Seberapa besarkah cinta dan sayang kita thd orangtua kita? Mari kita bercermin. Cinta dan sayang tanpa pengorbanan omong besar! Karena cinta dan sayang diraih dan bisa dinikmati manakala dilalui dg pengorbanan. Seberapa besar pengorbanan kita utk orang tua kita, itu parameter kualitas cinta dan sayang kita kpd mereka.
Bandingkan saat kita dulu jatuh hati pd pasangan hidup kita. Berapa byk waktu, tenaga, pikiran dan uang yg diberikan utk menjaga keharmonisan hati dg pasangan kita? Tapi toh kita happy saja, no problemo hidup dijalani walau merugi secara materi. Itu semua atas nama cinta dan sayang jd perlu pengorbanan.
Pengorbanan itu memang dilihat dr banyak aspek. Apakah pengorbanan waktu, tenaga, pikiran dan uang. Semakin banyak yg kita korbankan. Semakin kita bisa melepas sesuatu yg bikin kita berat demi mereka, maka semakin sejati kecintaan dan sayang itu kpd orangtua. Jadi tak cukup dg hny cucuran air mata utk orangtua kita.
Secara sosiologis, keluarga adalah pendidikan dasar bagi anak (primer of socilization) yg memiliki banyak fungsi dlm menyiapkan buah hatinya hidup ditengah masyarakat. Keberhasilan hidup anak dikemudian hari sangat bergantung dr keberhasilan pola pendidikan dalam keluarga. Saking pentingnya keluarga, Islam pun mengingatkan melalui firman-Nya.
Allah SWT berfirman :
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu penjagaannya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan ( QS. At-Tahrim : 6 )
Kini, keluarga sbg unit masyarakat terkecil keberadaannya mulai terkoyak. Fungsinya mulai pudar bahkan bercerai berai tak berbentuk. Apakah fungsi reproduksi, fungsi sosial, ekonomi, protektif, reliji dan sebagainya. Tak jarang yg terjadi, kita meninggalkan ikatan keluarga biologis yg lebih sejati tp membangun ikatan keluarga psikologis yg relatif semu.
Ketidaknyamanan dlm ikatan biologis (kakak beradik) membuat mereka melepas ikatan batin dan perlahan ikatan fisik (kontak langsung). Keluarga biologis dinilai gagal membuat hidup satu dg anggota keluarga lainnya nyaman dan bahagia. Mereka pun akhirnya berpindah ke lain hati utk mencari kedamaian.
Jk cocok kita seolah menemukan ikatan keluarga baru, walau scr psikologis. Suasana kebatinan kita mjd teduh, damai dan happy dg keberadaan orang yg baru dikenal disekitar kita. Pdhl ikatan ini cenderung semu, menipu. Karena mereka hadir dlm situasi yg jarang bertatap sapa, tak sesering ikatan biologis. Yg terjadi kmdian jk sering bertemu tak terhindari cekcok jg.
Jika terjadi perbedaan, atau musibah ikatan keluarga psikologis relatif tdk langgeng. Hanya sesaat. Habis manis sepa dibuang. Justeru ikatan biologis relatif bertahan lama sekalipun hrs berdarah darah mempertahankanya. Namun sayangnya keluarga kecil skg lbh selera mencari kesesuaian dg ikatan keluarga psikologis drpd ikatan biologis.
Sebenarnya mewujudkan keluarga nyaman harus dilandasi kebersamaan, menyambung silaturahim, saling menasehati dan membantu. Membantu terus jg bosen apalagi sering minta bantuan, bikin mual. Yg pas itu saling membantu dlm waktu yg berbeda peran dan kebutuhan.
Memang ikatan keluarga masa kini terkoyak oleh modernisasi. Banyak keluarga besar dlm satu rumah bercerai berai dlm keluarga kecil2. Kondisi ini dilandasi byk alasan. Ada akibat urbanisasi, keinginan hidup mandiri walau hrs ngontrak, atau ketidaknyamanan hidup dalam satu keluarga besar. Bisa alasan hight cost. Akibatnya orangtua di akhir hidupnya berdampingan dg kesunyian. Sepi.
Celakanya lagi, sepeninggal ortu ga ada tiada rumah lg yg bisa mengayomi silaturahim sesama anggota keluarganya. Rumah pusaka dijual dg segala alasan. Anak2nya hidup bagai tak ada tempat berlabuh dlm kebersamaan. Pertemuan keluarga mjd sesuatu yg sangat mahal karena hrs menyewa tempat, buat acara ini itu.
Apapun kondisi sosial yg tengah terjadi, ikatan keluarga biologis hrs terpelihara. Dipertahankan. Jangan mudah sekali kita cengeng mengancam putus persaudaraan karena perbedaan pendapat dan pendapatan. Kecuali karena perbedaan keyakinan, perbedaan Tuhan itu lain soal.
Ini semua bisa terwujud manakala kita bisa melepas ego diri tiap anggota keluarga. Semua keinginan harus bermuara pd kepentingan bersama. Kepentingan orangtua, membahagiakan disisa umurnya hidup di dunia. Jika tidak anaknya siapa lagi. Jika tidak sekarang kapan lagi. Kita tanpa orangtua bukan apa2 dan bukan siapa2. (*)LA5.3.17