SELAMAT DATANG DI WEBLOG DENY ROCHMAN. MARI KITA BANGUN PERADABAN INI DENGAN CINTA DAMAI UNTUK MASA DEPAN LEBIH BAIK

Maret 01, 2022

Menguji Kurikulum Merdeka

Oleh: 
Deny Rochman

Pemerintah kembali menggulirkan kebijakan pendidikan nasional. Masa transisi pandemi ini menerbitkan kurikulum baru 2022 yang dikenal kurikulum prototipe. Secara resmi Mendikbudristek Nadiem Makarim meluncurkan Kurikulum 11 Februari 2022. Kebijakan baru kurikulum ini tentu direspon beragam oleh guru-guru. Selain kurikulum 2013 yang belum berjalan maksimal, juga timingnya dianggap kurang pas. Terlebih implementasi kurikulum merdeka ini berbarengan penerapan program Belajar Merdeka lainnya. Seperti kampus merdeka, guru dan sekolah penggerak dan lainnya. Tentu akan menambah energi extra guru-guru dalam mencerna sejumlah kebijakan Kemendikbudristek ini pasca mengalami fase learning loss.

Lahirnya kurikulum.prototipe menambah daftar panjang kebijakan serupa pada masa seblumnya. Sejarah mencatat, sedikitnya sudah 10 kali kurikulum silih berganti. Kurikulum pertama pada tahun 1947, dua tahun setelah Indonesia Merdeka. Rentang waktu pergantian kurikulum variatif. Ada yang 2, 4 tahun hingga 12 tahun berjarak. Mulai kurikulum 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994 (dan suplemen kurikulum 1999), 2004 (KBK), 2006 (KTSP) dan kurikulum 2013 (kurtilas). Pergantian kurikulum 2013 kepada kurikulum 2022 berjarak 9 tahun. Silih berganti kurikulum tentu pemerintah punya alasan kuat. 

Dinamika pergantian kurikulum tersebut merupakan konsekuensi logis dari teradinya perubahan sistempolitik, sosial budaya, ekonomi dan ilmu pengetahuan dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagaiseperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesua dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Ada juga alasan lain dilakukannya perubahan kurikulum adalah kurikulum sebelumnya dianggap memberatkan peserta didik. Terlalu banyak materi pelajaran yang harus dipelajari oleh peserta didik, sehingga malah membuatnya terbebani.

Lalu apa sih Kurikulum Merdeka itu. Sampai digadang-gadang sebagai kurikulum masa depan, pengganti kurtilas? Apa hubungannya dengan Pelajar Pancasila, dan perbedaan dengan nilai utama Penguatan Pendidikan Karakter pada Kurikulum 2013 ? 

KURIKULUM MERDEKA
Kurikulum Merdeka menjadi satu dari beberapa tema menarik didiskusikan. Terlebih ending kurikulum prototipe ini terwujud profil Pelajar Pancasila. Istilah baru lagi yang belum dikenal pada kurikulum sebelumnya. Untuk menyukseskan implementasi kurikulum masa Menteri Nadiem Anwar Makarim, pihak Kemendikbudrustek gencar menggelar sosialisasi, seminar, workshop dan sejenisnya. Banyak dilakukan melalui zoom meeting disiarkan live steaming channel youtube. Kemendukbud RI.

Seperti pada Kamis 17 Feb 2022, Kemendibud menggelar webiner bertajuk "Wujudkan Pelajar Pancasila melalui Kurikulum Merdeka". Hadir sebagai narasumber Zulfikri Anas, plt kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Badan Standar, Kurikulum dan Asesmen Pendidikan.  Narasumber lainnya adalah Stefani Anggia Puteri, guru SDN 006 Sekupang Batam, serta Joko Prasetyo, guru SMP Negeri 2 Temanggung Jawa Tengah.

Menurut Zulfikri Anas, dengan Kurikulum Merdeka guru bebas memilih format yang cocok, cara yang sesuai, materi esensilnya pun bisa memilih disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai. Bagi siswa, mereka bisa mengembangkan potensi dan bakatnya. Jika sebelumnya pola pembelajaran cenderung seragam, sama, baik cara mengajar, tugas, ujian sampai hasil evaluasi. Untuk bisa melakukan itu, guru harus mengenali siswanya sejak awal. Baik minta, bakat, kemampuan dan potensi lainnya. 

Lahirnya kurikulum prototipe (merdeka) diharapkan mampu menjawab permasalahan pendidikan. Mendikbudristek menyatakan bahwa Kurikulum Merdeka memiliki tiga keunggulan. Tiga keunggulan itu: (1) sederhana dan mendalam, yaitu fokus pada materi yang esensial dan pengembangan kompetesi peserta didik pada fasenya. Belajar menjadi lebih mendalam, bermakna, tidak terburu-buru, dan menyenangkan; (2) lebih merdeka. Pada konteks peserta didik: tidak ada program peminatan di SMA. Peserta didik memilih mata pelajaran sesuai dengan minat, bakat, dan aspirasinya. 

Pada konteks guru: guru mengajar sesuai dengan tahapan pencapaian dan perkembangan peserta didik. Pada konteks sekolah: sekolah memiliki wewenang untuk mengembangkan dan mengelola kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan karakteristik satuan Pendidikan dan peserta didik; (3) lebih relevan dan interaktif. Dalam artian pembelajaran melalui kegiatan proyek memberikan kesempatan lebih luas kepada peserta didik untuk secara aktif mengeksplorasi isu-isu aktual, misalnya isu lingkungan, kesehatan, dan lainnya untuk mendukung, pengembangan karakter kompetensi profil Pelajar Pancasila.

Kendati sudah diluncurkan, namun sekolah masih diberikan tiga opsi. Pertama, masih boleh menerapkan kurikulum 2013 secara penuh. Atau, menerapkan kurikulum darurat (masa pandemi) yaitu kurikulum 2013 yang disederhanakan. Atau, menerapkan Kurikulum Merdeka (prototipe). Pemilihan penerapan kurikulum disesuaikan dengan kesiapan setiap sekolah. Targetnya pada 2024 Kurikulum Merdeka bisa diterapkan di sekolah-sekolah secara nasional.

Kurikulum prototipe memiliki beberapa karakteristik utama : pertama, pembelajaran berbasis projek untuk pengembangan soft skills dan karakter (iman, taqwa, dan akhlak mulia; gotong 
royong; kebinekaan global; kemandirian; nalar kritis; kreativitas). Kedua, fokus pada materi esensial sehingga ada waktu cukup untuk pembelajaran yang mendalam bagi kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi. Ketiga, fleksibilitas bagi guru untuk melakukan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan murid (teach at the right level) dan melakukan penyesuaian dengan konteks dan muatan lokal.

Ending dari Kurikulum Merdeka adalah terwujudnya profil Pelajar Pancasila. Yaitu (1) Beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia; (2) Berkebinekaan global; (3) Bergotong royong; (4) Mandiri; (5) Bernalar kritis; dan (6) Kreatif. Enam karakter ini memiliki sedikit perbedaan pada nilai utama penguatan pendidikan karakter pada Kurikulum 2013. Yaitu (1) Religius; (2) integritas; 3. Mandiri; (4) Nasionalis; (5) Gotong Royong. 

TANTANGAN IMPLEMENTASI
Menguji Kurikulum Merdeka menjadi tantangan bagi kebijakan baru. Kendati terbitnya Kurikulum Merdeka, Kemdikbudristek hendak memberikan kebebasan dalam membangun iklim demokrasi di sekolah-sekolah. Bahkan  untuk mewujudkan diciptakan sebuah ekosistem dalam mencapai misi dan tujuan pendidikan. Ekosistem seperti dukungan guru dan kepala sekolah penggerak, melibatkan pengawas dibawah bimbingan tenaga ahli. Pemerintah Daerah pun diminta kesediaan dukungannya, baik materi maupun immateri.

Tantangannya pada implementasi kurikulum di level satuan pendidikan. Bagaimana guru dan kepala sekolah tunduk dan patuh pada paradigma kurikulum baru. Menurut Mendikbudristek Nadiem Makarim, kunci keberhasilan sebuah perubahan kurikulum adalah jika kepala sekolah dan guru-gurunya memilih untuk melakukan perubahan tersebut. 

Guru dan kepala sekolah dihadapkan pada tantangan serius dalam mendidik dan mengajar anak bangsa. Bagaimana menjalankan fungsi sekolah dalam melestarikan nilai dan norma di satu sisi. Namun di sisi lain sekolah harus mampu menyiapkan generasi yang siap berkompetisi di kancah global. Ada tantangan yang harus dijawab oleh guru-guru dalam mencetak generasi yang kompeten dan kompetitif di era revolusi industri 4.0.

Pada bagian lain, perkembangan teknologi internet membawa perubahan dunia pendidikan. Telah lahir "guru-guru baru" virtual. Repotnya banyak menampilkan tontonan yang tak bisa menjadi tuntunan. Di sinilah guru-guru harus dipaksa terus belajar, belajar dan belajar. Belajar beradaptasi dan selektif dengan perubahan yang ada. Termasuk perubahan regulasi dan paradigma pendidikan nasional. Seiring tuntutan dan kebutuhan jaman yang berbeda. Maka terus berbagi dan berkolaborasi menjadi keniscayaan. 

Masa pandemi tak jadi alasan guru stagnan. Namun guru-guru hebat bisa mencari peluang dalam menemukan model, pola, metode, strategi atau media pembelajaran. Jangan sampai terjadi learning loss menimpa siswa sehingga berdampak pada terhambatnya pencapaian generasi emas 2045. Jika guru pasif, statis, maka bisa jadi sebagus apapun kurikulum hanya indah di atas teks. Belajar dari nasib kurikulum-kurikulum sebelumnya.

Lahirnya Kurikulum Merdeka diharapkan bisa membuat guru-guru dan kepala sekolah tergerak. Bergerak maju bersama menciptakan ekosistem sekolah yang demokratis, memerdekakan belajar. Belajar menyenangkan, belajar yang menghargai ragam potensi peserta didik, dan belajar memperlakukan anak semua tanpa diskriminasi. 

Kurikulum Merdeka, selain menggerkan lini guru, dan kepala sekolah, juga menguatkan peran pengawas sekolah. Fungsi Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) SD, Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP, KKG, MGMP hingga peran komunitas perlu diberdayakan untuk berkolaborasi. Mari berubah bersama dengan open mindet agar kita bisa terus bergerak, berbagi dan berkolaborasi. Semoga.... (*)

*) Penulis adalah pegiat literasi. Analis Kurikulum dan Pembelajaran pada Dinas Pendidikan Kota Cirebon.

**) Tulisan pernah dimuat di koran Radar Cirebon, 1 Maret 2022.