SELAMAT DATANG DI WEBLOG DENY ROCHMAN. MARI KITA BANGUN PERADABAN INI DENGAN CINTA DAMAI UNTUK MASA DEPAN LEBIH BAIK

Oktober 26, 2015

SELAMATKAN PEMUDA INDONESIA

Oleh :
Deny Rochman, S.Sos., M.Pd.I

Bangsa ini boleh saja bangga dengan luasnya wilayah, besarnya potensi alamnya, banyaknya jumlah penduduk, suku dan agamanya.  Tetapi bagaimana masa depan bangsa ini dalam beberapa tahun ke depan? Ini masih menjadi pertanyaan besar yang butuh pemikiran besar dalam menjawabnya. Walikota Bandung Ridwan Kamil, misalnya berseloroh dalam komentarnya di media social, negeri ini butuh banyak pemuda pencari solusi, bukan pemuda pemaki-maki.

Ungkapan orang pertama di Kota Bandung tersebut memang bukan tanpa alasan. Paling tidak selama ia menjadi pejabat daerah banyak ditemui masalah yang melibatkan anak-anak muda. Ironisnya fenomena ini bukan lagi situasi kedaerahan tetapi menjadi tren nasional bahkan dunia. Padahal melihat Indonesia ke depan, bisa melihat kondisi pemuda masa kini. Lebih banyak mana yang tampil, apakah mereka yang berkarya, berprestasi, berkarakter positif atau pemuda yang bermasalah. Bermasalah bagi dirinya, keluarga, masyarakat bahkan bagi agama bangsa dan negara.

Gaya hidup yang berkembang di kalangan pemuda Indonesia adalah gaya hidup yang mulai jauh dari nilai-nilai budaya bangsa. Baik gaya hidup dalam cara berpakaian, cara makan dan minum, cara berfikir, pola pergaulan, hingga sistem yang dikembangkan dalam dunia mereka tidak lepas dari budaya konsumtif, pragmatis, hedonis, materilistis hingga mengarah kepada atheis. Hamper semuanya sulit menolak gaya hidup dalam situasi perkembangan jaman seperti ini.

Beragam life style pemuda masa kini tersebut jika berkembang tanpa ada kendali dan control oleh sistem yang baik maka akan berdampak pada eksistensi bangsa Indonesia di masa depan. Sebuah bangsa yang memiliki akar budaya yang kuat dari para leluhurnya. Budaya yang berbeda dengan budaya bangsa asing yang tengah asyik tumbuh berkembang di kalangan anak muda. Celakanya budaya mereka bertentangan dengan budaya asli bangsa Indonesia.

TANDA KEHANCURAN
Jika kita mencermati perilaku banyak anak muda Indonesia saat ini maka bisa dikatakan bangsa ini tengah bergerak pada fase kehancuran. Paling tidak ada 10 tanda-tanda yang akan menimpa kehancuran sebuah bangsa yang dikatakan Thomas Lickona, seorang pengamat pendidikan karakter dari State University of New York Cortland Amerika Serikat.

Sepuluh tanda kehancuran sebuah bangsa yaitu (1) Peningkatnya perilaku kekerasan dan merusak dikalangan remaja, Pelajar; (2) Penggunaan kata atau bahasa yang cenderung memburuk (seperti ejekan, makian, celaan, bahasa slank dan lainnya); (3) Pengaruh teman jauh lebih kuat dari pada orang tua dan guru; (4) Meningkatnya perilaku penyalahgunaan sex, merokok dan obat-obat telarang dikalangan pelajar dan remaja; (5) Merosotnya perilaku moral dan meningkatnya egoisme pribadi/mementingkan diri sendiri;

Tanda berikutnya adalah yang ke- (6), yaitu menurunya rasa bangga, cinta bangsa dan tanah air (patriotisme); (7) Rendahnya rasa hormat pada orang lain, orang tua dan guru; (8) Meningkatnya perilaku merusak kepentingan publik; (9) Ketidakjujuran atau berbohong terjadi dimana-mana; (10) Berkembangnya rasa saling curiga, membenci dan memusuhi diantara sesama warga negara (kekerasan sara).

Sungguh miris bagi kita akan nasib bangsa Indonesia ke depan, karena semua tanda-tanda kehancuran di atas bisa kita temui di negeri ini. Meminjam istilah sosiolog Emile Durkheim, kondisi masyarakat tersebut disebut dengan fase anomie. Sebuah kondisi masyarakat yang menggambarkan keadaan yang kacau tanpa peraturan. Semua orang merasa memiliki pembenaran apa yang mereka masing-masing lakukan, sekalipun dari sudut pandang normative konservatif bertentangan dengan hukum yang ada.

Ketiadaan supremasi hukum dalam masyarakat membuat anak muda kehilangan kendali dan arah dalam pergaulannya. Tiada lagi pembiasaan, motivasi dan keteladaan dalam hidup mereka, sehingga sulit membedakan atau menjauh dari hal-hal yang merusak diri sendiri maupun lingkungan sekitar mereka. Celakanya dalam waktu bersamaan orang tua, guru dan figure public di sekitar mereka juga mengalami krisis yang sama berdampak semakin parahnya kondisi social yang berjalan.

EFEK GLOBALISASI
Tidak dipungkiri perkembangan teknologi komunikasi dan informasi membawa perubahan besar bagi tatanan kehidupan social manusia. Setiap perubahan tentu memiliki efek positif dan juga negative yang disebarkan melalui media massa. Perkembangan iptek tersebut telah menciptakan era globalisasi yang merambah ke setiap penujuru negara di dunia ini, tak terkecuali Indonesia.

Globalisasi memaksa setiap negara harus berinteraksi satu dengan yang lainnya. Muatan di dalamnya merambah dalam segala bidang tidak saja dari sisi ekonomi seperti pasar bebas, tetapi juga politik dengan paham demokrasi, HAM, toleransi, emansipasi. Dalam hal budaya seperti fashion, pola hidup, makan dan minum, pergaulan dan sebagainya. Berimbas kepada sisi negative seperti penyeragaman modus kejahatan, jenis penyakit yang sama, hingga ideologi lintas negara berpengaruh kepada pola pikir dan nilai norma yang dipahami kian beragam.

Berkembangnya ragam paham dan pemikiran berbeda mempengaruhi nilai sebuah kebenaran di dalam masyarakat. Kondisi ini tengah melanda anak muda Indonesia, yang tanpa sadar sering disuguhkan nilai-nilai baru melalui beragam media, seperti kurikulum pendidikan, informasi dan hiburan media massa serta berbagai kegiatan lainnya. Sementara pondasi kepribadian anak sejak kecil luput dari program doktrin dari keluarga mereka masing-masing. Jika sudah carut marut sedemikian rupa maka pertumbuhan anak muda negeri ini semakin kehilangan jati dirinya sebagai generasi penerus keluarga, bangsa, negara dan agama.

Tantangan terbesar di masa depan bagi semua pihak adalah bagaimana mengembalikan lagi sistem keteraturan di dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sekalipun mengembalikan sistem yang utuh tidak semudah orang bicara manakala sudah banyak orang terkontaminasi. Namun dalam situasi yang kacau akan muncul desakan untuk hidup dalam keteraturan setelah anggota masyarakat mengalami kejenuhan, bosan, ketakutan, cemas, lelah menjalani hidup tanpa aturan.

Gerakan keteraturan sistem tersebut akan dilakukan oleh sedikit orang. Merekalah orang-orang sebagai “pewaris nabi” yang menjaga, memelihara dan mengembalikan sistem social dalam keteraturannya. Gerakan itu mulai dari pendidikan di keluarga, di sekolah, di pesantren hingga tempat ibadah. Gerakan tersebut bisa menjadi kelompok penekan terhadap pemerintah dan swasta yang tidak pro terhadap perubahan sistem yang beraturan. (*)

*) penulis adalah guru SMP Negeri 4 Kota Cirebon