SELAMAT DATANG DI WEBLOG DENY ROCHMAN. MARI KITA BANGUN PERADABAN INI DENGAN CINTA DAMAI UNTUK MASA DEPAN LEBIH BAIK

Januari 01, 2016

CIREBON KOTA SAMPAH

Oleh : 
Deny Rochman

Sampah, sampah dan sampah. Limbah sisa kehidupan manusia ini gampang ditemui di semua sudut kota di Cirebon. Tidak saja dipinggiran kota seperti di gang-gang kampung, di sungai atau di tepian pantai tetapi juga di pusat kota dan bisnis, sampah tercecer dan menumpuk. Seolah sampah sudah menjadi sahabat warga kota sehingga keberadaanya terasa tidak mengganggu aktifitas kehidupan. Sampai-sampai kotornya kota ini dari sampah menjadi kritikan dari warga luar kota yang sempat berkunjung di kota Cirebon melalui akun facebooknya.


“Cirebon oh Cirebon...Kasian kamu tidak ada yang merawat kotamu kumuh...jantung kota sampah kesana kemari...terminal banyak comberan tiap sisi sampah makanan berserakan masyarakat mu cuek seakan sudah terbiasa dengan kondisi demikian. Dimana walikota atau bupati mu. Dimana dinas PU, Tata Kota, Kebersihan kota ada atau tidak ada. Ataukah mereka ada tapi tidur. Sayang dong di gaji. Seandainya aku lahir dan besar di Cirebon pasti aku ributi, walaupun cuma lewat medsos. Sayang aku cuma orang yang sengaja singgah semalam. Ayo anak asli Cirebon jaga kotamu ya bikin tamu nyaman di kota mu. Kebersihan sebagian dari iman. Cirebon kota religi harus dijaga itu...harus punya rasa malu.”

Masalah sampah di kota ini menjadi keprihatinan serius yang banyak dikeluhkan tidak saja oleh warga kota tetapi mereka pendatang yang singgah di kota ini. Kesan yang muncul pemerintah daerah tidak bersungguh-sungguh dalam melakukan pengelolaan sampah. Wajar saja kemudian kota ini lama tidak meraih Piala Adipura, sebuah reward bergengsi dari Pemerintah Pusat melalui Kementrian Lingkungan Hidup bagi kota dan kabupaten yang dianggap telah berhasil dalam kebersihan serta pengelolaan lingkungan perkotaan.   

Wajah kota yang terkesan kotor dan jorok tentu akan berpengaruh pada perkembagan kota pada umumnya, khususnya dari sektor ekonomi bisnis. Sebagai kota transit Cirebon memiliki potensi wisata yang bisa berkembang dengan maju. Secara infrastruktural kota ini didukung banyak akses informasi, komunikasi dan transportasi. Selain memiliki pelabuhan, sarana bandara udara, terminal bus dan stasiun kereta api, kota ini juga didukung akses jalan darat seperti jalan tol yang menghubungkan kota-kota di Jawa Tengah, Bandung dan Jakarta. Dampaknya mulai terasa dengan bermunculanya hotel-hotel baru dan berbagai tempat usaha lainnya.

DAMPAK SAMPAH
Di banyak tempat, masalah sampah memang menjadi masalah krusial yang dialami kota-kota berkembang dan maju dengan tingkat budaya konsumtif yang tinggi. Namun jika masalah sampah tidak bisa diatasi secara cepat dan tepat maka akan berdampak secara multi dimensi bagi kehidupan masyarakat, baik berdampak kepada kesehatan, lingkungan, maupun dari sisi sosial ekonomi. Hal itu sudah tampak kasat mata terlihat di lingkungan kota Cirebon.

Dampak sampah terhadap lingkungan ekosistem perairan misalnya, cairan rembesan sampah yang masuk ke dalam drainase atau sungai akan mencemari air. Jika kita mau melihat lebih dekat, pencemaran perairan di Cirebon sudah terlihat jelas. Bisa ditelusuri mulai dari selokan, hilir hingga ke muara sungai Cirebon dipenuhi sampah yang tercecer dan berserakan. Warna gelap dan coklat pekat disertai aroma bau tak sedap jika kita menelusuri perairan di Cirebon. Kondisi perairan seperti itu tentu sudah dipastikan bahwa kualitas air sungai dan air laut di Cirebon tidak bagus, untuk tidak boleh disebut buruk.

Sampah yang dibuang ke dalam ekosistem darat dapat mengundang organisma tertentu untuk datang dan berkembangbiak. Organisma yang biasanya memanfaatkan sampah, terutama sampah organik, adalah tikus, lalat, kecoa dan lain-lain. Populasi hewan tersebut dapat meningkat tajam karena musuh alami mereka tidak sudang sangat jarang. Terlebih pada musim penghujan seperti sekarang, bau sampah akan menyengat kuat menyebar di sekitarnya sehingga kualitas udara di kota ini bakal kian memburuk.

Kondisi tersebut berpotensi membahayakan bagi kesehatan yang akan ditimbulkan seperti penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air minum. Penyakit demam berdarah (haemorhagic fever) dapat juga meningkat dengan cepat di daerah yang pengelolaan sampahnya kurang memadai. Muncul juga penyakit jamur jamur kulit atau cacing pita (taenia) dan lainnya. Belum lagi munculnya sampah beracun yang bisa meracuni pola makan manusia, seperti konsumsi ikan yang telah terkontaminasi oleh raksa (Hg).

Bahayanya dampak sampah tentu akan berpengaruh kepada kualitas hidup masyarakat kota Cirebon. Lingkungan yang buruk akan mengganggu kesehatan masyarakat. Jika kesehatan masyarakat menurun sudah barang tentu akan mempengaruhi proses pembangunan daerah. Belum lagi dampak sampah akan merusak citra Cirebon sebagai kota wali, kota budaya, wisata dan kota bisnis. Jika masalah sampah tidak segera diatasi, maka akan banyak masalah yang berkembang kemudian.

BUDAYA BERMASALAH
Perilaku hidup bersih dan sehat warga kerap menjadi sorotan pemerintah dalam mencari penyebab buruknya pengelolaan sampah. Warga dicap tidak pernah eling dalam menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan. Boleh jadi pendapat ini tidak salah namun tidak sepenuhnya benar. Mengapa? Jika kita menelusuri jalanan kota Cirebon, bahkan di pusat-pusat keramaian dan perbelanjaan, ketersediaan tempat sampah jarang ditemui. Hal ini membuat warga kesulitan jika hendak membuang sampah.

Di sudut-sudut jalan kampung ketersediaan tong sampah juga sangat minim. Diperburuk lagi kesadaran masyarakat untuk hidup bersih dan sehat masing kurang. Warga dipinggiran sungai seenaknya membuang sampah di perairan. Mereka yang pedagang tidak memperhatikan sampah pembeli usai mengkonsumsi. Aktifitas warga di berbagai tempat tanpa beban dan bersalah saat membuang sampah seenaknya. Tidak menahan dan berkorban kecil untuk menyimpan sampah barang sesaat hingga menemukan tong sampah. Sementara supremasi hukum buang sampah sembarangan belum tampak berjalan.

Pada waktu bersamaan, program bank sampah dan penyediaan tempat-tempat sampah sesuai standar pengelolaan yang ada di sekolah-sekolah, di kampung-kampung dan di jalanan kota tidak berjalan secara konsisten dan kontinyu. Misalnya konsep program 3 R yakni menggunakan kembali (Reuse), mengurangi (Reduce)  dan mendaur ulang (Recycle) berjalan tidak tuntas. Di lingkungan sekolah contohnya, saat siswa membuang sampah secara terpisah basah dan kering, atau organik dan an organik, namun saat dibuang ke penampungan sementara, pemilihan sampah itu bercampur menjadi satu lagi.

Belum lagi keluhan tentang biaya pengelolaan sampah yang dianggap tidak pernah beres. Secara normatif warga dipungut biaya sampah saat pembayaran rekening PDAM. Di tingkat kampung warga pun membayar iuran sampah kepada petugas sampah RT/RW. Double pembayaran tersebut beralasan pembayaran sampah di tingkat RT/RW untuk biaya operasional pengangkutan sampah dari rumahan menuju tempat penampungan sementara. Sedangkan pungutan biaya sampah di PDAM untuk biaya pengangkutan sampah dari tempat penampungan sementara menuju tempat penampungan akhir (TPA). Sayangnya dua pola pembayaran tersebut belum berjalan sesuai harapan semula.

Potret persampahan kota Cirebon tersebut menjadi tantangan berat bagi dinas terkait. Budaya sehat dan bersih warga yang masih buruk tanpa lelah harus terus dilakukan edukasi. Mulai dari cakupan perumahan, perkantoran, perusahaan dan sekolah-sekolah. Pemerintah pun harus menyiapkan fasilitas tempat sampah yang memadai di setiap sudut dan tempat yang berpotensi memproduksi banyak sampah. Jika keluhan klasik masalah anggaran, dinas terkait bisa mewajibkan kepada perusahaan atau kantor untuk menyediakan beberapa tong sampah di area publik. Hal ini yang belum terlihat di kota Cirebon.

Jika program edukasi dan penyediaan fasilitas tong sampah sudah dilakukan maksimal, pemerintah tinggal melakukan penindakan tegas kepada mereka yang melanggar ketentuan. Bila perlu denda besar pun diterapkan untuk memberikan efek jera agar kebersihan dan kesehatan kota terjaga. Asalkan semua program kerja tersebut terencana dan terlaksana dengan baik dan benar, termasuk penyediaan anggaran pemerintah daerah yang memadai dalam mengatasi masalah sampah kota. Semoga! (*)

 *) Penulis adalah warga Pronggol Kota Cirebon