Oleh :
Deny Rochman,
S.Sos.,M.Pd.I
Menjadi guru
memang tak cukup bermodal nilai akademik (IPK) yang besar. Tetapi juga harus
mampu mengemas materi pelajaran menjadi sesuatu yang mudah, menarik bahkan
mungkin unik disampaikan kepada peserta didik di kelas. Salah satunya seorang
guru harus kreatif dalam mencari metode dan media pembelajaran sehingga ilmu
pengetahuan yang disampaikan bisa tepat sasaran sesuai target pembelajaran.
Memilih
media pembelajaran boleh dikata gampang-gampang susah. Gampang karena di era
digital seperti sekarang pilihan media pembelajaran semakin mudah termasuk
media pembelajaran berbasis teknologi komputer. Namun jika pembelajaran hanya
menggunakan media tunggal maka kegiatan belajar mengajar terasa monoton.
Disinilah perlunya media pembelajaran alternatif dan variatif agar pembelajaran
lebih fresh dan menyenangkan.
Surat kabar
sebagai media massa bisa dijadikan sebagai media sekaligus sumber pembelajaran
guru-guru di sekolah. Sekalipun pemanfaatan surat kabar sebagai sumber
pembelajaran bukan barang baru, namun belum digunakan secara optimal. Banyak
orang beranggapan, jika pemanfaatan surat kabar sebagai media pembelajaran
selalu berkonotasi dalam bentuk kliping koran. Padahal lebih jauh dari itu bisa
digunakan sebagai pembelajaran lintas mata pelajaran.
MEDIA FAKTUAL
Pemanfaatan
surat kabar atau koran sebagai sumber dan media pembelajaran tentu memiliki
alasan relevan dengan mata pelajaran yang diberikan. Tidak hanya mata pelajaran
kelompok ilmu sosial tetapi juga ilmu sains. Pasalnya rubrikasi atau kolom
terdapat dalam surat kabar isinya beragam, sesuai fakta dan kebutuhan
masyarakat. Begitu juga ilmu yang dipelajari siswa adalah ilmu yang akan
digunakan di dalam masyarakat.
Lebih-lebih
bagi kelompok ilmu sosial, media koran bisa dimanfaatkan dengan baik dalam
proses pembelajaran di kelas. Mata pelajaran IPS misalnya, selama ini dikenal
sebagai synthetic science, dimana
konsep, generalisasi dan temuan-temuan penelitiannya ditentukan atau
diobservasi setelah fakta terjadi. Artinya, dalam pengajaran selain harus
mensistesiskan konsep-konsep sesama rumpun ilmu sosial, juga perlu dimasukan
unsur-unsur pendidikan, pembangunan dan masalah sosial dalam masyarakat.
Informasi
faktual tentang kehidupan sosial atau masalah-masalah kontemporer yang terjadi
di masyarakat dapat ditentukan dalam liputan (exposure) media massa, karena media diyakini dapat menggambarkan
realitas sosial dalam berbagai aspek kehidupan. Dengan pendekatan ini, siswa
diajak belajar langsung dan konkret tentang kehidupan masyarakat dengan
berbagai macam persoalan, seperti yang menjadi obyek pelajaran ilmu sosial.
Pemberian
contoh kasus dalam dunia pendidikan sangat penting, karena siswa diberikan
gambaran konkret realitas kehidupan yang tengah terjadi pada masanya. Bukankah
siswa sekolah agar mereka mampu menjadi problem solver masalah yang mereka akan
hadapi kelak? Tetapi bandingkan dengan contoh-contoh kasus yang tertera dalam
buku-buku teks pelajaran adalah kasus-kasus lama yang saat ini bisa jadi tidak
terjadi lagi. Terlebih kehidupan ini yang sangat dinamis, tidak saja kehidupan
masyarakat tetapi juga alam dan lingkungan yang terus berubah, menuntut para
guru dan siswa pun bisa antisipatif.
Wilbur
Schramm memberikan alasan keunggulan media massa, pertama pesan media dirancang
menarik perhatian pembaca. Kedua, pesan pengungkapkan isyarat pengalaman yang
sama dari pembaca, sehingga mereka mudah memahami. Ketiga pesan dapat
membangkitkan kebutuhan pribadi pembaca, sekaligus menyarankan beberapa cara
untuk memperoleh kebutuhan tersebut. Dan keempat, pesan media dalam menawarkan
suatu tujuan yang relevan dengan situasi menyeluruh dimana kelompok pembaca
berada.
POLA BELAJAR
Keberhasilan
belajar siswa dilihat dalam pencapaian standar kompetensi yang sudah ditetapkan
dalam kurikulum. Secara umum dalam setiap kegiatan belajar seorang anak harus
memenuhi tiga ranah sesuai taksnonomi Bloom. Tiga ranah tersebut adalah
kognitif (berfikir), psikomotor (gerak tubuh) dan afektif (emosi/perasaan). Pembelajaran berbasis koran harus memiliki
relevansi dalam mengukur kemampuan tiga domain siswa tersebut.
Dalam
pembelajaran IPS misalnya, khususnya dalam bab penyimpangan sosial, guru bisa
menggunakan koran sebagai media sekaligus sumber pembelajaran. Setiap siswa
diperintahkan untuk menyiapkan guntingan berita kriminal dari surat kabar,
khususnya yang terbit di daerahnya atau koran nasional yang dijumpai ada berita
yang terdekat dengan sekolah anak. Penentuan ini perlu akan siswa lebih
mengenal seputar kejadian di daerahnya dan bisa menyentuh sisi emosionalnya
seperti simpati, empati, waspada dan lainnya.
Pemilihan
koran sebaiknya dicari koran yang terbaru terbitnya atau disesuaikan dengan
edisi terbitan dengan tema yang sedang dibahas. Jadi tidak harus koran terbitan
terbaru jika itu akan menjadi hambatan bagi guru dan siswa dalam pengadaannya.
Setelah mendapatkan berita kriminal maka siswa akan melakukan identifikasi
masalah, contohnya jenis penyimpangan apa yang terjadi dalam berita tersebut,
siapa pelakunya dan korbannya, apa penyebabnya, mengapa terjadi, bagaimana
akibatnya, bagaimana solusinya dan seterusnya.
Dengan
pembelajaran berbasis koran tersebut siswa akan lebih tertarik dan menarik
tema, metode dan media pembelajaran yang diangkat oleh gurunya. Menurut Melvin
L. Silberman dalam bukunya berjudul Active Learning, dengan kegiatan belajar
aktif siswa harus menggunakan otaknya untuk mengkaji gagasan, memecahkan
masalah dan menerapkan apa yang mereka pelajari.
Dengan
koran, mereka bukan semata persoalan menceritakan atau menuangkan informasi
tetapi belajar membuahkan hasil bagi kehidupannya. Melalui koran, meminjam
perspektif filsafat kontruktivisme, siswa dituntut membentuk pengetahuan mereka
dengan membaca, mengamati, berfikir, menguraikan dan memberikan solusi terhadap
fakta dan data yang ada di dalan lingkungan sosial yang dipotret oleh surat
kabar. (*)
*) Penulis adalah guru IPS SMP Negeri 4 Kota
Cirebon