SELAMAT DATANG DI WEBLOG DENY ROCHMAN. MARI KITA BANGUN PERADABAN INI DENGAN CINTA DAMAI UNTUK MASA DEPAN LEBIH BAIK

April 05, 2017

IMM BERPOLITIK TAKTIS ATAU PRAKTIS ?

Oleh: Deny Rochman

Ada kegalauan menerpa kaum muda Muhammadiyah. Khususnya kader-kader lulusan ortom Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Kegalauan itu bersifat massif, dari tingkat nasional hingga merembes ke daerah-daerah. Banyumas salah satunya. Daerah kota mendoan itu kader2nya pernah berkeluh kesah tentang melemahnya keperkasaan IMM. Pekerkasaan secara kolektif kolegial yang terkoneksi, bukan kekuatan individuasi, one man show.

"Banyak ruang kosong di negeri ini yang belum terisi oleh kader-kader Muhammadiyah. Kita harus solid untuk mengisi kekosongan itu. Anak muda harus berani nakal, yang penting dia tahu jalan pulang," tandas Immawan kader muda Muhammadiyah jebolan Stain Purwokerto ini. Ruang kosong yang dimaksud adalah posisi strategis dalam peta politik kekuasaan yang akan mempengaruhi kebijakan publik penguasa.

Efek ruang kosong tersebut sangat dirasakan oleh kader2 yang go publik. Yang berani move on dalam kiprahnya keluar dari rutinitas dan formalitas organisasi Muhammadiyah. Organisasi Islam modern ini dipenghujung abad 20 gregetnya mulai kendur. Lebih sibuk ngurusi amal usaha dan berbagai kegiatan keagamaan lainnya. Mereka yang nyaman di zona ini menyebutnya jalur gerakan kultural. Termasuk kader2 ikatan produk lama lbh memilih dijalur ini.

Sementara itu kader2 muda Muhammadiyah yang lahir dari rahim reformasi gerak langkahnya melesat seperti pembalap Valentino Rossi. Mereka anti status quo. Mereka memilih gerakan struktural sebagai jalur perjuangannya. Satu gerakan yang memiliki resiko dakwah yang tak kecil dalam menterjemahkan ideologi Muhammadiyah dalam beramar ma'ruf nahi munkar. Dijalur ini akan bersinggungan dengan politik kekuasaan walau tak mesti dengan kekerasan. Politic is war without blood sheeds and war is politics with blood sheeds.

Melemahnya kekuatan IMM secara kolektif sangat dirasakan oleh immawan Imam Arif Setiadi. Baik dalam dunia kerjanya maupun tempat lain dalam mengaktualisasikan talentanya. Menurutnya, secara personal boleh jadi kader2 ikatan hebat-hebat. Sayangnya kehebatan individuasi tersebut belum mampu terkoneksi satu dengan lainnya sehingga belum mengeluarkan energi dahsyat powerfull. Karir politik pria pribumi Banyumas ini di Komisi Pemilihan Umum, harus menyambat kekuatan lain. Hal sama dialami immawan Bangkit yang kini menjadi think tank partai politik di senayan. Partainya tak berafiliasi baik scr historis maupun realistis dengan Muhammadiyah.

Kehadiran Fokal IMM diharapkan bisa menjadi obat kuat mengembalikan keperkasaan gerak ikatan. Kekuatan politik yang pernah dilakukan dan dialami pada masa gejolak politik tahun 1960-an. Realitas politik kekinian mendorong sekelompok immawan dan immawati untuk menyatukan kembali serpihan idealisme dan potensi para alumni. Tahun 2015 pertemuan demi pertemuan dilakukan untuk pembentukan Fokal IMM secara nasional.

Fokal IMM Banyumas mencoba dirumuskan dan dibentuk pada acara temu alumni IMM hari Ahad 2 April 2017 di Red Chili Resto Purwokerto. Sebuah rumah makan terletak 1 km ke arah Baturaden dari kampus Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed). Banyak cerita nostalgia di acara yang dihadiri sekitar 100 orang dari lintas generasi. Ada cerita nostalgia, ada juga bincang serius bagaimana nasib IMM kedepan.

Saya pribadi bersama keluarga menyempatkan diri hadir acara langka ini. Kendati sebelumnya saya membatalkan tidak ikut serta karena harus hadir di acara Seminar Internasional dan Reuni Alumni Adelaide Australia. Di acara di Bandung itu saya didaulat menjadi panitia pubdok. Sayang, kabar sakit orangtua membuat kami harus memilih acara di Purwokerto. Sekalian untuk memberikan spirit bagi pendirian Fokal IMM.

Ada kisah pengurus jual kambing, susahnya cari dana kegiatan, tafsir gender yg keliru, sampe kisah motor tua milik immawati Isnawati Miladiyah, tidur keroyokan di sekretariat PC, hingga ribut ember merah yang bocor. Kisah yang mengerikan, masa reformasi ada kader yang harus membawa parang, golok dan tombak kemana pun pergi. Kehidupannya bergelandang dijalanan. Ini untuk mengamankan organisasi dari ancaman dan gangguan dari kekuatan politik lain masa awal gejolak politik reformasi. Saat itu rumah-rumah tokoh Muhammadiyah menjadi sasaran teror.

Keberadaan Fokal di tingkat daerah menjadi sangat penting di era desentralisasi otonomi daerah. Sejak kebijakan otda l
ahir awal tahun 2000-an banyak kebijakan lokal dikendalikan oleh pemerintah daerah. Setali tiga uang, beragam persoalan sosial, ekonomi dan politik silih berganti bermunculan tiada henti. Disinilah Fokal daerah seperti di Banyumas menjadi strategis peran dan fungsinya.

Fokal IMM dalam kiprahnya ke depan bukan tanpa tantangan dan hambatan. Tidak mudah menyatukan potensi para kader dan alumni yang sudah berserakan diberbeda tempat, profesi, beda pendapat dan pendapatan. Apalagi jika alumni tersebut menjadi korban kebijakan depolitisasi Islam.
Seperti penelitian Prof Dr H Abdul Munir Mulkhan dalam bukunya Runtuhnya Politik Santri. Banyaknya warga Muhammadiyah bekerja sebagai PNS mempengaruhi perilaku dan budaya politiknya. Mental birokrat kini melekat dalam jiwa warga Muhammadiyah. Gerakan struktural yang dipilih Fokal akan mjd pertimbangan tersendiri bagi alumni yang sudah terlanjur menjadi birokrat.

Nama Muhammadiyah yang masih melekat dalam Fokal akan memiliki dampak politik. Satu skat yang selama ini ikut membatasi ruang gerak kader2 muda dalam meneriakan ketidakadilan. Ketika bergerak, ada marwah Muhammadiyah yang membayangi gerakan. Disatu sisi Fokal punya sandaran, tetapi sisi lain akan mempengaruhi stabilitas dakwah Muhammadiyah dijalur kultural. Maka wajar jika Muhammadiyah untuk urusan politik selalu jaga jarak, "malu malu kucing". Jika pun ada tokoh Muhammadiyah berpolitik praktis maka secara organisatoris harus diistirahatkan dari Muhammadiyah.

Nah kini bagaimana Fokal IMM mampu memetakan dan mengarahkan kader dan alumni potensial menjadi kekuatan baru bagi Muhammadiyah, agama dan bangsa. Sebagai organisasi kader, Muhammadiyah tentu berharap banyak terhadap kontribusi IMM. Berharap lahirnya kader-kader intelektual, kader ulama, pengusaha termasuk kader politik. Fokal harus bisa mengurai potensi kader yang mengurus internal Muhammadiyah dan kader yang berkiprah dijalur struktural.

Pemilihan ini sangat penting. Muhammadiyah sebagai rumah besar IMM harus ada yang mengurus. Jika tidak, maka Muhammadiyah dan AUM akan dikendalikan oleh pihak-pihak lain yang tak menahami ideologi, manhaj dan spirit Muhammadiyah. Ini bisa fatal ! Sementara itu untuk memperkuat dakwah internal Muhammadiyah harus berpolitik taktis, bukan politik praktis. Merancang strategi agar kebijakan publik pemerintah bisa berpihak kepada umat Islam.

Berpolitik taktis lebih berorientasi jangka panjang, jangka umat. Sementara berpolitik praktis lebih cenderung berfikir jangka pendek, jangka dewek, jangka imah. Maka, pengisian ruang2 kosong harus diisi oleh kader2 politik IMM dalam lintas generasi. Kader yang mumpuni baik secara intelektual, emosional, spiritual maupuan fisik. Perlunya program khusus pembentukan kader petarung sebelum didorong ke dunia politik.

Pemetaan potensi dan kualitas kader diperlukan pembenahan proses kaderisasi. Output kaderisasi bisa terserap kebutuhan organisasi, baik kader intelektual, kader ulama, ekonomi maupun kader politik. Penempaan ini tidak hanya melalui tahapan pengkaderan formal (DAD, DAM, DAP, atau latihan instruktur dan sejenisnya) tapi juga proses pengkaderan nonformal dan informal. Perbanyak kajian ilmiah dan problem solving dalam beragam bentuk kegiatan sehingga kader IMM siap tempur di medan dakwah dalam segala lini kehidupan.

Perlunya pembenahan kaderisasi untuk melakukan penguatan ideologi Islam dan Muhammadiyah. Ideologi menjadi urgen dalam setiap gerakan, selain aspek organisasi, politik, strategi dan taktik. Kelima unsur itu harus saling melengkapi dalam perjuangan. Tanpa sinergis maka perjuangan akan berujung pada kegagalan. Karena berpolitik tanpa Ideologi adalah opportunisme. Berpolitik tanpa organisasi adalah ovonturisme. Berpolitik tanpa strategi dan taktik adalah ngawur dan nekat. Itu akan membahayakan bagi kepentingan perjuangan Fokal. Yuk berfastabiqul khoirot. (*)

*) Alumni IMM Komisariat Soedirman -Unsoed
Ketua PC IMM Banyumas 1997-1999