Oleh:
Deny
Rochman, S.Sos.,M.Pd.I
PPDB kota Cirebon penuh kejutan. Kendati pelaksanaan Penerimaan
Peserta Didik Baru tersebut secara formal sudah tuntas. Kejutan pertama
pemberlakukan sistem zonasi yang tahun-tahun sebelumnya tidak ada. Kedua,
pudarnya pencitraan sekolah favorit dan tidak favorit. Kejutan ketiga adalah reaktif
sejumlah masyarakat hingga pengakuan permohonan maaf walikota terhadap
pelaksanaan PPDB tahun ini.
Sistem PPDB tahun ini
memang sangat berbeda dengan tahun sebelumnya. Pola penerimaan siswa baru dengan
cara online dan berdasarkan zona tempat tinggal. Tujuannya agar siswa lebih
dekat dengan rumahnya. Sebagai payung hukumnya, di tingkat nasional lahir Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 17 Tahun 2017. Di tingkat Propinsi terbit peraturan Gubernur
Jawa Barat Nomor 16 Tahun 2017 dan tingkat
kota Cirebon muncul Peraturan Walikota Cirebon Nomor 25 Tahun 2017.
Kendati masing-masing
peraturan tersebut memiliki sisi perbedaan, namun permasalahan yang banyak
dikeluhkan warga adalah sistem zonasi. Sistem ini mengatur pola pendaftaran
siswa baru ke sekolah yang dituju berdasarkan lokasi tempat tinggal. Dengan pola
ini orangtua tidak sesuka hatinya mendaftarkan anaknya ke sekolah impian
mereka. Tak peduli apakah nilainya tinggi, memiliki prestasi, atau dari
kalangan orang mampu maupun tidak mampu prinsip normatifnya tidak bisa.
Di kota Cirebon sistem
zonasi PPDB terbagi dalam lima wilayah. Zona I meliputi tiga SMP Negeri, yaitu
Negeri 1, 2 dan 3. Sekolah zonasi II antara lain SMP Negeri 4, 11, 17 dan 12.
Sedangkan zonasi III diantaranya SMP Negeri 6, 7, 8 dan 9. Sekolah zonasi IV
paling banyak yaitu SMP Negeri 10, 13, 14, 15 dan 16. Sementara zonasi paling
sedikit adalah Zonasi V yaitu SMP Negeri 3 dan 18. Artinya, jika seorang siswa
tidak masuk satu sekolah pilihan pertama maka ia beralih ke sekolah lain yang
masih satu zona.
Tidak hanya zonasi
yang dibatasi, jalur masuk siswa baru pun pilihannya semakin sedikit. Tidak ada
lagi jalur keluarga miskin (gakin), yang tahun-tahun sebelumnya sempat menjadi “primadona”.
Jalur prestasi dari siswa juara pun dibatasi hanya lima persen. Apalagi siswa
baru asal luar kota Cirebon, tidak banyak celah yang dimanfaatkan kecuali jalur
prestasi dan jalur afirmasi. Jalur afirmasi bagi siswa baru yang orangtuanya
pindah tugas ke kota Cirebon.
TANPA DISKRIMINASI
Lahirnya kebijakan
PPDB sistem zonasi memberikan efek positif bagi dunia pendidikan nasional termasuk
di daerah-daerah. Di kota Cirebon, sistem ini sedikit banyak telah mengaburkan
citra diskriminasi antara sekolah favorit dan bukan favorit. Sebuah kebijakan
berani dalam mendukung percepatan pendidikan yang merata dan berkualitas
sesuai tema Hardiknas 2017 pada bulan Mei lalu.
Data website resmi PPDB (https://kotacirebon.siap-ppdb.com)
menunjukkan, sekolah-sekolah yang selama ini dianggap favorit kini posisinya mulai
goyah. Untuk nilai tertinggi siswa baru misalnya, dalam rangking sepuluh besar
dari 18 sekolah negeri terdapat sekolah “biasa”. Dari sekolah biasa, prestasi SMP16
tergolong luar biasa. Sekolah di daerah Kebumen Kota Cirebon ini masuk tiga
besar nilai rata-rata tertinggi. Ketika sekolah selevelnya belum terpenuhi
kuota siswa barunya, malah sekolah yang dipimpin mantan guru berpretasi tingkat
nasional ini sudah penuh, sehingga tidak perlu menerima jalur pendaftaran
offline.
Sementara
sekolah-sekolah negeri yang selama ini sebagai dream school malah rangking passing gradenya ada yang terdorong
ke bawah hingga dibawah urutan kesepuluh. Potret ini dampak dari sistem zonasi
yang menghancurkan polarisasi sekolah negeri di kota wali. Wacana kedepan, bisa
saja sekolah negeri tidak perlu lagi menulis angka dalam papan nama sekolahnya.
Cukup tertulis sekolah negeri sesuai kecamatan atau kelurahannya masing-masing.
Penghampusan angka
nama sekolah relevan dengan semangat zonasi, yang tidak membedakan sekolah
bedasarkan urutan nomor. Semua sekolah diposisikan sama, baik kualitas gurunya,
kurikulumnya, kegiatan, sarana dan prasarananya. Yang membedakan adalah letak
geografis sekolah tersebut. Untuk pemerataan
kualitas guru, Dinas Pendidikan setempat sudah melakukan kebijakan rotasi
guru-guru secara periodik, yang bertujuan selain pemerataan beban jam mengajar
juga kualitas gurunya.
PENDIDIKAN KARAKTER
Pelaksanaan PPDB
sistem zonasi senafas dengan kebijakan pemerintah dalam penguatan pendidikan karakter
siswa. Pendidikan karakter siswa tidak melulu beban guru di sekolah, tetapi
juga kewajiban utama orangtua sebagai resiko memiliki anak. Anak yang sejak
dini dididik karakter mulia maka akan tumbuh dewasa menjadi orang berkarater
tangguh. Karena pola pendidikan karakter melalui pendekatan pembiasaan,
motivasi dan keteladanan.
Sikap orangtua ikhlas
anaknya tidak masuk ke sekolah impian, mengajarkan nilai karakter kepada anak.
Nilai karakter fair play, sabar dan taat hukum sebagai warga negara yang baik. Sebaliknya
jika orangtua selalu memaksakan kehendak dengan segala cara, akan mendidik
anaknya menjadi manusia angkuh, egois, menghalalkan
segala cara dan suka melawan hukum. Bagi beberapa anak mengalami kehilangan
percaya diri dan tidak mampu adaptasi dengan kawan-kawan di sekolah.
Orangtua yang tidak memaksakan
kehendak merupakan wujud kasih sayang kepada anaknya. Sesuai ketentuan baru,
setiap kelas hanya bisa diisi 32 siswa. Jumlah tersebut yang bisa dikoneksikan
dengan data dapodik kemdikbud. Melebihinya maka siswa tersebut terancam tidak mendapatkan dana BOS
dan tidak bisa mengikuti ujian nasional. Jika terjadi orangtua akan mengalami
masalah besar, sementara mereka yang pernah membantu memperjuangkan saat PPDB
tidak bisa membantu apapun.
Manuver orangtua siswa
yang memaksakan kehendak membuat gaduh dunia pendidikan Kota Cirebon. Pelaksanaan
PPDB yang semula berjalan tertib, aman dan lancar terpaksa harus ternodai
dengan ulah oknum orangtua siswa yang bersikukuh anaknya sekolah di sekolah
favorit. Walikota sebagai bapaknya rakyat Kota Cirebon dibuat tak berdaya menghadapi persoalan PPDB tahun
ini sehingga harus menyampaikan permohonan maaf. (*)
*) Penulis adalah anggota PGRI Kota Cirebon.