Deny Rochman
Sampah, sampah dan sampah. Limbah sisa
kehidupan manusia ini gampang ditemui di semua sudut kota di Cirebon. Tidak
saja dipinggiran kota seperti di gang-gang kampung, di sungai atau di tepian
pantai tetapi juga di pusat kota dan bisnis, sampah tercecer dan menumpuk.
Seolah sampah sudah menjadi sahabat warga kota sehingga keberadaanya terasa
tidak mengganggu aktifitas kehidupan. Sampai-sampai kotornya kota ini dari
sampah menjadi kritikan dari warga luar kota yang sempat berkunjung di kota
Cirebon melalui akun facebooknya.
“Cirebon oh Cirebon...Kasian kamu
tidak ada yang merawat kotamu kumuh...jantung kota sampah kesana
kemari...terminal banyak comberan tiap sisi sampah makanan berserakan masyarakat mu cuek seakan sudah terbiasa dengan kondisi
demikian. Dimana walikota atau bupati mu. Dimana dinas PU, Tata Kota,
Kebersihan kota ada atau tidak ada. Ataukah mereka ada tapi tidur. Sayang dong
di gaji. Seandainya aku lahir dan besar di Cirebon pasti aku ributi, walaupun
cuma lewat medsos. Sayang aku cuma orang yang sengaja singgah semalam. Ayo anak
asli Cirebon jaga kotamu ya bikin tamu nyaman di kota mu. Kebersihan sebagian
dari iman. Cirebon kota religi harus dijaga itu...harus punya rasa malu.”
Masalah
sampah di kota ini menjadi keprihatinan serius yang banyak dikeluhkan tidak
saja oleh warga kota tetapi mereka pendatang yang singgah di kota ini. Kesan
yang muncul pemerintah daerah tidak bersungguh-sungguh dalam melakukan
pengelolaan sampah. Wajar saja kemudian kota ini lama tidak meraih Piala
Adipura, sebuah reward bergengsi dari Pemerintah Pusat melalui Kementrian
Lingkungan Hidup bagi kota dan kabupaten yang dianggap telah berhasil dalam kebersihan serta
pengelolaan lingkungan perkotaan.
Wajah kota yang terkesan kotor dan
jorok tentu akan berpengaruh pada perkembagan kota pada umumnya, khususnya dari
sektor ekonomi bisnis. Sebagai kota transit Cirebon memiliki potensi wisata
yang bisa berkembang dengan maju. Secara infrastruktural kota ini didukung
banyak akses informasi, komunikasi dan transportasi. Selain memiliki pelabuhan,
sarana bandara udara, terminal bus dan stasiun kereta api, kota ini juga
didukung akses jalan darat seperti jalan tol yang menghubungkan kota-kota di
Jawa Tengah, Bandung dan Jakarta. Dampaknya mulai terasa dengan bermunculanya
hotel-hotel baru dan berbagai tempat usaha lainnya.
DAMPAK SAMPAH
Di banyak tempat, masalah sampah
memang menjadi masalah krusial yang dialami kota-kota berkembang dan maju
dengan tingkat budaya konsumtif yang tinggi. Namun jika masalah sampah tidak
bisa diatasi secara cepat dan tepat maka akan berdampak secara multi dimensi
bagi kehidupan masyarakat, baik berdampak kepada kesehatan, lingkungan, maupun
dari sisi sosial ekonomi. Hal itu sudah tampak kasat mata terlihat di
lingkungan kota Cirebon.
Dampak sampah terhadap lingkungan
ekosistem perairan misalnya, cairan rembesan sampah yang masuk ke dalam
drainase atau sungai akan mencemari air. Jika kita mau melihat lebih dekat,
pencemaran perairan di Cirebon sudah terlihat jelas. Bisa ditelusuri mulai dari
selokan, hilir hingga ke muara sungai Cirebon dipenuhi sampah yang tercecer dan
berserakan. Warna gelap dan coklat pekat disertai aroma bau tak sedap jika kita
menelusuri perairan di Cirebon. Kondisi perairan seperti itu tentu sudah
dipastikan bahwa kualitas air sungai dan air laut di Cirebon tidak bagus, untuk
tidak boleh disebut buruk.
Sampah yang dibuang ke dalam
ekosistem darat dapat mengundang organisma tertentu untuk datang dan
berkembangbiak. Organisma yang biasanya memanfaatkan sampah, terutama sampah
organik, adalah tikus, lalat, kecoa dan lain-lain. Populasi hewan tersebut
dapat meningkat tajam karena musuh alami mereka tidak sudang sangat jarang.
Terlebih pada musim penghujan seperti sekarang, bau sampah akan menyengat kuat
menyebar di sekitarnya sehingga kualitas udara di kota ini bakal kian memburuk.
Kondisi tersebut berpotensi membahayakan
bagi kesehatan yang akan ditimbulkan seperti penyakit diare, kolera, tifus
menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan
tidak tepat dapat bercampur air minum. Penyakit demam berdarah (haemorhagic fever) dapat juga meningkat
dengan cepat di daerah yang pengelolaan sampahnya kurang memadai. Muncul juga penyakit
jamur jamur kulit atau cacing pita (taenia) dan lainnya. Belum lagi munculnya sampah
beracun yang bisa meracuni pola makan manusia, seperti konsumsi ikan yang telah
terkontaminasi oleh raksa (Hg).
Bahayanya dampak sampah tentu akan
berpengaruh kepada kualitas hidup masyarakat kota Cirebon. Lingkungan yang
buruk akan mengganggu kesehatan masyarakat. Jika kesehatan masyarakat menurun
sudah barang tentu akan mempengaruhi proses pembangunan daerah. Belum lagi dampak
sampah akan merusak citra Cirebon sebagai kota wali, kota budaya, wisata dan
kota bisnis. Jika masalah sampah tidak segera diatasi, maka akan banyak masalah
yang berkembang kemudian.
BUDAYA BERMASALAH
Perilaku hidup bersih dan sehat warga
kerap menjadi sorotan pemerintah dalam mencari penyebab buruknya pengelolaan
sampah. Warga dicap tidak pernah eling dalam menjaga kebersihan dan kesehatan
lingkungan. Boleh jadi pendapat ini tidak salah namun tidak sepenuhnya benar.
Mengapa? Jika kita menelusuri jalanan kota Cirebon, bahkan di pusat-pusat
keramaian dan perbelanjaan, ketersediaan tempat sampah jarang ditemui. Hal ini
membuat warga kesulitan jika hendak membuang sampah.
Di sudut-sudut jalan kampung ketersediaan
tong sampah juga sangat minim. Diperburuk lagi kesadaran masyarakat untuk hidup
bersih dan sehat masing kurang. Warga dipinggiran sungai seenaknya membuang
sampah di perairan. Mereka yang pedagang tidak memperhatikan sampah pembeli
usai mengkonsumsi. Aktifitas warga di berbagai tempat tanpa beban dan bersalah
saat membuang sampah seenaknya. Tidak menahan dan berkorban kecil untuk
menyimpan sampah barang sesaat hingga menemukan tong sampah. Sementara
supremasi hukum buang sampah sembarangan belum tampak berjalan.
Pada waktu bersamaan, program bank
sampah dan penyediaan tempat-tempat sampah sesuai standar pengelolaan yang ada
di sekolah-sekolah, di kampung-kampung dan di jalanan kota tidak berjalan
secara konsisten dan kontinyu. Misalnya konsep program 3 R yakni menggunakan
kembali (Reuse), mengurangi (Reduce) dan mendaur ulang (Recycle) berjalan tidak tuntas. Di lingkungan sekolah contohnya,
saat siswa membuang sampah secara terpisah basah dan kering, atau organik dan
an organik, namun saat dibuang ke penampungan sementara, pemilihan sampah itu
bercampur menjadi satu lagi.
Belum lagi keluhan tentang biaya
pengelolaan sampah yang dianggap tidak pernah beres. Secara normatif warga
dipungut biaya sampah saat pembayaran rekening PDAM. Di tingkat kampung warga
pun membayar iuran sampah kepada petugas sampah RT/RW. Double pembayaran
tersebut beralasan pembayaran sampah di tingkat RT/RW untuk biaya operasional
pengangkutan sampah dari rumahan menuju tempat penampungan sementara. Sedangkan
pungutan biaya sampah di PDAM untuk biaya pengangkutan sampah dari tempat
penampungan sementara menuju tempat penampungan akhir (TPA). Sayangnya dua pola
pembayaran tersebut belum berjalan sesuai harapan semula.
Potret persampahan kota Cirebon
tersebut menjadi tantangan berat bagi dinas terkait. Budaya sehat dan bersih
warga yang masih buruk tanpa lelah harus terus dilakukan edukasi. Mulai dari
cakupan perumahan, perkantoran, perusahaan dan sekolah-sekolah. Pemerintah pun
harus menyiapkan fasilitas tempat sampah yang memadai di setiap sudut dan
tempat yang berpotensi memproduksi banyak sampah. Jika keluhan klasik masalah
anggaran, dinas terkait bisa mewajibkan kepada perusahaan atau kantor untuk
menyediakan beberapa tong sampah di area publik. Hal ini yang belum terlihat di
kota Cirebon.
Jika program edukasi dan penyediaan
fasilitas tong sampah sudah dilakukan maksimal, pemerintah tinggal melakukan
penindakan tegas kepada mereka yang melanggar ketentuan. Bila perlu denda besar
pun diterapkan untuk memberikan efek jera agar kebersihan dan kesehatan kota
terjaga. Asalkan semua program kerja tersebut terencana dan terlaksana dengan
baik dan benar, termasuk penyediaan anggaran pemerintah daerah yang memadai
dalam mengatasi masalah sampah kota. Semoga! (*)
*)
Penulis adalah warga Pronggol Kota Cirebon