SELAMAT DATANG DI WEBLOG DENY ROCHMAN. MARI KITA BANGUN PERADABAN INI DENGAN CINTA DAMAI UNTUK MASA DEPAN LEBIH BAIK

Juli 21, 2016

MENGUJI INTEGRITAS TRAINER

 Oleh : Deny Rochman

Selama tiga hari, 20 - 22 Juli 2016 sebanyak 29 trainer literasi Jawa Barat mengikuti kegiatan Focus Group Discussion (FGD) di Bandung. Selama itu para guru SD, SMP, pustakawan dan pengawas harus diuji integritasnya sebagai trainer sebelum diterjunkan dalam kegiatan workshop literasi bagi 700 SMP dan 600 SD sekolah perintis mulai 27 Juli - 18 Agustus 2016.

Yah menjadi seorang trainer, terlebih dalam gerakan literasi sekolah (GLS) diperlukan sebuah integritas diri. Mengapa? Integritas merupakan antara ucapakan, sikap dan tindakan sejalan berdasarkan nilai dan prinsip sebagai wujud komitmen dan konsisten berlandarkan pada kejujuran, kebenaran, idealisme dan profesional. Apa jadinya jika sebuah kegiatan dilaksanakan tanpa dilandasi integritas diri?

"Without integrity, motivation is dangerous; without motivation, capacity is impotent; without capacity, understanding is limited; without understanding, knowledge is meaningless; without knowledge, experience is blind. Experience is easy to provide and quickly put to good use by people with all other qualities. Make absolute integrity the compass that guides you in everything you do. And surround yourself only with people of flawless integrity.”

Ungkapan di atas menegaskan bahwa tanpa integritas, motivasi menjadi berbahaya; tanpa motivasi, kapasitas menjadi tak berdaya; tanpa kapasitas, pemahaman menjadi terbatas; tanpa pemahaman pengetahuan tidak ada artinya; tanpa pengetahuan, pengalaman menjadi buta.

Perlu dan pentingnya integritas dalam diri trainer menjadi harga mati jika bermimpi gerakan literasi melalui program WJLRC (West Java Leader's Reading Challenge) bisa happy ending. Komitmen ini perlu dibangun mengingat : pertama, program literasi merupakan program perdana, terstruktur, masif dan sistemik meliputi wilayah kota dan kabupaten di Jawa Barat. Perlu olah otak, olah raga dan olah hati dalam menjalaninya. Ketiadaan kesiapan ketiganya akan berunjung ketidakmaksimalan pencapaian target.

Kedua, gerakan literasi dinilai sejumlah pihak kebijakan kurang populis dan trendi di kalangan masyarakat. Kuatnya budaya menonton, mendongeng dari generasi ke generasi membuat banyak orang Indonesia kurang dekat dengan kebiasaan membaca dan menulis. Mereka yang rajin dan akrab dunia literasi dianggap orang-orang terasing dalam dunia sosial. Menjadi trainer literasi merupakan keputusan berani di tengah tantangan budaya masyarakat Indonesia.

Ketiga, gerakan literasi di Jawa Barat akan bergerak dan tampil berbeda dengan gerakan-gerakan serupa tapi tak sama di tempat yang berbeda. Berbeda daerah, berbeda program dan kebijakan. Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat DR. H Asep Hilman, M.Pd menegaskan bahwa gerakan literasi di wilayahnya harus menuju Be The First, Be The Best, Be The Different. Mengejar kesempurnaan tersebut tentu memerlukan energi power full dari para stakeholder, termasuk para trainer.

OLAH KEKUATAN
Olah otak karena seorang triner dituntut membuat konsep, merancang strategi, mengemas program dan menyampaikannya kepada mereka para guru penggerak, guru dan kepala sekolah perintis. Jika salah konsep, strategi atau penyampaian, apalagi lola (loding lama bahkan sedihnya sampai tidak bisa akan berdampak buruk bagi proses transformasi dan internalisasi ide, konsep dan program literasi.

Seorang trainer harus pandai mengolah hati karena ia akan bersentuhan banyak orang. Orang yang berada di lingkaran internal sesama trainer, maupun berhadapan dengan orang-orang yang akan ditraining. Banyak karakter dengan ragam latar belakang sosio kultural stakeholder. Ada orang yang bersikap bersahabat, yang cuek, apriori bahkan under stemmed, tetapi selalu ada orang-orang pembelajar yang mereka sangat antusias menerima dan memberi ilmu serta pengalamannya. Beragam reaksi sosial tersebut dibutuhkan kerja hati yang ikhlas, sabar dan toleran.

Kerja otak dan kerja hati melalui proses training literasi membutuhkan kekuatan raga yang memadai. Vitalitas trainer diperlukan sejak awal mengikuti tahap pembekalan sebagai trainer melalui kegiatan training of trainner (ToT). Belum lagi proses evaluasi dan revisi melalui kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dan pemberian materi pelatihan secara berjenjang, bertahap dengan kepadatan pemberian materi.

Dalam kegiatan FGD tahap 3 dan tahap 4, misalnya, sejak awal acara sudah dibangun komitmen oleh Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat DR H Asep Hilman, M.Pd yang berkehendak gerakan literasi di Jawa Barat harus menjadi pertama, terbaik dan berbeda dari daerah-daerah lain. Pertama karena Jawa Barat lebih awal merintis gerakan literasi melalui program West Java Leader's Reading Challenge (WJLRC) sejak tahun 2012.

Sementara Pemerintah pusat melalui Kemendikbud baru meluncurkan gerakan literasi 18 Agustus 2015 dengan pendekatan penumbuhan budi pekerti dalam budaya sekolah. Melihat kebijakan nasional tersebut yang diterapkan sekolah-sekolah di Indonesia maka Jawa Barat harus berbeda pola, pendekatan, metode dan strategi GLS. "Kompetisi" gerakan pencerdasan tersebut Jawa Barat harus menjadi yang terbaik, the winner. Sesuai harapan Gubernur Jawa Barat H. Ahmad Heryawan : Jabar Kahiji. 

Selama tiga hari training, para guru SD SMP, pustakawan, pengawas dan widyaswara berjibaku dalam kerja kerja intelektual. Menyusun, mengoreksi, berdiskusi bahkan tidak luput dari perdebatan membuka pintu bisikan emosi syetan. Mengevaluasi, mengkritisi dan merevisi kegiatan-kegiatan literasi sebelumnya. Dilanjutkan menyiapkan materi, model, metode dan strategi pemberian materi untuk pelatihan berikutnya.

Finalisasi produksi buku pedoman dan buku saku implementasi literasi bagi peserta pelatihan sekolah rintisan. Belum lagi sejumlah pekerjaan rumah di tempat yang harus dituntaskan ditempat untuk kebutuhan dokumentasi dan publikasi di website literasi.jabarprov.go.id. Apapun, siapapun, bagaimana pun dan dimanapun kegiatan literasi, dengan integritas trainer literasi Jawa Barat semuanya jadi mudah. Sebisa bisa kudu bisa, insha Allah bisa. Demikian harapan Gubernur Jawa Barat. Semoga... (*)
 
*) Penulis adalah peserta Focus Group Discussion (FGD)
Literasi Jawa Barat tahap 3 dan 4 di Bandung 20-22 Juli 2016