SELAMAT DATANG DI WEBLOG DENY ROCHMAN. MARI KITA BANGUN PERADABAN INI DENGAN CINTA DAMAI UNTUK MASA DEPAN LEBIH BAIK

Maret 04, 2009

MENAKAR KUALITAS CALON LEGISLATIF

Oleh : Deny Rochman

Siapakah calon anggota Dewan pilihan anda? Cukup sulit untuk menentukan sebuah pilihan politik pada Pemilu 2009 ini. Pertama, jumlah partai dan calon legislatif (caleg) masih banyak seperti pada pemilu sebelumnya. Kedua, program para caleg semakin menjanjikan dengan berbaiak media informasi, menyusul penentuan caleg-jadi atas dasar perolehan jumlah suara bukan nomor urut. Kompetisi caleg akhirnya bukan hanya antar partai tetapi juga di internal partai sendiri.

Faktor lain yang ikut menentukan partisipasi masyarakat dalam pemilu adalah tingkat kepercayaan masyarakat kepada calon anggota Dewan. Apakah mereka tetap akan memperhatikan para konstituennya atau sebaliknya jika kelak duduk di parlemen. Data statistik pilkada diberbagai tempat selama ini menunjukkan angka golput cukup tinggi, sehingga dikhawatirkan pemilu 2009 kurang mendapatkan legitimasi rakyat.
Namun semua pihak sepakat bahwa pemilu adalah pintu gerbang dalam memperbaiki kesejahteraan rakyat. Walaupun cita-cita tersebut masih indah terdengar tetapi belum enak dilihat dalam realitas. Pentingnya pemilu, sampai-sampai Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun berani mengeluarkan fatwa bahwa golput haram.
Persoalan sekarang adalah bagaimana menjatuhkan pilihan politik kita kepada calon legislatif yang jumlahnya sangat banyak dengan program yang bagus-bagus. Dalam menentukan pilihan politiknya, masyarakat sekarang harus mulai mempertimbangkan secara cermat. Jika tidak maka dari pemilu ke pemilu nasib rakyat tidak akan berubah.
Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah bahwa dalam memilih caleg harus berkualitas. Berkualitas tidak hanya diukur dari apakah dia terkenal, apakah berpendidikan tinggi atau banyak uang, mungkin tetangga atau saudara. Tetapi harus memiliki sejumlah kriteria penilaian yang terukur agar kita tidak terjebak dengan janji manis caleg. Ujung-ujungnya nanti kita hanya bisa mengeluh ketika biaya hidup tinggi, ketika menghadapi masalah sosial.
TERINTEGRASI
Seorang caleg paling tidak ada tiga kriteria, yaitu memiliki integritas intelektual, sosial dan moral. Integritas intelektual dia memiliki kompetensi keilmuan dan wawasan. Kemampuan ini tidak hanya dibuktikan dengan selembar ijazah atau gelar yang berderet panjang di depan atau di belakang namanya. Karena banyak di negeri ini yang bergelar dan berijazah namun kualitas berfikirnya dipertanyakan.
Pendidikan tinggi memang membantu memiliki kematangan integritas intelektual. Indikatornya adalah kemampuannya dalam menulis konsep, berbicara dan mendengarkan. Kualitas intelektual caleg bisa dilihat ketika dia berpidato/kampanye, apakah bahasanya baik dan berbobot (pesan dan terstruktur), bisa menulis gagasan, mau mendengarkan keluhan warga dan mencari jalan keluarnya (problem solver).

Kebiasaan itu kelak akan menjadi wilayah kerja anggota Dewan. Karena tugas dan wewenang legislatif adalah membuat peraturan (legislasi), pengawasan (kontrol) dan menyusun anggaran (bageting). Bagaimana mungkin dia bisa bekerja sesuai tugasnya jika anggota Dewan tersebut tidak bisa menulis dan menyampaikan gagasan serta memperjuangkan aspirasi rakyat di gedung parlemen.
Rendahnya integritas intelektual legislatif ini berdampak pada output kebijakan pemerintah. Seperti kebijakan dan produk hukum yang tidak pro rakyat, banyak masalah publik yang terabaikan, anggaran yang tidak memihak kesejahteraan masyarakat. Padahal disisi lain, pihak eksekutif sudah terdidik dan terlatih dalam membuat kebijakan public. Sementara anggota Dewan setiap periode pasti ada wajah baru yang manggung, dengan kemampuan yang beragam.
Kriteria kedua adalah seorang caleg harus memiliki integritas social. Integritas ini untuk mengukur tingkat kepedulian caleg terhadap berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat. Kepedulian ini tidak bersifat instan, ketika ada kepentingan politik menjelang pemilu. Tetapi bisa dilihat kiprahnya di masyarakat, apakah sebelum dan sesudah menjadi caleg ada konsistensi perilaku kepedulian terhadap problem masyarakat?
Hal serupa bagi anggota Dewan yang manggung, apakah sebelum dan selama menjadi anggota Dewan tetap merakyat, memperjuangkan kepentingan umum atau tidak. Jika tidak, kesimpulannya dia bukan pejuang sejati tetapi seorang oportunis. Dengan kata lain, kita hanya sia-sia jika harus memilih kembali anggota Dewan atau caleg seperti itu.
Aspek lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah seorang caleg wajib memiliki intergritas moral. Persoalan moral erat kaitannya dengan pengamalan agama seseorang. Seperti halnya kriteria Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa harusnya variable yang terukur, bukan sekadar bukti fisik Kartu Tanda Penduduk bahwa dia warga negara yang beragama.
Moral bisa dilihat pengamalan agamanya dalam kehidupan sehari-hari di keluarga, masyarakat dan lingkungan kerjanya selama ini. Moral dalam kejujuran, keberanian membela yang benar, mengajak dan mengajarkan kebenaran, menegur dan mencegah kejahatan (amar ma’ruf nahi munkar). Dengan sikap ini kita yakin seorang caleg akan konsisten memperjuangkan kebenaran demi kesejahteraan masyarakat.
KUALITAS DEMOKRASI

Tiga dasar dalam memilih caleg tersebut (intelektual, social dan moral) merupakan upaya kita membangun demokrasi yang berkualitas di negeri ini. Atas tiga dasar kriteria itu kemungkinan kecil seorang caleg menjadi pejahat kerah putih (white color crime). Sebaliknya jika kita tidak punya dasar dalam memilih, caleg favorit kita justeru malah akan memperdayai kita.

Dengan landasan pemilihan tersebut maka penentuan caleg bisa jadi tidak berpaku pada darimana partainya, tetapi pilihannya lebih pada siapa calegnya. Beberapa kasus membuktikan mengaku dari partai bermoral tetapi kemudian dia paling rajin korupsi. Mengaku anggota Dewan pejuang rakyat tetapi kontrolnya kepada eksekutif atas dasar proyek atau amplop.

Ukuran demokrasi harus mulai digeser, tidak hanya pada aspek kuantitatif tetapi sudah mengarah kualitatif. Dulu seorang professor akan kalah suaranya dengan lima tukang becak dalam pemilu. Namun kini bisa terbalik, seorang professor bisa mempengaruhi lima tukang becak itu untuk memilih sesuai pilihan sang professor. Sang professor memilih caleg atas dasar kriteria tiga integritas : intelektual, social dan moral. Semoga! (*)