SELAMAT DATANG DI WEBLOG DENY ROCHMAN. MARI KITA BANGUN PERADABAN INI DENGAN CINTA DAMAI UNTUK MASA DEPAN LEBIH BAIK

Oktober 20, 2016

TAMPIL PERDANA LOMBA DISKUSI LITERASI

Book Review Competition atau lomba mereview buku. Lomba jenis ini boleh dibilang lomba baru dalam event untuk lingkup pendidikan bahkan bisa jadi dalam cakupan umum. Pegiat literasi kota Cire
bon, melalui program Cirebon Leader’s Reading Challenge (CLRC) menjadi motor penggerak dalam lomba perdana tersebut.

Tidak tanggung-tangung, lomba ini diadakan di pusat keramaian Cirebon Super Block Mall di kawasan Jalan Ciptomangunkusumo Kota Cirebon.  Sebuah lomba yang disponsori oleh TB Gramedia Cipto kota tersebut yang tengah mengadakan expo buku yang berlangsung pada tanggal 13-23 Oktober 2016. Disepakati, ada dua bentuk Book Review Competition tersebut yakni sejenis lomba ranking satu dan lomba tantangan diskusi literasi.


Kesepakatan dua bentuk lomba tersebut setelah tim penggerak literasi beberapa kali mengadakan rapat internal konsep acara mengisi expo buku Gramedia sejak penawaran kerjasama pada akhir September tersebut. Dalam proses penetapan bentuk lomba, beberapa tim terpaksa harus beradu argumen, khususnya dalam mematangkan lomba diskusi. Berbeda dengan lomba ranking 1 sudah banyak contoh kegiatan serupa di gelar, baik di televisi maupun di tempat-tempat lain.

Sementara lomba diskusi, apalagi mengenakan kostum tokoh di dalam buku yang direview tersebut, lomba jenis ini boleh dibilang masih langka. Kalau tidak dikatakan belum ada sama sekali. Sehingga pada saat saya (deny rochman) mengusulkan konsep lomba review buku maka setiap penggerak dan perintis literasi di kota ini memiliki imajinasi dan deskripsi masing-masing. Ada yang memahaminya dalam bentuk drama, ada juga berupa diskusi biasa tetapi tidak sedikit berfikir blank. Ga ngerti.

Ide saya tersebut sempat berbeda dengan pemahanan Yudi Biantoro. Tim penggerak literasi yang progresif ini menangkap konsep lomba diskusi tersebut seperti drama atau cosplay. Cosplay berasal dari penggabungan kata costum dan play adalah penggunakan kostum tokoh. Pemahaman lain lomba diskusi berkostum tersebut dipahami sebagai drama kabaret.


Mendramakan dari hasil review buku memang menarik, seperti menariknya buku novel yang difilmkan. Namun saya beralasan waktu yang pendek tidak mungkin setiap sekolah mampu menyiapkan drama review buku cerita yang mereka baca. Selain itu, semangat mengembangkan program literasi Jawa Barat semakin kehilangan arah jika memilik review buku dilakukan melalui dram
a.

Alasan memilih bentuk lomba diskusi dalam mengisi acara TB Gramedia memiliki dasar argumen yang rasional. Pertama, kegiatan diskusi review buku adalah kegiatan rutinitas bagi sekolah perintis literasi di Jawa Barat, termasuk di Kota Cirebon. Sekalipun di kota ini belum semua sekolah, apalagi SMA/SMK yang belum ada dalam program Jabar, mengikuti GLS WJLRC. Namun perkenalan awal menjadi modal utama dalam melaksanakan lomba ini.

Dengan sekolah mengenal awal kegiatan diskusi versi GLS Jawa Barat, maka pemahaman mereka tentang lomba diskusi akan lebih mudah. Terlebih bagi sekolah yang sudah melaksanakan kegiatan review buku di kelompok dan sekolahnya masing-masing dibawah bimbingan guru pendamping. Artinya dengan persiapan yang seadanya pun setiap sekolah bisa berpartisipasi mengikuti lomba tersebut.

Alasan kedua memilih lomba diskusi review buku adalah dalam rangka mendukung dan mengembangkan program literasi di Jawa Barat. Kegiatan review buku memang menjadi bagian dari kegiatan gerakan literasi program West Java Leader’s Reading Challenge (WJLRC). Dalam Gerakan Literasi Sekolah versi WJLRC tersebut, satu kelompok siswa terdiri dari lima orang. Dengan melalui model diskusi berkostum tokoh diharapkan akan menjadi daya tarik bagi siswa untuk menumbuhkan budaya literasi di sekolah.

Lomba diskusi cosplay tersebut digelar dalam satu hari, Kamis 20 Oktober 2016 mulai pukul 12.20 hingga pukul 17.00 WIB. Sebagai juri adalah Sri Murtiani, S.Pd, M.Pd (Pengawas Pendidikan), Hadi Romdoni, S.Pd MM (tim penggerak literasi Jawa Barat) dan Andre (TB Gramedia). Sebelum lomba, para dewan juri mengadakan rapat terlebih dahulu di Cafe Tong Dji di Mall setempat.

Dalam pertemuan singkat tersebut disepakati kriteria lomba yaitu kesesuaian tema, pola diskusi, kostum/properti, daya tarik, media pembelajarn literasi. Media literasi ini berupa pohon geulis dan hasil review buku yang mereka baca menjadi bagian penilaian lomba. Buku yang mereka review juga diserahkan kepada dewan juri sebagai dasar dalam mencocokkan isi dengan tampilan peserta di atas panggung.

Sebagai lomba baru, tidak semua sekolah terlibat dalam lomba tersebut. Tercatat hingga hari H lomba untuk tingkat SMP hanya delapan sekolah, untuk SMA hanya dua sekolah sedangkan SD tidak ada yang mendaftar. Peserta SMP yang ikut antara lain SMP 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan SMP 11. Untuk kategori SMA hanya diikuti SMA 2 dan SMA 3.

Kurangnya peminat yang daftar karena didasarkan dua alasan. Pertama karena waktunya yang sangat pendek sehingga proses sosialisasi ke sekolah-sekolah tidak maksimal. Penyebaran informasi hanya melalui media sosial seperti facebook dan whatsapp. Sisanya menggunakan surat edaran yang dikeluarkan Dinas Pendidikan Kota Cirebon. Kedua, konsep lomba khususnya bentuk diskusi masih belum familiar di kalangan guru-guru sehingga mereka sulit menterjemahkannya.

Dari peserta SMP satu diantaranya adalah SMP Negeri 4 Kota Cirebon. Sekolah ini adalah sekolah dimana saya mengajar terletak di Jalan Pemuda No. 6 Kota Cirebon. Kendati saya adalah panitia penanggung jawab lomba diskusi, namun informasi ini baru sampai ke guru perintis di sekolah ini baru tiga hari sebelum lomba. Ini terjadi karena ada miss communication sesama guru pegiat literasi sekolah tersebut.

Setelah melakukan persiapan marathon, akhirnya disepakati buku karya Jenar Respati Putera dipilih sebagai bahan untuk review, dipresntasikan dan didiskusikan. Judul buku tersebut adalah 13 Cerita Hantu Paling Seram di Sekolah dan Cerita-cerita Super Horor lainnya. Buku tersebut mendadak berburu di TB Gramedia, karena waktunya yang pendek tidak sempat untuk meminjam buku milik siswa yang sudah di review di kelompoknya sebelumnya.

Setelah Selasa 18 Oktober buku itu diperoleh, maka dengan teknik cepat buku itu dibaca kemudian dibuatkan skrip alur dialog. Keesokan harinya, draf konsep dialog tersebut didiskusikan dengan rekan perintis literasi Ibu Oom Istikomariah, S.Psi. bertempat di masjid sekolah, para siswa dipilih dan dilatih terus kemampuan dialognya hingga mereka menguasai bahan yang akan ditampilkan di atas panggung.Kostum yang disepakati adalah ratu jin, tuyul, gondoruwo, drakula, kuntilanak dan suster ngedot.

Dalam waktu bersamaan, selain Ibu Oom dan siswa menyiapkan kostum pendukung lomba, saya terus menyiapkan back sound yang akan melengkapi serunya jalan diskusi. Sound effect dibuat dengan suasana horor yang mencekap, dengan musik latar, suara anjing, burung hantu, suara kuntilanak, suara hujan dan petir hingga gamelan jawa. Semua diracik agar penampilan nomor urut pertama siswa SMP Negeri 4 Kota Cirebon tampil menarik.

Pada hari H, semua properti dan kostum disiapkan. Pohon geulis berupa ranting dan pot bunga dibawa ke lokasi dengan menggunakan motor karena tidak muat jika naik mobil. Sementara para siswa dan guru pendamping menggunakan kendaraan mobil pribadi ke lokasi lomba pukul 10.30 WIB. Tampilan pertama di atas panggung tersebut, banyak pihak menilai sangat menarik. (denyrochman)