Catatan:
Deny Rochman, S.Sos., M.PdI
Tanggal 1 Muharram 1444 H merupakan tonggak sejarah berdirinya Cirebon sebagai sebuah pemerintahan. Pada 31 Juli 2022 kota ini sudah berusia 653 tahun. Usia lebih tua dari berdirinya bangsa ini. Pada 17 Agustus 2022 ini, Indonesia sebagai sebuah bangsa yang merdeka menginjak usia 77 tahun. Di usia bangsa ini Cirebon ikut serta aktif dalam merebut dan mengisi kemerdekaan.
Di peringatan hari berdirinya di tahun ini, Cirebon dan Indonesia sama-sama ingin memulihkan kondisi kesehatannya. Sehat sehat secara fisik dan mental, maupun sehat secara ekonomi. Setelah dua tahun pemerintah dan masyarakat didera oleh pademi covid-19. Virus yang banyak makan korban. Korban jiwa dan raga, korban perekonomian. Selama rentang waktu itu kehidupan sosial mengalami penurunan kualitas.
Kini di tengah melandainya serangan virus, kota dan bangsa ini mulai menata. Menata hati, pikiran, kesehatan, juga menata pemulihan sektor ekonomi bisnis. Perlahan mulai pasti, dengan modal kekebalan vaksin masyarakat mulai bergerak. Bergerak bersama biar lebih cepat. Cirebon bersama, saling membantu dalam pemulihan pasca pandemi covid-19. Pulih lebih cepat, bangkit lebih kuat. Dua tema besar yang menjadi spirit momen besar negeri ini.
Tagline Cirebon ngobeng yuh, menjadi insipirasi Walikota Cirebon sekaligus spirit Hari Jadi Cirebon tahun ini. Ngobeng yuh bermakna gotong royong, berpartisipasi, bersama-sama, kerja bakti. Hari Jadi Cirebon adalah milik bersama. Bukan milik walikota, wakil walikota, pejabat lainnya atau aparatur sipil negara. Cirebon milik bersama. Milik warga Kota Cirebon. Selayaknya semua ikut bersyukur, bergembira ketika kota ini berulang tahun.
Karena perayaan Hari Jadi Cirebon milik bersama, maka keterlibatan warga harus sukarela atas kesadaran sendiri sebagai warga kota yang baik. Minimal menjaga kebersihan, keindahan, ketertiban dan keamanan lingkungan kita. Lingkungan rumah, lingkungan kampung. Memasang spanduk, umbul-umbul, lampus hias dan aksesoris ornamen lainnya sebagai bentuk suka cita perayaan. Seperti suasana dan nuansa peringatan HUT RI setiap tahunnya.
Memang tak mudah membangun kesadaran warga untuk rasa memiliki kota ini. Panitia di level kelurahan misalnya, harus terus mengkomunikasikan imbauan walikota terkait partisipasi Hari Jadi Cirebon. Jangankan warga biasa, para pelaku usaha pun harus berkali-kali diingatkan. Boleh jadi peringatan serupa pada tahun-tahun sebelumnya tidak semasif tahun ini. Sehingga belum jadi kebiasaan bagi warga dan pelaku usaha. Berbeda dengan peringatan HUT RI.
Dalam perayaan HUT RI, warga mengorganisir dirinya mengadakan acara dan kegiatan. Sama halnya dengan semangat HUT RI ke-77 tahun. Spiritnya tak melulu pada kemeriahan simbol-simbol dan lomba-lomba serta kegiatan seremonial lainnya. Semua harus dimaknai secara filosofi dan rasa syukur atas kemerdekaan yang dirasakan hingga 77 tahun. Dalam konteks kekinian, makna merdeka bisa lepas dari belenggu covid-19. Setelah dua tahun bangsa ini tak berdaya dikepung virus corona sehingga banyak makan korban: sakit atau meninggal dunia.
Di tengah efek covid yang masih terasa, pemerintah dan masyarakat harus berkolaborasi dan sinergi dalam memulihkan kesehatan dan ekonomi. Upaya ini perlu dibangun bersama-sama. Tanpa itu mustahil negeri ini bisa melewati masa sulit pasca covid. Jika pemerintah dan rakyat bersatu tak bisa dikalahkan. Maka, pulih lebih cepat, bangkit lebih kuat, akan segera terwujud. Cirebon, ngobeng yuh... (*)
*) Lurah Kesepuhan