Asal Gowes Radar Cirebon akhir pekan ini (Sabtu, 5 Desember 2020) sedikit berbeda. Selain medan rutenya berbeda, hunting informasi yang digali juga berbeda. Maklum, obyek gowes kali ini kandungan datanya lebih kaya dan beragam.
***
Desa Sitiwinangun menjadi obyek asal gowes Radar Cirebon kali ini. Pilihan desa 15 km ke arah Barat dari pusat Kota Cirebon ini menyimpan banyak cerita. Baik cerita historis perkembangan Islam di tanah Cirebon, maupun potensi wisatanya. Paling tidak ada dua potensi wisata yang dikembangkan. Yaitu wisata religi dan wisata gerabah.
Rombongan gowes Radar Cirebon mulai mengaspal dari markas besarnya di Jalan Perjuangan. Untuk pertama kalinya, gowes kali ini diikuti ketua Bawaslu Kota Cirebon M. Joharudin. Menelusuri jalan Pemuda Kesambi, melintasi pusat bisnis Jalan Cipto lalu tembus ke Jalan Wahidin dan Krucuk. Perjalanan terus berlanjut melewati Klayan, Kalisapu, Celangcang dan Desa Sambeng Kec. Gunungjati Kab. Cirebon. Di desa terakhir ini, tim tour rehat sejenak di warung minum.
Transit sejenak di warung rakyat ini untuk menghidupi mereka penggerak usaha menengah kecil dan mikro. Sebuah pesan khusus bos besar Radar Cirebon Group Yanto S Utomo. Misi utamanya agar kelangsungan pedagang kecil tetap berlanjut di masa pandemi ini. Di warung ini, menu wajib teh tubruk selain air mineral dan jajanan pasar.
Melanjutkan perjalanan, rombongan tak lama singgah di Desa Sitiwinangun. Sebuah desa pertanian dengan luas wilayah sekitar 65 hektar. Memasuki gerbang balai desa ini terlihat dua patung besar menghiasi gapura. Patung pengrajin yang tengah melakukan proses pembuatan tembikar. Di depan dan samping balai desa terdapat masjid dan sekolah.
Kuwu Sitiwinangun Ratija Bratamanggala menyambut rombongan datang pukul 09.00 di balai desanya. Seluruh personil duduk rapih seperti rapat kabinet. Pak kuwu yang juga dikenal kader Muhammadiyah ini diawal menyampaikan ucapan selamat datang dan perkenalannya. Kemudian menjelaskan selayang pandang desa kelahirannya.
Desa Sitiwinangun adalah desa bersejarah yang dibangun pada abad 15 oleh Mbah Buyut Kebagusan. Kisah ceritanya menyatu dengan penyebaran agama Islam di tanah Caruban. Cukup banyak bukti sejarah jika salah satu desa di Kab Cirebon ini adalah desa bersejarah. Bahkan konon sungai desa ini pernah disinggahi oleh Laksamana Chengho dari negeri China. Konon dulu, sungai ini bermuara ke Pelabuhan Muarajati Cirebon.
"Di desa ini terdapat naskah Al Qur'an kuno. Terdapat masjid kramat dengan pilar bulat 4 buah, atap dan momolo bersusun 3. Gaya arsitektur kuno yang banyak dijumpai bangunan cagar budaya Islam. Di sini juga ada makam 3 pintu, tradisi muazin 4 orang," tutur kuwu menjelaskan secara runtut dan rinci.
Peninggalan sejarah itu menjadi keunggulan Desa Sitiwinangun. Selain wisata religi, peninggalan lainnya yang tak kalah kerennya adalah kerajinan gerabah. Kerajinan warisan leluruh dari turun temurun. Kerajinan yang memproduksi banyak ragam bentuk, fungsi dan corak gerabah. Dikerjakan secara manual dan modern.
Menurut Ratija, kerajinan gerabahnya salah satu yang tertua di Jawa Barat. Produk gerabah desanya berkualitas the best. Baik dari aspek historis, materialnya, ukiran hingga bentuknya. Ada empat bentuk gerabah yaitu gerabah perabotan rumah tangga, untuk upacara keagamaan, benda seni dan natural.
Acara gowes ditutup dengan kunjungan ke galley gerabah dan tempat produksi di sejumlah titik. Rombongan menyempatkan diri ke masjid kramat di desa itu. Di desa ini juga dijumpai juga beberapa home industri kerajinan karet dari ban bekas (bandol). Produksi gerabah banyak dipasarkan di dalam negeri. Untuk kebutuhan ekspor masih terkendala packing. (*)