SELAMAT DATANG DI WEBLOG DENY ROCHMAN. MARI KITA BANGUN PERADABAN INI DENGAN CINTA DAMAI UNTUK MASA DEPAN LEBIH BAIK

April 03, 2016

MEMBONGKAR KEDOK KAUM PLURALISME

Oleh :
Deny Rochman

Semula dibuat terkejut dengan pernyataan Mustofa W Hasyim, seorang budayawan dan penulis asal Yogyakarta ini. Dalam sebuah situs online ia menegaskan bahwa ada upaya pemaksaan budaya yang sedang berkembang saat ini ke arah budaya monokultur (tunggal). Ketua Majelis Nahdlatul Muhammadiyah ini menilai kampanye tentang perlunya multicultural sebagai agenda budaya global adalah omong kosong belaka. Tetapi yang terjadi adalah budaya global menuju wajah Barat, wajah Amerika, sekuler, hedonis materialistis.

Sebagai orang yang dibesarkan dalam tradisi ilmu sosial pandangan Mustofa W Hasyim dianggap terlalu tendensius dan provokatif tak mendasar. Sejak sekolah hingga dibangku kuliah, paham multi kultural begitu diagung-agungkan seolah “dewa penyelamat” membangun perdamaian dunia. Kaum pluralisme menilai kisruh sosial yang sering terjadi bermuara dari egoisme perspektif budaya setiap masyarakat. Membudayakan toleransi dan tenggang rasa, memahami kemajemukan budaya, agama dan ras menjadi strategi mendamaikan dunia.

Gencarnya propaganda multi kulturalisme dalam bingkai budaya global dilakukan melalui banyak media. Media pendidikan dianggap paling efektif ditempuh, entah melalui kurikulum di sekolah, di kampus-kampus hingga berbagai program, kegiatan dan pelatihan melalui organisasi non pemerintah (NGO) atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan sejenisnya. Tidak terhitung berapa uang yang dikeluarkan untuk mensukseskan agenda global tersebut.

Mereka dari kalangan aktivis Islam “salaf” punya pandangan tersendiri. Masa aktif dalam studi keislaman kampus, gerakan sekulerisasi tersebut adalah bagian dari program ghazwul fikri atau perang pemikiran. Maksudnya adalah upaya-upaya gencar pihak musuh-musuh Islam untuk meracuni pikiran umat Islam agar jauh dari Islamnya, lalu akhirnya membenci Islam dan pada tingkat akhir Islam diharapkan habis sampai ke akar-akarnya. Ini sudah banyak dijumpai di kalangam umat Islam yang membenci syariat Islam.

Silahkan cek orang-orang di sekitar kita. Mereka pasti menolak poligami bahkan hingga berani mengharamkan. Wacana anti diskriminasi terhadap hak perempuan untuk bekerja di sector umum bahkan boleh mencalonkan pemimpin di sector publik. Gerakan demokratisasi, toleransi, mutlikultural, pacaran, hari kasih sayang, ulang tahun dan sebagainya sudah menjadi budaya yang diterima umat Islam sebagai budaya yang baik. Tanpa sadar identitas budaya sebagai seorang muslim dan muslimah perlahan terkikis menjadi budaya campur aduk tidak jelas bahkan cenderung bertentangan dengan norma Islam.

Agama oleh kaum pluralisme dipahami sebagai wilayah privat seseorang. Tidak boleh satu orang pun memaksa, mengatur dan mengintervensi keyakinan seseorang terhadap Tuhannya. Hal yang berbeda norma dan nilai Islam yang dipahami ulama salaf bahwa Islam memiliki fungsi publik. Ini terlihat dengan banyaknya Nabi dan Rosul yang diturunkan Tuhan kepada umat manusia. Tugasnya menyerukan umat manusia ke jalan yang benar. Jika agama hanya berfungsi privat, rasanya Tuhan membuang energy harus mengutus Nabi dan Rosul di muka bumi.

Pembuktian adanya gerakan multicultural palsu semakin mudah tercium di sekitar kita. Misalnya adanya upaya pelarangan jilbabisasi di tempat kerja, atau pembatasan waktu ibadah merupakan contoh lain upaya sadar menjauhkan umat Islam dari agamanya. Kondisi ini terjadi manakala kekuatan musuh Islam mendominasi dalam sebuah organisasi atau wilayah. Belum hilang dalam ingatan kita berbagai kasus sara yang terjadi di daerah-daerah dimana umat Islam minoritas di tempat tersebut.

Pendek kata, paham pluralisme atau multi kultural merupakan kemasan, seperti packing pada sebuah produk bisnis yang dijual kepada masyarakat. Jika kita tidak hati-hati dalam memilih dan membeli maka kita akan terjebak, tertipu bahkan teracuni produk tersebut. Strategi menjual “produk ide” deislamisasi kepada umat Islam tersebut, satu diantaranya adalah melalui program multicultural.
Tulisan ini bukan bermaksud provokatif menebar kebencian terhadap berbeda agama. Namun sebatas mengingatkan bahwa konflik antar agama tidak pernah berakhir hingga akhir jaman. Hanya yang membedakan dari masa ke masa adalah strategi, metode dan kemasannya yang berbeda. Tetapi isu pokoknya satu: mereka musuh-musuh Islam tidak akan pernah ridho terhadap agama Islam hingga umatnya mengikuti agama mereka (monokulural).

KEDOK PLURALISME
Dalam beberapa bulan terakhir ini saya menyeburkan diri dalam komunitas pluralisme media sosial. Keputusan saya untuk bergabung dalam group tersebut ingin berbagi ilmu, pengalaman dan informasi seputar toleransi dan kemajemukan. Ingin mengetahui kebenaran relative antar manusia yang berbeda suku, agama, ras dan keyakinan. Sebuah idealisme yang pernah diajarkan dalam tradisi ilmu sosial baik di sekolah maupun kala kuliah dulu. Tetapi dari hari ke hari, group yang saya masuki semakin jelas visi misinya.

Kegaduhan sering terjadi dalam status group manakala dari anggota memposting atau menshare informasi atau status yang bersentuhan dengan agama dan ras. Perdebatan sengit hingga caci maki kadang tidak bisa dihindari jika topik yang diangkat bermuara pada dua hal tersebut, agama dan ras. Namun anehnya admin group seolah membiarkan konflik tidak sehat itu berkembang dalam laman groupnya.

Beberapa member, termasuk saya kerap mengingatkan anggota lain termasuk kepada admin agar menyeleksi postingan yang muncul di dalam group. Tapi nyatanya hal itu tidak pernah dilakukan. Yang sering dirugikan secara immateri sebenarnya member muslim. Mengapa? Banyak status atau postingan yang mengejek, menyepelekan, bahkan menghina Islam, baik langsung maupun tidak langsung.

Mereka tidak bisa membedakan, tetapi cenderung menyamakan antara budaya Islam dan mana budaya Arab. Budaya Islam dan Arab seolah seneng kawin cerai, suka kekerasan dan sebagainya. Menyebutkan orang-orang Arab sebagai kelompok onta. Dan memposisikan agama sebagai urusan pribadi (privat) bukan urusan umum, sehingga orang lain tidak boleh ikut campur.

Anehnya, setiap postingan atau status tentang agama non muslim banyak member berkomentar positif bahkan cenderung lebay. Sebaliknya jika postingan itu terkait dengan dunia Islam mereka banyak yang menibir bahkan menghina dengan tanpa dasar yang jelas. Ironisnya belum dibaca beritanya hanya lihat judul mereka langsung berkomentar buruk atau negative.

Hal itu pernah dialami saya beberapa kali dalam menshare berita tentang dunia Islam. Postingan bertema agama Islam sebenarnya mencoba saya hindari karena menghormati pluralisme dan toleransi yang diusung dalam group tersebut. Tetapi seiring banyaknya dari mereka menyerang dan menghina Islam, maka saya sebagai seorang muslim merasa perlu keseimbangan informasi tentang Islam kepada mereka. Walaupun sadar postingan saya tersebut akan hujan kritikan dari mereka yang tidak suka dengan Islam.

Hingga pada akhirnya akun medsos yang diusir dari group pluralisme tersebut dengan alasan tidak jelas. Seingat saya dikeluarkan dari group tersebut mulai Sabtu 2 April 2016, setelah saya memposting sebuah penelitian ilmiah oleh professor genetika tentang masa idah muslimah. Dari hasil penelitian tersebut sang professor dikabarkan masuk Islam karena menilai wanita terbersih di dunia adalah dari kalangan Islam (silahkan klik dan baca: http://www.muslimterkini.com/2016/03/pakar-genetika-wanita-terbersih-di-muka.html?m=1.) Postingan ini hanya dari sekian postingan tentang dunia Islam, yang juga tidak luput dari hujan kritikan. 

Pengalaman bergaul online dengan mereka yang mengaku kaum pluralisme akhirnya menyadarkan saya terkait pernyataan budayawan Yogyakarta Mustofa W Hasyim. Ini relevan dengan firman Allah Swt : 

Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepadamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (QS. al-Baqarah (2) : 120).
“Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, tetapi Allah menolaknya, bahkan berkehendak menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang kafir itu tidak menyukainya benci.” ( At-Taubah: 32; ash-Shaf : 8 )

“…Mereka tidak henti – hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad diantara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah sia-sia amalannya di dunia dan akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal didalamnya.” (Al-Baqarah: 217).
Semoga tulisan panjang ini memberikan manfaat buat mereka yang mengaku generasi Islam masa depan agar berhati-hati dalam bergaul, baik dunia offline maupun online. Tetaplah untuk memperteguh keimanan Islam kita agar tidak mudah hati dan pikiran kita dibolak balikan oleh lidah dan akan mereka. (*)