaskan bahwa ada upaya pemaksaan budaya yang sedang
berkembang saat ini ke arah budaya monokultur (tunggal). Ketua Majelis
Nahdlatul Muhammadiyah ini menilai kampanye tentang perlunya multicultural sebagai
agenda budaya global adalah omong kosong belaka. Tetapi yang terjadi adalah budaya
global menuju wajah Barat, wajah Amerika, sekuler, hedonis materialistis.
Sebagai orang yang dibesarkan dalam
tradisi ilmu sosial pandangan Mustofa W Hasyim dianggap terlalu tendensius dan provokatif
tak mendasar. Sejak sekolah hingga dibangku kuliah, paham multi kultural begitu
diagung-agungkan seolah “dewa penyelamat” membangun perdamaian dunia. Kaum pluralisme
menilai kisruh sosial yang sering terjadi bermuara dari egoisme perspektif
budaya setiap masyarakat. Membudayakan toleransi dan tenggang rasa, memahami
kemajemukan budaya, agama dan ras menjadi strategi mendamaikan dunia.
Gencarnya propaganda multi
kulturalisme dalam bingkai budaya global dilakukan melalui banyak media. Media pendidikan
dianggap paling efektif ditempuh, entah melalui kurikulum di sekolah, di
kampus-kampus hingga berbagai program, kegiatan dan pelatihan melalui
organisasi non pemerintah (NGO) atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan
sejenisnya. Tidak terhitung berapa uang yang dikeluarkan untuk mensukseskan
agenda global tersebut.
Mereka dari kalangan aktivis Islam “salaf”
punya pandangan tersendiri. Masa aktif dalam studi keislaman kampus, gerakan sekulerisasi
tersebut adalah bagian dari program ghazwul fikri atau perang pemikiran. Maksudnya
adalah upaya-upaya gencar pihak musuh-musuh Islam untuk meracuni pikiran umat
Islam agar jauh dari Islamnya, lalu akhirnya membenci Islam dan pada tingkat
akhir Islam diharapkan habis sampai ke akar-akarnya. Ini sudah banyak dijumpai
di kalangam umat Islam yang membenci syariat Islam.
Silahkan cek orang-orang di sekitar
kita. Mereka pasti menolak poligami bahkan hingga berani mengharamkan. Wacana anti
diskriminasi terhadap hak perempuan untuk bekerja di sector umum bahkan boleh
mencalonkan pemimpin di sector publik. Gerakan demokratisasi, toleransi,
mutlikultural, pacaran, hari kasih sayang, ulang tahun dan sebagainya sudah
menjadi budaya yang diterima umat Islam sebagai budaya yang baik. Tanpa sadar
identitas budaya sebagai seorang muslim dan muslimah perlahan terkikis menjadi
budaya campur aduk tidak jelas bahkan cenderung bertentangan dengan norma Islam.
Agama oleh kaum pluralisme dipahami sebagai
wilayah privat seseorang. Tidak boleh satu orang pun memaksa, mengatur dan
mengintervensi keyakinan seseorang terhadap Tuhannya. Hal yang berbeda norma
dan nilai Islam yang dipahami ulama salaf bahwa Islam memiliki fungsi publik. Ini
terlihat dengan banyaknya Nabi dan Rosul yang diturunkan Tuhan kepada umat
manusia. Tugasnya menyerukan umat manusia ke jalan yang benar. Jika agama hanya
berfungsi privat, rasanya Tuhan membuang energy harus mengutus Nabi dan Rosul
di muka bumi.
Pembuktian adanya gerakan multicultural
palsu semakin mudah tercium di sekitar kita. Misalnya adanya upaya pelarangan
jilbabisasi di tempat kerja, atau pembatasan waktu ibadah merupakan contoh lain
upaya sadar menjauhkan umat Islam dari agamanya. Kondisi ini terjadi manakala kekuatan
musuh Islam mendominasi dalam sebuah organisasi atau wilayah. Belum hilang
dalam ingatan kita berbagai kasus sara yang terjadi di daerah-daerah dimana umat
Islam minoritas di tempat tersebut.
Pendek kata, paham pluralisme atau
multi kultural merupakan kemasan, seperti packing pada sebuah produk bisnis
yang dijual kepada masyarakat. Jika kita tidak hati-hati dalam memilih dan
membeli maka kita akan terjebak, tertipu bahkan teracuni produk tersebut. Strategi
menjual “produk ide” deislamisasi kepada umat Islam tersebut, satu diantaranya
adalah melalui program multicultural.
Tulisan ini bukan bermaksud
provokatif menebar kebencian terhadap berbeda agama. Namun sebatas mengingatkan
bahwa konflik antar agama tidak pernah berakhir hingga akhir jaman. Hanya yang
membedakan dari masa ke masa adalah strategi, metode dan kemasannya yang berbeda.
Tetapi isu pokoknya satu: mereka musuh-musuh Islam tidak akan pernah ridho
terhadap agama Islam hingga umatnya mengikuti agama mereka (monokulural).
KEDOK
PLURALISME
Dalam beberapa bulan terakhir ini saya
menyeburkan diri dalam komunitas pluralisme media sosial. Keputusan saya untuk
bergabung dalam group tersebut ingin berbagi ilmu, pengalaman dan informasi
seputar toleransi dan kemajemukan. Ingin mengetahui kebenaran relative antar
manusia yang berbeda suku, agama, ras dan keyakinan. Sebuah idealisme yang
pernah diajarkan dalam tradisi ilmu sosial baik di sekolah maupun kala kuliah
dulu. Tetapi dari hari ke hari, group yang saya masuki semakin jelas visi
misinya.
Kegaduhan sering terjadi dalam
status group manakala dari anggota memposting atau menshare informasi atau
status yang bersentuhan dengan agama dan ras. Perdebatan sengit hingga caci
maki kadang tidak bisa dihindari jika topik yang diangkat bermuara pada dua hal
tersebut, agama dan ras. Namun anehnya admin group seolah membiarkan konflik
tidak sehat itu berkembang dalam laman groupnya.
Beberapa member, termasuk saya kerap
mengingatkan anggota lain termasuk kepada admin agar menyeleksi postingan yang
muncul di dalam group. Tapi nyatanya hal itu tidak pernah dilakukan. Yang sering
dirugikan secara immateri sebenarnya member muslim. Mengapa? Banyak status atau
postingan yang mengejek, menyepelekan, bahkan menghina Islam, baik langsung
maupun tidak langsung.
Mereka tidak bisa membedakan, tetapi
cenderung menyamakan antara budaya Islam dan mana budaya Arab. Budaya Islam dan
Arab seolah seneng kawin cerai, suka kekerasan dan sebagainya. Menyebutkan orang-orang
Arab sebagai kelompok onta. Dan memposisikan agama sebagai urusan pribadi
(privat) bukan urusan umum, sehingga orang lain tidak boleh ikut campur.
Anehnya, setiap postingan atau
status tentang agama non muslim banyak member berkomentar positif bahkan
cenderung lebay. Sebaliknya jika postingan itu terkait dengan dunia Islam
mereka banyak yang menibir bahkan menghina dengan tanpa dasar yang jelas. Ironisnya
belum dibaca beritanya hanya lihat judul mereka langsung berkomentar buruk atau
negative.
Hal itu pernah dialami saya beberapa
kali dalam menshare berita tentang dunia Islam. Postingan bertema agama Islam
sebenarnya mencoba saya hindari karena menghormati pluralisme dan toleransi yang
diusung dalam group tersebut. Tetapi seiring banyaknya dari mereka menyerang
dan menghina Islam, maka saya sebagai seorang muslim merasa perlu keseimbangan
informasi tentang Islam kepada mereka. Walaupun sadar postingan saya tersebut
akan hujan kritikan dari mereka yang tidak suka dengan Islam.
Hingga pada akhirnya akun medsos
yang diusir dari group pluralisme tersebut dengan alasan tidak jelas. Seingat saya
dikeluarkan dari group tersebut mulai Sabtu 2 April 2016, setelah saya
memposting sebuah penelitian ilmiah oleh professor genetika tentang masa idah muslimah.
Dari hasil penelitian tersebut sang professor dikabarkan masuk Islam karena
menilai wanita terbersih di dunia adalah dari kalangan Islam (silahkan klik dan
baca: http://www.muslimterkini.com/2016/03/pakar-genetika-wanita-terbersih-di-muka.html?m=1.)
Postingan ini hanya dari sekian postingan tentang dunia Islam, yang juga tidak
luput dari hujan kritikan.
Pengalaman bergaul online dengan
mereka yang mengaku kaum pluralisme akhirnya menyadarkan saya terkait pernyataan
budayawan Yogyakarta Mustofa W Hasyim. Ini relevan dengan firman Allah Swt :
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepadamu
hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah
itulah petunjuk (yang sebenarnya)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti
kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi
menjadi pelindung dan penolong bagimu. (QS. al-Baqarah (2) : 120).
“Mereka hendak memadamkan cahaya
(agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, tetapi Allah menolaknya,
bahkan berkehendak menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang kafir itu
tidak menyukainya benci.” ( At-Taubah: 32; ash-Shaf : 8 )
“…Mereka tidak henti – hentinya
memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada
kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad diantara kamu
dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah sia-sia
amalannya di dunia dan akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal
didalamnya.” (Al-Baqarah: 217).
Semoga tulisan panjang ini
memberikan manfaat buat mereka yang mengaku generasi Islam masa depan agar
berhati-hati dalam bergaul, baik dunia offline maupun online. Tetaplah untuk
memperteguh keimanan Islam kita agar tidak mudah hati dan pikiran kita dibolak
balikan oleh lidah dan akan mereka. (*)