SELAMAT DATANG DI WEBLOG DENY ROCHMAN. MARI KITA BANGUN PERADABAN INI DENGAN CINTA DAMAI UNTUK MASA DEPAN LEBIH BAIK

Januari 15, 2022

MERABA WAJAH KORWIL 2022

Ada kejutan pada tahun baru kali ini buat pejabat Koordinator Wilayah (Korwil) Bidang Pendidikan di Indonesia. Menyusul lahirnya kebijakan penyederhanaan birokrasi secara nasional. Pejabat struktural, khususnya eselon IV atau setingkat kepala seksi, bahkan secara bertahap hingga eselon III atau setingkat kepala bidang (administrator) akan dipangkas (dihapus). 

Penyederhanaan organisasi birokrasi ini berdampak pada penyetaraan jabatan eselon ini merupakan bagian dari agenda besar Pemerintahan Jokowi jilid dua. Terbentuknya Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) baru di daerah-daerah membawa perubahan status jabatan. Dalam jangka pendek, perubahan status jabatan eselon IV menjadi jabatan fungsional sudah mulai dilakukan. Pemerintah Pusat mendeadline daerah hingga akhir 2021 ini melakukan fungsionalisasi jabatan eselon IV.

Di tingkat daerah, pejabat eselon IV setingkat kepala seksi yang sudah alih status sebagai pejabat fungsional mendapat nama jabatan baru. Istilah jabatan itu adalah Sub Koordinator. Serupa tak sama dengan istilah Koordinator Wilayah (Korwil). Akankah kebijakan penyederhanaan birokrasi akan menyasar kepada jabatan Korwil Pendidikan?

Pejabat Korwil memang patut was-was. Ini dirasakan oleh semua pejabat fungsional skala nasional. Alasannya, keberadaan Korwil dalam tataran teknis masih multi tafsir. Setiap daerah ada perbedaan, mulai dari pejabat yang mengangkat korwil, sisi kriteria pengisian jabatan, tunjangan, kewenangan, hingga lingkup wilayahnya. Bahkan ada juga daerah yang tidak membentuk korwil.  

Perbedaan implementasi karena landasan yuridis formalnya memberikan pilihan kebijakan. Landasan pembentuk korwil berdasarkan Permendagri Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pedoman Pembentukan dan Klasifikasi Cabang Dinas dan Unit Pelaksana Teknis Daerah. Selain itu ada Permendikbud Nomor 16 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Permendikbud Nomor 47 Tahun 2016 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah Bidang Pendidikan dan Kebudayaan. 

Berangkat dari landasan yuridis dan sosiologis, lahirnya kebijakan penyederhanaan birokrasi dan penyetaraan jabatan eselon IV menjadi jabatan fungsional mestinya tidak menyasar kepada keberadaan Korwil Pendidikan di tingkat kecamatan. Bahkan sejak awal pembentukan, seyogianya lembaga pengganti UPT Pendidikan ini harus ada di setiap kota kabupaten. Alasan mendasarnya adalah :

1. Kebijakan penyederhanaan birokrasi dan penyetaraan jabatan eselon menyasar kepada jabatan struktural setingkat kepala seksi. Sementara jabatan korwil sejak dibentuk mulai 2018 silam sudah berstatus jabatan fungsional. Korwil sudah lebih awal menjadi produk reformasi birokrasi, ketika pejabat eselon IV belum difungsionalkan. Dalam skema struktur organisasi perangkat daerah kebijakan penyederhanaan birokrasi, posisi korwil masih nampak.

2. Keberadaan Korwil adalah legal dan sah pengganti UPT sesuai peraturan yang ada. Patut dipertanyakan jika ada daerah yang tidak membentuk Korwil, terlebih bagi daerah yang secara geografisnya luas, sehingga perlu pelayanan yang baik. Seperti tertuang dalam Permendagri Nomor 12 Tahun 2017 pasal 28. Korwil yang lahir secara sah mestinya diperkuat tupoksinya, bukan lantas ada upaya pelemahan baik sadar maupun tidak sadar.

3. Tupoksi Korwil secara umum adalah sama dengan UPT Pendidikan sebelumnya. Artinya, secara sosiologis keberadaan korwil masih dibutuhkan dalam layanan administrasi pendidikan di tingkat kecamatan oleh sekolah-sekolah. Bahkan jika dilihat tupoksi sama, mengapa tetap mempertahankan lembaga UPT. Jika alasannya tidak melayani langsung masyarakat, kewenangan UPT bisa ditambahkan kewenangannya. Misalnya memberikan layanan konseling bagi siswa dan remaja usia sekolah dasar di lingkup kecamatannya. Karena di level sekolah layanan ini tidak ada.

4. Melihat tupoksi korwil serupa dengan UPT, sebaiknya korwil bukan lagi tugas bersifat tambahan. Mengingat ada banyak hal dikerjakan korwil. Selain melayani sekolah-sekolah, posisi korwil juga sebagai tangan panjang dalam koordinasi dengan lembag di tingkat kecamatan. Seperti camat, kepala Puskesmas, kelurahan, Danramil, Kapolsek dan lainnya. Sejak korwil menjadi tugas tambahan, tugas korwil tidak maksimal.

5. Pejabat fungsional korwil mestinya memiliki tunjangan yang sama dengan jabatan struktural (eselon IV) saat lembaga ini bernama UPT. Dalam perspektif penyetaraan jabatan administasi ke dalam jabatan fungsional, posisi yang baru tidak mengurangi penghasilan (take home pay). Sama halnya penyetaraan jabatan eselon IV dengan jabatan fungsional yang kini sedang bergulir, secara penghasilan tidak berkurang. 

6. Sebagai sebuah lembaga, korwil bisa diberikan kewenangan dalam penggunaan kop surat dan stempel walaupun bersifat terbatas. Sama halnya sekolah, kendati kini diposisikan sebagai UPTD, namun diisi oleh pejabat fungsional (guru yang diangkat menjadi kepala sekolah). Sebagai pejabat fungsional, kepala sekolah memiliki anggaran, kop surat, stempel dan kewenangan lainnya. (*)