SELAMAT DATANG DI WEBLOG DENY ROCHMAN. MARI KITA BANGUN PERADABAN INI DENGAN CINTA DAMAI UNTUK MASA DEPAN LEBIH BAIK

April 18, 2016

MUHAMMADIYAH DAN CIREBON METROPOLITAN

Oleh :
Deny Rochman

Pada bulan April 2016 ini organisasi Islam Muhammadiyah di tingkat Cirebon memasuki era kepemimpinan baru. Pimpinan Daerah di Kota Cirebon baru saja secara resmi dilantik pada 9 April 2016, dengan menghadirkan tokoh reformasi Amien Rais. Sementara Pimpinan Daerah kabupaten Cirebon baru mengadakan pemilihan pengurus baru dalam Musyawarah Daerah 23-24 April 2016 dengan dimeriahkan peluncuran aplikasi computer berbasis internet “Islamic Mind”, hasil kerjasama dengan negara Brunai Darussalam.

Pelantikan dan pemilihan pengurus baru tentu tidak saja dipahami secara seremonial rutinitas organisasi semata. Namun harus ada proses evaluasi, perencanaan, proses, monitoring dan assesment terhadap hasil akhir kerja pengurus lama kepada pengurus baru. Evaluasi terhadap program dan kebijakan Muhammadiyah sebagai organisasi dakwah pembaharuan gerakan amar ma’ruf nahi munkar. Gerakan dakwah yeng tercermin dalam semua lini kehidupan: sosial, agama, ekonomi, kesehatan, pendidikan, budaya dan lainnya.


Secara historis, organisasi yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan pada 1912 tersebut memiliki latar belakang panjang dalam proses gerakan dakwahnya.  Gerakan dakwah ini lahir (1) menjamurkan praktek kemusyrikan, tahayul, bidah dan khurafat di kalangan umat Islam kala itu; (2) penindasan dan penderitaan umat Islam akibat imperialisme dan kolonialisme bangsa asing; (3) berkembangnya gerakan dakwah terselubung dan terang-terangan upaya pemurtadan sistematis oleh kelompok anti Islam; (4) kemiskinan, kebodohan dan kesehatan yang buruk mendera umat Islam saat itu.

Setelah melewati lintas rezim selama 104 tahun tersebut ternyata factor-faktor yang membelenggu umat Islam pada masa Muhammadiyah berdiri masih tetap ada dan semakin banyak model variannya. Kondisi serupa bisa kita jumpai dalam masyarakat Islam Cirebon, bahkan ke depan wajah kota Cirebon akan semakin penuh warna dan dinamika seiring pertumbuhan dan perkembangan ekonomi kota di pantai utara Jawa Barat ini.

METROPOLITAN EFFECT
Cirebon dulu, kini dan esok memiliki perubahan yang progresif. Bahkan perkembangan yang ada kota ini akan berubah menjadi kota Metropolitan. Istilah yang menggambarkan pada sebuah kawasan perkotaan yang relatif besar, baik dari ukuran luas wilayah, jumlah penduduk, maupun skala aktivitas ekonomi dan sosialnya. Didukung dengan infrastruktur yang ada, asset yang dimiliki, posisi geografisnya Cirebon sangat berpotensi menjadi kota Metropolitan, sebagai pusat kota dari kota-kota di sekitarnya.

Cirebon sebagai kota Metropolitan memang sudah disiapkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat, yang dituangkan dalam  Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Pembangunan dan Pengembangan Metropolitan dan Pusat Pertumbuhan di Jawa Barat. Dalam Perda tersebut Cirebon masuk sebagai kota yang dikembangkan menjadi kota Metropolitan, selain Greater Bandung, Bodetabek Kapur (Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Karawang, dan Purwakarta).

Jika Cirebon terwujud sebagai kota Metropolitan maka kota ini akan menjadi kota tujuan dalam kunjungan. Apakah untuk keperluan wisata, berbisnis, belajar atau lainnya. Jumlah penduduk pun akan semakin bertambah, bertambah dari sisi kuantitas, kualitas maupun bertambah pluralisme masyarakatnya dari beragam agama, suku, ras dan etnis. Pertemuan beragam manusia yang berbeda tersebut merupakan awal lahirnya konflik sosial.

Menilik dampak negative kota-kota Metropolitan di Indonesia misalnya, selain pertumbuhan ekonominya pesat namun menyisakan juga berbagai masalah sosial yang kompleks. Masalah tersebut seperti pengemis dan gelandangan, urbanisasi, pengangguran, pencemaran udara, kemacetan lalu lintas, kejahatan dan berkembangnya multikulruralisme sosial. Perlahan tapi pasti indicator tersebut mulai bisa dirasakan oleh warga kota Cirebon.

TANTANGAN DAKWAH
Dinamika kota Metropolitan Cirebon dengan segala permasalahan yang ditimbulkannya menjadi tantangan tersendiri bahkan menjadi permasalahan bagi dakwah Muhammadiyah, apakah bagi PDM kota maupun PDM kab. Cirebon. Dua pimpinan daerah ini akan sangat merasakan dampak dari Cirebon Metropolitan, sebagai pusat kota dari kota-kota di sekitarnya seperti Kuningan, Indramayu, Majalengka dan mungkin Brebes dan Tegal.

Masalah yang ditimbulkan dari efek negative kota Metropolitan tersebut menjadi beban berlipat bagi Muhammadiyah. Selama ini gerakan dakwah persyarikatan belum tuntas menyelesaikan permasalahan kemiskinan, kesehatan, tradisi keagamaan, kemaksiatan, kejahatan, hingga melawan pemurtadan. Bahkan kecendrungan yang tampak, Muhammadiyah terjebak dalam kesibukan rutinas program kerja amal usaha yang didirikannya.

Pada bagian lain justeru banyak lahir fron atau laskar-laskar yang getol memberantas kemaksiatan di kota Cirebon. Apakah itu perjudian, peredaran miras, prostitusi dan jenis kemaksiatan lainnya. Belum lagi praktek ritual keagamaan, kota pantura ini dikenal lekat dengat Islam tradisi. Tradisi sinkretisme yang terkontaminasi dari beragam budaya dan agama yang tidak selaras dengan ajaran Islam faham Muhammadiyah.

Sama halnya dalam pelayanan kesehatan, pendidikan, ekonomi dan sosial, organisasi ini sering kedodoran tertinggal dari lembaga atau kelompok lain yang baru lahir belakangan. Misalnya dalam mengelola zakat, infak dan shodaqoh, pengelolaan lembaga pendidikan yang unggulan, pendirian rumah sakit, panti asuhan dan panti jompo, serta pemberdayaan ekonomi umat. Dalam bidang politik kekuasaan pun, tokoh Muhammadiyah belum masuk dalam peta kekuatan politik yang ada.

Diagnosis problematika umat di atas harus menjadi catatan tebal dan penting bagi pengurus Muhammadiyah yang baru. Penataan dan penguatan manajemen modern yang Islami harus terus dilakukan. Komunikasi, koordinasi dan kolaborasi dalam internal pengurus menjadi kata kunci kesuksesan pencapaian program kerja organisasi dengan spirit amar ma’ruf nahi munkar dalam membumikan Islam berkemajuan dalam konteks Cirebon. Semoga! (*)

*) Penulis adalah Kader Tapak Suci Putera Muhammadiyah Kab. Cirebon.