SELAMAT DATANG DI WEBLOG DENY ROCHMAN. MARI KITA BANGUN PERADABAN INI DENGAN CINTA DAMAI UNTUK MASA DEPAN LEBIH BAIK

Januari 01, 2016

MENGABADIKAN SEJARAH CIREBON


Oleh : 
Deny Rochman, S.Sos.,M.Pd.I

Siapa yang tidak mengenal nama Cirebon? Kota di pesisir pantai utara Jawa Barat ini memiliki sejarah panjang dalam perkembangan Islam nusantara. Posisinya yang strategis secara geografis, daerah ini menjadi magnet bagi daerah-daerah di sekitarnya bahkan luar daerah. Cirebon boleh dibilang sebagai kota budaya, karena memiliki unsur-unsur budaya yang khas di dalamnya. Memiliki sistem sosial, bahasa, agama, ekonomi, mata pencaharian hingga kesenian dan kuliner.

Kehidupan masyarakat Cirebon secara historis kental dengan kehidupan multi kultural. Kendati di kenal sebagai kota wali (Sunan Gunung Jati), namun keberadaan agama lain tetap eksis. Ini terlihat dari wajah Cirebon masa kini dijumpai bangunan masjid, gereja, klenteng, vihara. Ada kampung Islam (panjunan), ada juga kampung Pecinan (Tionghoa). Potret kebhinekaan tersebut tampak terekam dalam peninggalan di museum keraton Kasepuhan.

Bagaimana rekam jejak sejarah Cirebon tempo dulu? Ini yang menjadi keprihatinan banyak orang, termasuk para tokoh masyarakat, sejarawan, budayawan, sastrawan, seniman hingga guru-guru sejarah di kota ini. Salah satu curhatan mereka terungkap saat menghadiri acara diskusi tentang Stroryline Diorama bertemakan Sejarah Pemerintahan Kota Cirebon dalam Khasanah Kearsipan  17 Nopember 2015 lalu. Acara yang digelar oleh Bapusipda Kota Cirebon tersebut juga menghadirkan nara sumber Prof Dr HjNina Herlina Lubis MS (sejarawan nasional).

Catatan sejarah Cirebon, apapun bentuk medianya, sejauh pengetahuan penulis belum bisa dikonsumsi publik secara luas. Sekalipun ada masih tersimpan terbatas di rak-rak perpustakaan pribadi, atau perpustakaan daerah di Cirebon. Sementara anak muda Cirebon mereka tumbuh dan berkembang tanpa tahu jejak rekam Cirebon masa lalu. Ketidaktahuan generasi muda terhadap daerahnya tentu akan mengurangi kecintaan dan kebanggan mereka terhadap tanah kelahirannya. Ada nilai-nilai karakter positif yang terputus tidak bisa terwariskan kepada generasi penerus.

Memang sempat terungkap dalam perdebatan diskusi Stroryline Diorama, bahwa sisi kelam sejarah Cirebon harus diungkap ke publik untuk sebuah pembelajaran kearifan untuk masa depan. Ada juga yang mengusulkan bahwa periode sejarah harus memotret Cirebon secara utuh, baik Cirebon pada masa Hindu, pada masa Islam, kolonialisme hingga kekinian. Baik dari sisi sosio kultural, ekonomi maupun politik. Episode sejarah Cirebon itu akan dituangkan dalam Museum Diorama leading sector Bapusipda Kota Cirebon.

Dari mana pun periode sejarahnya, dan apapun media dan bentuknya, namun prinsipnya sejarah Cirebon harus diabadikan dan disebarluaskan secara massif , sistemik dan sistematis. Pentingnya sejarah bagi masyarakat, bukan hanya mengenal cerita seperti dongeng masa lalu. Catatan dan rekam jejak sejarah memiliki banyak manfaat, seperti manfaat edukatif, inspiratif, instruktif dan rekreatif. Sayangnya masyarakat, khususnya generasi muda belum merasakan apalagi hingga menikmati manfaat mempelajari sejarah Cirebon.

Keberadaan museum sejarah Cirebon yang komprehensif dan modern sungguh sangat diperlukan.  Cirebon bisa disulap sebagai kota budaya seperti Yogyakarta , Surakarta atau kota-kota budaya lainnya. Pelestarian peninggalan sejarah Cirebon pada gilirannya nanti memiliki efek terhadap dunia pariwisata. Selain tentu saja secara edukatif mengajarkan kepada generasi muda akan jerih payah dan dinamika sejarah Cirebon.   Sekalipun untuk mensejajarkan Cirebon dengan kota budaya lainnya yang lebih maju, banyak prasyarat yang harus dipenuhi oleh pemerintah daerah, seperti penataan, ketertiban, keamanan dan kebersihan kota.

Selain museum modern, pelestarian sejarah Cirebon bisa melalui cara lain yang lebih menarik bagi generasi muda. Pemanfaatan perkembangan teknologi informasi komunikasi, misalnya dalam kemasan film atau sinetron dengan setting sejarah atau budaya Cirebon akan memiliki daya tarik tersendiri.  Apalagi jika ditayangkan di televisi lokal Cirebon bahkan televisi nasional. Satu contoh sinetron Pangeran yang tayang di televisi swasta nasional. Sinetron sejarah yang dikemas kehidupan remaja masa kini memberikan tontonan menarik bagi anak muda. Walau sayang sinetron ini mengalami bias cerita yang tak jelas ujung ceritanya.

Sejarah Cirebon bisa memanfaatkan portal website dan jejaring sosial, baik dalam bentuk tulisan, foto maupun video. Guna meningkatkan ketertarikan remaja terhadap sejarah Cirebon, pihak terkait bisa mengadakan lomba seputar sejarah Cirebon dalam beragam bentuk, bisa tulisan, lukisan, foto maupun video.  Termasuk pelestarian kesenian, bahasa maupun kulinernya.  Semua bisa berjalan dengan baik dan sukses jika pemerintah daerah mampu merangkul dan bekerja sama dengan semua pihak terkait yang memiliki kemampuan dan potensi di bidang yang dibutuhkan.

Tidak kalah pentingnya, pewarisan budaya Cirebon secara efektif bisa melalui kurikulum di sekolah-sekolah.  Walau secara nasional, sejarah Cirebon masuk dalam kurikulum pelajaran ilmu sosial dalam tema tentang perkembangansejarah Islam di Indonesia, namun kajiannya masih bersifat umum.  Pendalaman sejarah Cirebon sebenarnya bisa melalui pelajaran Bahasa Cirebon. Bahasa daerah ini masuk dalam kurikulum muatan lokal yang hanya diberi alokasi waktu satu jam pelajaran atau 40-45 menit.

Melalui kurikulum sekolah tersebut, sejarah Cirebon bisa dikupas tuntas dalam materi buku-buku atau LKS. Bahasa tulisan memakai bahasa Cirebon inggil, namun sub pokok bahasan per bab memaparkan sejarah Cirebon dalam berbagai aspek, baik ekonomi, sosial, politik dan budaya. Dengan pendekatan ini ada dua keuntungan yang  diperoleh siswa. Pertama, mereka mempelajari bahasa warisan nenek moyangnya, kedua mereka mengenal dan mengetahui sejarah dinamika Cirebon tempo dulu hingga sekarang. 

Rasanya tidak terlalu sulit sejarah Cirebon diabadikan dan diwariskan kepada generasi muda.  Terpenting adalah bagaimana pemerintah daerah bisa melakukan sinergitas kepada semua pihak, khususnya para tokoh masyarakat, budayawan, seniman, sejarawan, pihak ketiga atau bahkan sekolah melalui Dinas Pendidikan, melakukan kerjasama dengan baik. Namun jika mindset pemerintah cara kerjanya masih berbasis “proyek”, maka mimpi melestarikan dan mewariskan sejarah Cirebon kepada generasi muda hanya sebatas mimpi indah. (*)
*) Penulis adalah Guru IPS SMP Negeri 4 Kota Cirebon