Oleh:
Deny Rochman
Mengapa jumlah korban covid-19 terus meningkat? Karena virus ini berkembang seiring pergerakan manusia. Karena makin banyak orang yang menjalani test swab. Karena vaksin virus belum diproduksi dan disuntikan massal. Karena imunitas masyarakat tak terlalu baik. Karena pola pendekatan perang melawan virus dengan herd immunity.
Meningkatnya jumlah korban covid, melahirkan kecemasan dan ketakutan masif. Ada stigma negatif yang berkembang dan dikembangkan di tengah masyarakat. Cemas dan takut sebagai korban, sekaligus berpotensi sebagai pelaku (double effect).
Sebagai korban, takut dengan kematian. Sejak awal virus ini dicitrakan sebagai penyakit yang mematikan. Bagai malaikat maut penjemput ajal. Apalagi dunia kedokteran dibuat panik bahkan stess menghadapi pandemi ini. Pada awal kasus, angka kematian terus bertambah dalam rentang waktu bersamaan. Dengan proses kematian yang mengenaskan.
Virus corona bagai makhluk pembunuh massal. Ia bisa menyeret banyak orang, termasuk orang-orang terdekat. Orang-orang yang dicintai. Data menunjukkan, angka terpapar lebih banyak dari kluster keluarga, kemudian perkantoran. Kondisi ini telah memicu stigma negatif. Jangan sampai kita terpapar virus jahanam tersebut. Mereka yang bernasib naas terpapar, harus dijauhi.
Mungkinkah kita tak terpapar virus asal Wuhan China ini? Sulit dipastikan jika semua orang bebas terinfeksi. Karena penyebaran virus ini begitu cepat dan masif. Ia bergerak seiring pergerakan manusia. Semakin tinggi mobilitas seseorang, maka semakin besar potensi terpapar. Makin banyak kontak, makin berpotensi terinfeksi.
Buktinya, jumlah mereka yang terpapar makin bertambah. Sejalan program test swab massal oleh pemerintah pasca tracing pasien. Diprediksi, makin banyak menjalani swab maka makin bertambah jumlah orang terpapar. Melihat pergerakan masyarakat tak taat protokol kesehatan masih banyak. Seiring pembatasan sosial berskala besar dihentikan.
Meningkatnya jumlah terpapar makin menciptakan paranoid dan corona phobia di tengah masyarakat. Apalagi beragam kasus ditemukan, pasien yang dicoronakan. Pasien sakit awalnya keluhan karena penyakit lain, namun usai test swab dinyatakan positif. Kejadian ini kemudian dikait-kaitkan dengan politik konspirasi. Kasus ini dianggap ada kepentingan finansial ajuan dana kompensasi yang disiapkan negara.
Dalam perspektif medis, ada pandangan yang bisa menjawab keheranan masyarakat terhadap penyakit awal diabet, jantung, paru-paru, maag dan lainnya lalu kemudian divonis corona. Menurut pendapat ini, bahwa tak semua pasien selalu meninggal karena covid. Mereka meninggal bisa jadi karena penyakit bawaannya yang diperburuk oleh virus corona.
Pada awal kasus, covid akan menyerang kepada mereka yang mengalami penurunan daya tahan tubuh (imunitas). Artinya, mereka yang tengah unfit apapun keluhan awalnya maka berpotensi mudah terpapar. Sering terjadi, pasien awal karena keluhan diabet, jantung, dll namun ketika diswab di rumah sakit hasilnya positif covid. Jika pasien itu meninggal dunia, bisa disebut karena sakit diabet, jantung plus. Plus covid.
Asumsi di atas diperkuat dengan gejala covid yang dirilis tim satgas nasional. Tim gugus tugas nasional covid-19 merilis dalam portal webnya tentang gejala yang sering dialami pasien covid-19 di Indonesia. Diantaranya gejala batuk (76,6%), riwayat demam (52,8), demam (47), sesak nafas (42), lemas (33,9), sakit tenggorokan (32), pilek (31,1), sakit kepala (23,6), mual (19,7), keram otot (16,9), menggigil (11), diare (8,5), sakit perut (7,3) dan lain-lain (0,7).
Lalu bagaimana agar terbebas dengan virus corona? Rasanya sulit kita hidup terbebas 100% dari serangan corona. Apalagi WHO sudah menetapkan covid-19 sebagai pandemi. Kini setiap orang punya potensi terpapar, sekecil apapun efeknya. Wajar kini pasien OTG paling besar. Namun bagaimana kita tanpa lelah untuk meningkatkan dan menjaga imunitas diri. Ditambah menjaga aman, dan diperkuat iman.
Imunitas digenjot dengan pola makan minum yang sehat, olahraga yang teratur dan menjaga kebersihan kesehatan lingkungan. Makanan yang bergizi, bervitamin, menghindari atau mengurangi makanan mengandung kolesterol, pengawet dan kandungan berbahaya lainnya. Sering-sering minum air mineral hangat atau biasa. Konsumsi buah dan sayuran serta suplemen vitamin. Perkuat dengan minum madu dan produk herbal lainnya.
Ada juga menyarankan untuk konsumsi minuman empon-empon. Minuman tradisional dari jahe, cengkeh, sereh dan lainnya. Atau minuman teh uwuh. Minum tiap pagi air lemon hangat, kumur-kumur air garam. Mengoles minyak kayu putih dan banyak saran lain untuk menolak virus masuk dalam tubuh. Ada yang yang menganjurkan konsumsi bawang.
Apapun jenis makanan atau minumannya, sepanjang tidak membahayakan bagi tubuh tak ada salahnya dicoba. Sekalipun beberapa saran di atas ada yang menyebut itu hoax. Sugesti positif justeru akan membantu penguatan tubuh kita. Termasuk memperkuat dengan aktifitas olahraga dan istirahat teratur, terukur dan aman agar tubuh tetap bugar tanpa stress.
Aktifitas olahraga harus kembali digiatkan. Pemerintah sudah mencanangkan program Germas, Gerakan Masyarakat Hidup Sehat. Pembiasaan olahraga salah satunya. Di tengah pandemi ini tentu olahraga yang tetap aman dilakukan. Seperti senam virtual yang digagas Jabar Bergerak tiga daerah: Kota Cirebon, Kota Bandung dan Kabupaten Bandung Barat, Jumat (16/10) kemarin.
Mentaati protokol kesehatan wajib dilakukan. Memakai masker, menjaga jarak, kurangi kerumunan, dan sering cuci tangan dengan air mengalir. Tetap waspada memilih masker di pasaran. Jika tak memakai masker bedah, pastikan memakai masker kain dengan tiga lapis. Sesuai ajuran dari pemerintah yang bisa menangkal 70% virus.
Keluar masuk kantor, tokoh, keramaian selalu cuci tangan. Minimal bersihkan dengan senitizer. Cairan antiseptik yang kini wajib dimiliki di tempat kerja, di rumah, di kendaraan pribadi, di kantong atau tas kita. Agar setelah kontak dengan benda atau publik usainya segera bersihkan. Termasuk setelah transaksi pembayaran cash.
Menjaga kebersihan di rumah, di keluarga menjadi keharusan. Tren pasien terpapar kini banyak dari kluster keluarga. Di setiap sudut rumah disiapkan botol sanitizer. Setiap anggota keluarga tetap berjarak dalam berkomunikasi jika tak bisa memakai masker di rumah. Upayakan setiap habis berpergian ke luar rumah menggantikan baju, lebih utama mandi. Atau pakaian di badan bisa disemprot disinfektan.
Perkuat iman di masa pandemi perlu ditingkatkan. Corona phobia pada awal pandemi membuat imun kita agak terganggu. Warga di karantina di rumah-rumah. Pergerakan sosial dibatasi, termasuk tidak boleh ke rumah ibadah. Sementara bagi umat Islam, sholat berjamaah di masjid menjadi kekuatan energi sendiri yang bisa menguatkan imun dan iman.
Perlunya kekuatan iman karena tanpa disadari kita hampir terseret pada kemusyrikan. Seolah kematian seseorang ditentukan oleh covid-19. Gara-gara covid, praktek sosial keagamaan kendur, dibatasi. Kita lupa bahwa semua takdir kehidupan, ternasuk perihal kematian berada di tangan Allah SWT.
Lihat saja, sering mendengar ada kasus yang tak masuk akal. Sama-sama di satu ruangan. Sama-sama kontak, bahkan lebih lama dan lebih dekat, namun ternyata ia tidak terpapar. Malah mereka yang jarang kontak, jauh jaraknya terkonfirmasi positif covid.
Tentu menjalani aktifitas di masa pandemi cukup menakutkan. Virus corona sudah menyebar secara masif dalam kehidupan manusia. Namun terkukung dalam kecemasan justeru akan melemahkan imunitas kita. Bergeraklah sesuai era adaptasi kebiasaan baru. Tetap perkuat imun, iman dan aman agar kita tetap dan selalu sehat dan selamat. Aamiin... (*)
*) Pegiat literasi dan Jabar Bergerak Kota Cirebon