Desa ini menyisakan kenangan tersendiri dalam hidup saya. Maka jika sedang pulkam ke Purwokerto Banyumas, selalu menyempatkan diri untuk singgah di desa ini. Desa Sumilir KecamatanKemangkon Kabupaten Purbalingga. Desa yang aku kenal saat menjalani praktek lapangan Kuliah Kerja Nyata (KKN) sekitar tahun 1998. Tahun gejolak politik awal gerakan reformasi di negeri ini.
Tiga bulan selama KKN saya banyak belajar di warga desa ini. Belajar tentang guyubnya, sopan santunnya, berani berpendapat, saling menghornati dan terus berfikir maju. Terbukti, kegiatan arisan warga saat itu tetap berjalan. Kegiatan yg dilakukan secara periodik bada isya tiba. Maklumlah, mayoritas warga disini berprofesi sebagai petani. Walaupun profesi lain juga banyak.
Sekalipun secara geografis desa ini terletak jauh dari pusat kota purbalingga dan terpencil dr akses jalan raya propinsi namun pola pikir masyarakatnya relatif maju. Banyak anak usia sekolah di kampung ini pendidikannya hingga sarjana bahkan master dan doktor S3. Pekerjaan mereka pun beragam, selain dominasi sebagai petani. Beberapa mereka ada bekerja di bank, dosen, guru, kepala sekolah, PNS, pengusaha dan sebagian lain sebagai pekerja urban di kota besar.
"Bahkan disini banyak juga yang jadi orang sukses di perantauan. Pernah ada alumni sekolah dasar disini menjadi wakil walikota di kota lain," ujar Musliman, S.Pd.I, kepala sekolah Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Desa Sumilir disela kunjungan saya ke sekolah tersebut, Sabtu (1/4) pagi. Musliman adalah kawan lama saat KKN dia masih sekolah SMA. Cara berfikir maju inilah maka jarang ditemui warga disini beprofesi sebagai asisten rumah tangga atau TKW.
Secara politik kehidupan desa ditepi sungai Klawing ini cukup dewasa. Dalam ajang lelang tanah desa misalnya dilakukan secara terbuka dan dinamis di kantor balai desa setempat. Perbedaan dalam hak pilih tidak membuat hubungan sosial mereka berantakan. Apakah pada saat pilkades atau masa pemilu gubernur maupun pemilihan presiden.
Dari sisi agama, kerukunan umat di desa yang membujur barat ke timur ini relatif terjaga. Selama KKN disana, ada beberapa warga beragama katolik, termasuk ibu posko yang tim KKN tempati. Ada gereja berdiri dikampung sebelah. Masjid dijumpai ada dua yang menyelenggarakan sholat jum'at. Dan dua mushola yang aktif mengadakan sholat berjamaah, khususnya sholat dhuhur, maghrib, isya dan shubuh.
Bahkan pemahaman umat Islam di desa tersebut terpolarisasi dalam pemahaman beberapa varian pemikiran. Ada berpaham Islam NU, Islam Muhammadiyah, bahkan pernah ada LDII---Lembaga Dakwah Islam Indonesia. Untuk organisasi Muhammadiyah berdiri di kampung itu MIM (sejenis SD) dan TK. Sedangkan SD satunya milik pemerintah, dari dua SD yang satunya bangkrut karena ketiadaan siswa.
Saat KKN saya berkesempatan bergaul dan membaur dengan warga dalam beragam aktifitas bahkan hingga sempat tidur bermalam di rumah warga. Aktifitas warga arisan RT, kerja bakti, berolahraga, pengajian hingga mengajar di sekolah dan panen padi pernah saya lakoni selama menjadi mahasiswa KKN di kampung itu.
Sabtu 1 April 2017 saya berkesempatan singgah di kampung itu. Disela kegiatan saya akan menghadiri reuni organisasi mahasiswa saat kuliah pada Ahad 2 April keesokan harinya. Pagi pukul 07.00 kendaraan yg saya pacu sudah singgah didesa itu. Ruas jalan dari jompo menelusuri jalanan sawah terasa nyaman, aman dan lancar. Jalanan mulus berhot mix dengan pohon berjajar rapih disisi sepanjang jalan sekitar 10 km. Suasana desa tak ada yang berubah walau sudah berbeda generasi setelah hampir 20 tahun berlalu sejak program KKN usai. Tim KKN yang terdiri dari saya, Oryza Raraswati, Indrat Moko, Ismi, Linda dan Novi (*)
Sumilir, 1 April 201