SELAMAT DATANG DI WEBLOG DENY ROCHMAN. MARI KITA BANGUN PERADABAN INI DENGAN CINTA DAMAI UNTUK MASA DEPAN LEBIH BAIK

September 15, 2025

INTUISI MENYEMPURNAKAN ILMU

Bagi sebagian banyak orang, keputusan kuliah S3 di usia tidak muda lagi bukan hal populis. Terlebih bagi mereka yang berprofesi bukan seorang akademisi atau dosen. Apalagi bagi seorang pegawai negeri, bukan kebutuhan mendesak. Terlebih gelar doktor, tak berpengaruh signifikan terhadap gaji atau karir jabatan.

"Kuliah S3 itu kebutuhan tersier bagi PNS. Ia bukan jalan bisa kaya. Tak berpengaruh pada karir jabatan. Negara pun tak membiayai. Sedangkan keluarga masih perlu biaya." Demikian kira-kira penjelasan dari seorang pejabat yang biasa menangani urusan tugas belajar PNS.

Dan asumsi atau pendapat itu barangkali banyak orang  setuju. Termasuk para abdi negara negeri ini. Itu juga yang menjadi pergulatan batin dan pikiran bagi PNS yang berniat melanjutkan pendidikan jenjang lebih tinggi. 

Mereka yang sudah berkeluarga, dengan anak-anak masih sekolah atau kuliah plus ada tanggungan cicilan pasti berfikir dua kali untuk kuliah. Kuliah buat apa? Ambil jurusan apa? Dananya dari mana? Pertanyaan mendasar yang wajib dijawab bagi mereka PNS yang kuliah program doktoral.

Bagi PNS struktural, untuk menduduki jabatan eselon, tak perlu S2 apalagi S3. Dengan pendidikan sarjana saja sudah cukup. Maka memaksakan kuliah S3 tanpa ada orientasi hidup ke depan dianggap hanya pemborosan anggaran. Tabungan yang ada sebaiknya untuk keperluan keluarga, termasuk kebutuhan pendidikan anak.

Jika tetap memilih mengasah otak di jenjang S3, lalu jurusan apa yang cocok? Bagi mereka PNS fungsional tentu pilihan jurusan harus linier dengan pendidikan sarjana atau magister. Karena itu akan memperkaya kompetensi. Selain mempermudah pengurusan surat tugas belajar dari pemerintah setempat.

Berbeda dengan PNS struktural. Tidak ada keharusan disiplin ilmu S3 linier dengan S1 dan S2. Kecuali jika yang bersangkutan berencana alih fungsi atau pasca pensiun menjadi dosen. Pertimbangan linierisasi disiplin ilmu itu wajib. Dengan catatan, yang bersangkutan sudah ngampus di perguruan tinggi, baik negeri (sebagai honorer) maupun kampus swasta.

Walaupun rencana alih fungsi menjadi dosen PNS tidak semudah yang dibayangkan. Konon sudah lama pemerintah membatasi alih fungsi dosen dari PNS pemda ke dosen PTN. Pihak kampus lebih memprioritaskan dosen-dosen muda dari CPNS.

BISIKAN INTUISI
Di tengah pergulatan pikiran dan batin, harus diambil keputusan berani. Keputusan untuk tetap bertahan memilih tidak ikut kuliah program doktoral, atau sebaliknya. Keputusan segera pada September 2025. Pasalnya masa kuliah tahun akademik 2025/2026 sudah mulai berjalan. Jika tidak akan merugikan pihak kampus dan diri sendiri. 

Secara rasional, tidak melanjutkan kuliah doktoral adalah sebuah pilihan tepat. Dengan segala pertimbangan akal yang diurai di atas. Namun entahlah, dorongan untuk studi S3 begitu kuat. Apakah ini yang dinamakan kekuatan alam di bawah sadar. Atau kekuatan intuisi, bisikan jiwa dan hati, walau rasionalitas menentang?

Memang ajakan kuliah di kampus pascasarjana UINSSNJ Cirebon bukan yang pertama. Sekitar tahun 2023 pernah diajak ngampus di Universitas Islam Negeri Siber Syekh Nurjati. Beliau yang mengajak adalah Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip Kota Cirebon Drs H Jaja Sulaeman, M.Pd. Target mantan kadisdik ini ingin alih fungsi ke dosen PTN. Namun ajakan itu kurang menarik. Ajakan serupa dari dosen Fakultas Syariah saat mendampingi mahasiswa KKN di kelurahan Kesepuhan, mengajak kuliah S3 Hukum Keluarga Islam. 

Jurusan S3 di sana dianggap tak linier dengan jurusan S1 dan S2 saya. Sehingga memilih slow respon terhadap tawaran itu. S1 saya Sosiologi di Fisip Unsoed Purwokerto. Sementara S2 mengambil Psikologi Pendidikan di kampus IAIN Cirebon (kini UINSSNJ). Di kampus UIN sekarang belum ada S3 psikologi pendidikan apalagi sosiologi. Yang ada S3 PAI, S3 Ekonomi Syariah dan S3 Hukum Keluarga Islam.

Posisi jabatan saya kini sebagai lurah sejak 2023 menambah ketidaktertarikan kuliah lanjutan. Saya bukan guru, bukan dosen, bukan pengamat, rasanya keinginan kuliah S3 dianggap berlebihan. 

Namun seiring berjalanan waktu, keinginan kuliah S3 kembali muncul. Ini gara-gara Kementerian Hukum, ini dipicu sama PGRI. Ini dipacu mantan siswa sekolah saat di mengajar di SMP. Pada Agustus 2025, Kemenkum menyematkan gelar non akademik kepada saya sebagai lurah. Gelar NL.P, non ligitasi peacmaker. Gelar yang bisa disisipkan dibelakang nama. Gelar diberikan bagi lurah yang berhasil mengimplementasikan Pos Bantuan Hukum (Posbankum) di wilayahnya.

Sejak Juni 2025 program Kementerian Hukum digelar, saya lolos seleksi mewakili kota Cirebon ke tingkat nasional. Selain gelar NL.P, yang juga menerima Peacemaker Justice  Award (PJA) pada awal September 2025 di Jakarta. Penerimaan gelar menambah beban moral dan tanggung jawab intelektual. Saya bukan sarjana hukum, tetapi harus menangani masalah hukum warga.

PGRI juga termasuk pihak yang ikut kembali mengusik keinginan S3. Tanpa terencana, pasca muscab PGRI saya diamanahi sebagai ketua bidang advokasi dan penegakan kode etik guru. Lagi-lagi ini memerlukan kompetensi ilmu hukum. 

Tak lama berselang, mantan siswa dilantik sebagai advokat di Bandung. Ia mengantongi kompetensi hukum pasca lulus kuliah sarjana hukum. Padahal basic pendidikannya adalah sarjana teknik kampus Solo. Ia mengaku, sebagai praktisi harus multi talen kompetensi. Yah kini ia selain menjadi konsultan teknik, advokat, juga pengusaha. Diluar itu sebagai ketua perhimpunan pengusaha dan sekjen partai. Untuk menjadi advokat, ternyata tak selalu ijazah sarjana hukum. Yang penting punya pendidikan ilmu hukum, apakah di S1, S2 dan S3. 

Jurusan S3 Hukum Keluarga di kampus pasca saya dulu mulai dilirik. Dengan bekal doktor hukum keluarga, harapannya bisa alih fungsi jadi dosen. Syukur-syukur dosen PTN, minimal dosen yayasan pemilik NIDN (nomer induk dosen nasional). Pilihan lainnya mengadu keberuntungan menjadi lawyer/advokat. Latarbrlakang saya pernah di jurnalis diharapkan bisa menguatkan profesi baru kelak jika sudah pensiun. Walau untuk ke sampai titik sukses itu kelihatannya tak memudahkan membalikan telapak tangan.

Terkesan, jenjang pendidikan saya tidak linier. Sarjana Sosiologi (S.Sos), lalu Psikologi Pendidikan (M.Pd.I) kemudian S3 Hukum Keluarga (Dr). Linier dari persepktif kebijakan Kemendikti. Namun jenjang akademik itu satu sama lainnya masih ada kaitan yaitu kajiannya tentang manusia. Dalam sosiologi manusia sebagai interaksi individu dengan masyarakat. Psikologi pendidikan membahas perilaku manusia pembelajar, termasuk lembaga pendidikan keluarga. 

Sementara Hukum Keluarga masih mengatur seputar kehidupan keluarga dalam persepktif norma, aturan. Aturan ahli waris, perceraian, pernikahan, hak asuh anak. Kuliah S3 Hukum Keluarga dianggap sebagai penyempurna ilmu tentang manusia, tentang masyarakat berikut sikap, perilaku dan interaksinya. Baik dari perspektif sosiologi, psikologi pendidikan dan ilmu hukum keluarga.

Di tengah pergulatan batin dan pikiran itu langka untuk kuliah S3 Hukum Keluarga mencoba dimantapkan. Alasannya : (1)  tak ada yang sia-sia ilmu yang kita tuntut. Jika pun tak bisa menjadi profesi formal, namun bisa diimplementasikan di tengah masyarakat; (2) beasiswa kuliah sudah disiapkan sama gusti Allah. Jika tidak kuliah maka beasiswa itu tidak akan cair; (3) pilihan kampus UIN karena identitas kampus ini adalah Islam. Islam itu labelisasi gusti Allah. Maka bicara ilmu manusia, masyarakat, maka Sang Pencipta yang paling tahu seluk beluk manusia.

Point (4) biaya terjangkau, waktu kuliah fleksibel, jarak dekat, dosen-dosen banyak kenal menjadi alasan memilih kampus pascasarjana doktoral ini. Tinggal kini bagaimana memantapkan hati, untuk tidak berpaling ke lain hati, kampus lain. Menjalani tahap demi tahap proses perkuliahan program doktoral Hukum Keluarga yang sudah memasuki pekan ketiga bulan September 2025. Tantangannya bagaimana mengatur anggaran antara studi dan biaya keluarga. Kemampuan berfikir tak muda lagi. Mengatur waktu di tengah kesibukan kerja. Bismillah.... (*)

Pronggol, 16 Sepetember 2025



Agustus 10, 2025

CIVIL SOCIETY DAN TANTANGAN PEACEMAKER

Oleh :
Deny Rochman

Jagat media sosial lagi viral gerakan massa warga Kab. Pati Jawa Tengah. Mereka mengancam melakukan unjuk rasa besar-besaran. Protes terhadap sikap dan kebijakan Bupati Pati Sudewo. Kendati kenaikan PBB (Pajak Bumi Bangunan) dibatalkan, namun toh massa tetap akan menggruduk pemkab setempat Agustus ini. 

Gerakan protes warga kepada pemerintah adalah satu dari banyak kasus yang terjadi di Indonesia. Sikap protes terhadap sesuatu yang dianggap melanggar, tidak adil, merugikan dan sebagainya. Hampir tiga dekade ini intensitas kasus berujung hukum di Indonesia kian meningkat, bahkan cenderung menjadi lumrah. Kasus yang melibatkan warga dengan pemerintah, warga dengan pengusaha, warga dengan organisasi/institusi bahkan konflik antarwarga.

Ujaran kebencian, perbuatan tidak menyenangkan, pencemaran nama baik, penistaan, kekerasan, pelecehan. atau perbuatan ikut serta merupakan pasal-pasal yang sering melilit kasus warga. Pasal-pasal tersebut dijadikan perangkap kepada orang-orang yang tidak disukai.

Di tingkat desa dan kelurahan, misalnya, ada warga melaporkan saudaranya ke polisi gara-gara pesan Whatsapp. Tersiar kabar suaminya mengirim uang kepada perempuan lain yang diduga selingkuhannya. Ada juga sesama teman melaporkan ke polisi karena data Hp hilang saat dipinjamnya. Kasus lain, ribut dengan isteri namun suaminya menyerang di media sosial kepada orang dimana isterinya bekerja. Dan banyak kasus di akar rumput yang berujung pada pengaduan masyarakat.

Realitas sosial masyarakat Indonesia masa kini bisa menjadi catatan bagi para kepala desa dan lurah. Mengapa? Keduanya jabatan strategis di tingkat grass rote. Langsung berhadapan dengan masyarakat. Kades dan lurah sedikit banyak akan berpengaruh pada tinggi rendahnya kasus warga sampe ke meja hijau.

Kebangkitan Civil Society
Maraknya masalah masyarakat ke ranah hukum dirasakan sejak reformasi bergulir. Setiap orang merasa bebas mau ngomong dan berbuat apa kepada siapa atas nama demokrasi. Seiring dengan kebebasan HAM orang begitu mudah protes, mengkritik bahkan melawan. Memperkarakan sesuatu yang dilihat, bahkan hanya baru didengar. Potret sosial itu diperburuk dengan kehadiran media sosial.

Sudah begitu banyak tercatat kasus yang mejeng di media sosial berujung laporan ke kepolisian. Tidak hanya kalangan warga biasa, mereka orang-orang atas tak luput dari masalah hukum. Bedanya dari sisi akses hukum, orang-orang berduit cenderung bisa menyesaikan masalah lebih lambat bahkan bisa happy ending. Sementara mereka kaum dhuafa harus membayar mahal menjadi penghuni hotel prodeo.

Sikap kritis, protes bahkan melawan terhadap ketidakadilan seolah bagian dari indikator gerakan massa kebangkitan civil society. Civil society adalah semua elemen masyarakat yang bukan bagian dari pemerintah (negara) maupun sektor bisnis (pasar), tetapi aktif terlibat dalam kehidupan sosial dan politik. Berpartisipasi dalam kehidupan publik dan berupaya mempengaruhi kebijakan serta proses demokrasi. 

Hadirnya kekuatan masyarakat sipil diyakini sebagai petanda baik era demokratisasi. Dianggap sebagai penyeimbang kekuasaan negara (pemerintah). Berbagai kebijakan yang tidak populis ikut dikoreksi oleh civil society. Gerak negara pun dikontrol oleh para kelompok kepentingan harapannya agar berjalan untuk kepentingan publik. Kelompok-kelompok ini tumbuh subur di Indonesia dengan beragam nama, bentuk dan model organisasi. Seiring dibukanya kebebasan berpendapat dan berserikat secara konstitusi.

Idealnya, kelompok civil society memiliki ciri (i) otonom, (ii) aksi kolektif, (iii) tidak berpretensi merebut kekuasaan, dan (iv) tunduk pada aturan main. Civil society seharunya memiliki fungsi (1) Protective function; (2) Mediative function; (3) Socializing function; (4) Integrative function; dan (5) Communicative function.

Sayangnya secara empiris, masih ada diantara mereka yang berada di garis kekuatan sipil terjebak pada pusaran  "kepentingan politik" jangka pendek. Belum maksimal memainkan peran dan fungsinya sebagai elemen civil society. Peran dalam membangun kesadaran politik dan kesadaran hukum warga. Kecendrungan yang ada memposisikan sebagai kelompok penekan (pressure group) terhadap negara. Sehingga konsolidasi demokrasi terhambat, proses pembangunan melambat.

Peran Peacemaker
Euforia kebebasan masyarakat yang berujung pada masalah hukum ditengarai karena ketiadaan keseimbangan kesadaran: kesadaran politik dan kesadaran hukum. Padahal kesadaran dibangun melalui fase panjang. Mulai dari pengetahuan, pemahaman, sikap dan pola perilaku terhadap politik demokorasi dan hukum.

Keseimbangan ini sangat diperlukan. Mantan Ketua Makamah Konstitusi Prof Dr Mahmud MD menyatakan, demokrasi tanpa hukum adalah anarki. Sedangkan hukum tanpa demokrasi menyebabkan kesewenang-wenangan. Hukum yang dibuat tanpa memperhatikan demokrasi dan aspirasi bisa mengakibatkan kesewenang-wenangan. Jika demokrasi dan hukum tak dibangun bersamaan maka sulit mencapai Indonesia Emas.

Nah, peran kepala desa dan lurah sebagai peacemaker (juru damai) di tingkat akar rumput menjadi penting dan strategis. Peran dalam membangun keseimbangan kesadaran politik dan hukum. Kepala desa sebagai jabatan politik memiliki kedekatan emosional dengan warganya. Relatif mudah dalam melakukan pendidikan politik warganya. Kini kades punya peran sebagai peacemaker mempertebal perannya dalam membangun kesadaran hukum masyarakatnya.

Kades dan lurah di Indonesia secara perlahan namun pasti memiliki tugas tambahan sebagai juru damai. Sebuah gelar NLP (Non Ligitasi Peacemaker) yang diberikan oleh Kementerian Hukum Republik Indonesia. Melalui Pos Bantuan Hukum (Posbankum) yang dibentuk, kepala desa dan lurah bersama pengurus membangun kesadaran hukum di wilayahnya. 

Posbankum bagian yang tidak terpisahkan dalam membangun civil society di Indonesia. Membuka akses hukum bagi warganya, khususnya kalangan menengah ke bawah. Selama ini sering mengalami keterbatasan. Keterbatasan pengetahuan, pemahaman, sikap dan perilaku serta akses hukum. Kehadiran Posbankum akan memberikan pelayanan hukum seperti mediasi, edukasi dan pendampingan. (*)

*) Penulis adalah Lurah Kesepuhan Kota Cirebon. Calon Penerima Penghargaan Peacmaker Justice Award 2025 Kemenkum RI.

Radar Cirebon, Kamis 14 Agustus 2025

Agustus 06, 2025

KETIKA LURAH JADI JURU DAMAI


Oleh:

Deny Rochman, S.Sos., M.Pd.I

Lurah jadi juru damai ? Yah, pada tahun 2025 ini Kementerian Hukum Republik Indonesia kembali melatih para lurah dan kepala desa se-Indonesia. Mereka dilatih sebagai juru damai (peacemaker) di wilayahnya masing-masing dalam program Peacemaker Justice Award (PJA) 2025. Sebelumnya program serupa pernah dilaksanakan secara nasional.

Puncak acara akan dilaksanakan di Jakarta pada 1-4 September 2025. Sekaligus ajang audisi pemilihan calon kades atau lurah penerima anugrah PJA tahun ini. Terpilih 130 kades dan lurah dari 1.380 peserta se- Indonesia yang akan mengikuti acara pada awal September nanti. Dari 130 peserta akan dipilih 10 kades lurah dan terakhir dipilih 3 finalis terbaik peraih PJA 2025.

Dari 130 kades lurah yang terpilih mengikuti seleksi nasional September nanti, delapan diantaranya dari kades lurah se- Jawa Barat. Satu di dalamnya adalah Deny Rochman, Lurah Kesepuhan Kec. Lemahwungkuk Kota Cirebon. Lurah Deny mewakili kota Cirebon, dari empat rekan lurahnya lainnya tereliminasi tahap kedua pasca mengikuti akademik peacemaker (pre test, post test, training, dan aktualisasi).

Sebelumnya, Pemerintah Kota Cirebon melalui Sekretaris Daerah DR H Agus Mulyadi, M.Si mengeluarkan Surat Perintah Tugas  No. 400.10.2/34/PEM/2025 pada 20 Maret 2025 kepada 10 lurah. Mereka untuk mengikuti Peacemaker Training Paralegal yang sudah dibuka pendaftarannya 24 Januari - 27 Maret 2025. Dari 10 lurah yang lolos seleksi administrasi sebanyak 4 orang lurah untuk mengikuti peacemaker training selama tiga hari.

JURU DAMAI WARGA
Peacemaker Justice Award 2025 merupakan program tahunan Kementerian Hukum bersama Makamah Agung. Program ini juga didukung oleh Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal. Nama PJA sebelumnya adalah Paralegal Justice Award. Tujuannya memberikan penguatan kepada Kepala Desa/Lurah dalam membantu menyelesaikan permasalahan hukum masyarakat di wilayahnya.

Peserta Peacemaker Training 2025 dilaksanakan secara daring melalui zoom meeting diikuti sebanyak 1.380 kades lurah. Ini hasil seleksi Panitia Seleksi Daerah Kabupaten/Kota dan Panitia Seleksi Nasional dari 2.173 pendaftar di 304 Kabupaten/Kota di Indonesia.

Pelaksanaan training dilakukan pada dua tahap. Peserta tergabung dalam kelas A - J pada tanggal 3-5 Juni 2025 (semula 20-22 Mei). Lurah lurah dari Kota Cirebon pada tahap pertama bertempat di Lab Komputer BKPSDM Kota Cirebon. Sedangkan untuk kelas K-T dilaksanakan pada tanggal 11-12 Juni 2025 (26-28 Mei). Durasi training dari pukul 08.00-17.00 WIB.


Selama training peserta menyimak paparan dan diskusi materi dari para narasumber Kementerian Hukum, Makamah Agung dan Kementrian Desa. Mulai materi hukum secara teoritis hingga hal praktis dan teknis dalam mediasi dan komunikasi. Seperti Pengatar Negara Hukum dan Pancasila, Pengantar Hukum Pidana dan Perdata, Hukum Administrasi Negara, Metode, Teknik dan Solusi Menyelesaikan Sengketa. Materi lainnya pembentukan dan penguatan Pos Bantuan Hukum (Posbankum) tingkat kelurahan dan desa.

Tahap pembuktian lurah kades sebagai calon peacemaker berada pada fase aktualisasi. Penerapan keilmuan usai mengikuti peacemaker akademi. Rentang waktu aktualisasi 14 Juni hingga 11 Juli 2025 di wilayah kerjanya masing-masing. Kades lurah secara real melakukan penyelesaian sengketa warga. Fokusnya pada penyelesain tindak pidana ringan (tipiring). Selama fase aktualisasi, disiapkan media mediasi berikut komponen pendukung lainnya.


Pada 29 Juli 2025 Kementerian Hukum RI melalui Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) mengumumkan para kades lurah penerima gelar NLP (Non Litigation Peacemaker). Gelar ini bisa disematkan dibelakang nama kades lurah yang dinyatakan lulus. Mereka yang lulus 802 kades lurah se- Indonesia dari jumlah 1.380 kades lurah peserta PJA tahun 2025.

Dari 802 kades lurah penerima gelar NLP, panitia memanggil 130 kades lurah ke Jakarta. Mereka sebagai nominasi penerima anugerah Peacemaker Justice Award 2025. Dari jumlah itu akan diseleksi 10 orang dan berakhir pada 3 finalis utama. Rangkaian audisi final berlokasi di dua tempat: di kantor BPSDM Hukum Kementerian Hukum Depok dan Graha Pengayoman Kementerian Hukum Jakarta.

Program Kemenkum RI ini bagian dari apresiasi kerja kades dan lurah di wilayahnya. Kerja dan tanggung jawab dalam menangani penyelesaian masalah hukum warganya. Penyelesaian hukum yang lebih humanis, cepat dan hemat dalam upaya menjaga kerukunan, guyub dan terciptanya keteraturan dan stabilitas sosial. Sehingga pembagunan nasional di tingkat desa dan kelurahan berjalan dengan baik. Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Secara administratif, kades dan lurah memiliki perbedaan signifikan dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya di wilayahnya masing-masing. Namun secara sosiologis, keduanya sama-sama melayani masyarakat dengan beragam karakter dan permasalahan yang ada. Baik masalah sosial, ekonomi, kesehatan hingga hukum. Kehadiran Posbankum di tingkat desa dan kelurahan bagian dari upaya membangun kesadaran hukum demi terciptanya keterbitan sosial. (*)

*) Penulis adalah Lurah Kesepuhan Kota Cirebon Jawa Barat. Calon Penerima Gelar Non Ligitation Peacemaker (NLP) dan Anugerah Peacemaker Justice Award 2025 Kemenkum RI.




Juli 26, 2025

MERANCANG STUDY TOUR SEKOLAH

Oleh:
Deny Rochman, S.Sos., M.Pd.I *)

Wali Kota Cirebon Effendi Edo mengeluarkan pernyataan yang mengejutkan, 24 Juli 2025 lalu. Kepada awak media, Wali Kota menyatakan, kegiatan study tour sekolah boleh dilakukan, termasuk jika tujuannya ke luar daerah. Namun politisi Partai Golkar ini mengingatkan bahwa studi tour tidak boleh dilakukan sembarangan. Harus dirancang dengan baik agar memberikan manfaat bagi siswa.

Pernyataan orang nomor satu di Kota Cirebon ini sontak menarik perhatian publik. Khususnya insan dunia pendidikan, termasuk di dalamnya orang tua siswa. Di tengah kontroversi pelarangan kegiatan study tour sekolah. Menyusul kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM) yang melarang kegiatan study tour sekolah melalui Surat Edaran Nomor 45/PK.03.03/KESRA tentang 9 Langkah Pembangunan Pendidikan Jawa Barat Menuju Terwujudnya Gapura Panca Waluya.

SE yang diterbitkan pada 6 Mei 2025 tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap sektor pariwisata dan kegiatan ekonomi lainnya. Sekolah-sekolah pun memilih tidak melaksanakan. Sekolah yang nekad, kepala sekolahnya terancam dikenai sanksi. Walau pun pihak sekolah berdalih bahwa study tour bagian dari pendekatan pembelajaran para siswanya. Namun munculnya keluhan biaya dari orang tua dan dipicu adanya kecelakaan bus pariwisata study tour, membuat kegiatan pembelajaran ini dipersoalkan.

RELEVANSI STUDY TOUR
Wali Kota Cirebon berpandangan, studi tour seharusnya menjadi bagian dari proses pembelajaran di luar kelas. Oleh karena itu, perlu ada panduan atau rambu-rambu yang jelas dalam pelaksanaannya. Kegiatan belajar di luar sekolah tersebut bisa menjadi sarana bagi siswa untuk mengenal dunia luar dan mendapatkan pengalaman baru yang tidak mereka temukan di ruang kelas. Dampak lainnya, kegiatan semacam ini dapat mendorong peningkatan kunjungan ke suatu daerah, termasuk ke Kota Cirebon.

Yah, di dalam dunia pendidikan, study tour atau karya wista adalah salah satu pendekatan dalam pembelajaran. Secara konseptual, melalui pembelajaran luar kelas, peserta didik dapat memperoleh pengalaman belajar yang bermakna, menarik, menyenangkan dan memperkaya pemahaman mereka terhadap materi pembelajaran. Menghubungkan teori di ruang kelas dan mengaitkan materi pembelajaran di kelas dengan situasi nyata. Sehingga mereka dapat memahami relevansi dan aplikasi dari konsep yang dipelajari.

Dalam perspektif kurikulum nasional, pembelajaran melalui study tour memiliki relevansi dengan konsep deep learning. Kurikulum Deep Learning adalah program pembelajaran yang dirancang untuk meningkatkan pemahaman siswa dengan berpikir kritis, eksplorasi, dan partisipasi aktif. Kurikulum ini mengintegrasikan tiga elemen utama yang dikembangkan agar siswa dapat menguasai pengetahuan, sekaligus mendapatkan pengalaman lebih bermakna.

Kurikulum masa Mendikmen Abdul Mu'ti ini adalah program pembelajaran yang diatur untuk meningkatkan pemahaman siswa melalui tiga aspek utama, yaitu Mindful Learning, Meaningful Learning, dan Joyfull Learning. 

Mindful learning, menekankan pada kesadaran siswa terhadap proses belajar. Meaningful, mendorong siswa untuk melihat relevansi materi pelajaran dengan kehidupan nyata, membuat pembelajaran menjadi lebih menarik dan relevan. Joyful Learning adalah pembelajaran yang menyenangkan, menciptakan lingkungan belajar yang positif dan memotivasi siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran. 

MENYUSUN AKSI
Bagaimana merancang kegiatan study tour dalam pembelajaran siswa? Ini menjadi tantangan tersendiri bagi sekolah. Tantangan kepala sekolah dan guru-gurunya dalam menyusun konsep pembelajaran di dalam kelas dan penerapan pembelajaran di luar kelas, kunjungan ke luar kota. Termasuk menyiapkan perencanaan teknis masalah anggaran, lokasi tujuan, serta transportasi dan akomodasi selama kegiatan.

Pengalaman penulis sebagai guru dan panitia study tour sekolah ada beberapa hal yang perlu disiapkan dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran di luar kota. Tahapan kegiatan itu meliputi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

Perencanaan meliputi penentuan lokasi tujuan, relevansinya dengan konsep dan teori mata pelajaran di kelas. Transportasi dan akomodasi yang aman, nyaman, sehat dan selamat. Besaran anggaran, yang tidak membebankan orang tua siswa. Dan, penugasan bagi siswa yang tidak bisa mengikuti kegiatan study tour dengan beragam alasan, seperti ada kegiatan penting lain, sakit, atau tidak mampu. Serta perijinan dengan pihak terkait. 

Perencanaan tersebut musyawarahkan bersama komite sekolah dan orang tua, kemudian disosialisasikan kepada seluruh siswa. Musyawarah orang tua rencana study tour dilakukan pada awal tahun ajaran baru. Jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan, yang biasanya study tour dilaksanakan pada akhir tahun semester. Bisa semester ganjil (Nopember-Desember) atau genap (Juni-Juli). 

Tenggang waktu lama untuk mempersiapkan kesiapan dana orang tua (bisa sistem menabung), penentuan lokasi studi, penginapan, biro travel dan menyiapkan Lembar Kerja Siswa (LKS) study tour. LKS relevansinya dengan teori dan konsep dalam mata pelajaran interdisiplin yang dipelajari siswa di ruang kelas. 

Besaran dana kegiatan sinau wisata ini sebaiknya pembelajaran di luar kota dilakukan sekali selama siswa sekolah tersebut. Misal sekolah pada jenjang SMP dipetakan pada kelas 7 (satu) ada kegiatan kemah perjusami, kelas 8 (dua) study tour dan kelas 9 (tiga) pentas seni, bazar dan ujian praktek. Semua kegiatan itu berpotensi membutuhkan anggaran tidak kecil. 

Kebutuhan anggaran ini bisa disosialisasikan diawal tahun pelajaran, sehingga ada kesiapan cukup lama orang tua untuk membayar. Bagi mereka yang tidak mampu diperlukan kebijakan khusus pihak sekolah.

Lokasi tujuan disesuaikan dengan kemampuan anggaran yang ada. Tidak harus ke daerah yang jauh dari sekolah asal. Sebaiknya tempat kunjungan lebih variatif agar siswa lebih maksimal dalam menerapkan keilmuannya lintas mapel. Pemilihan lokasi studi dikorelasikan dengan materi mata pelajaran siswa. Maka keberadaan buku panduan dan LKS wajib ada. LKS membuat penugasan siswa ketika di lapangan terkait teori inter displiner ilmu yang mereka pelajari. 

Kunjungan ke Yogyakarta misalnya, maka aspek yang diobservasi dan dianalisis lintas mata pelajaran. Di kota gudeg ini ada banyak lokasi kunjungan seperti keraton, pantai, gunung, pasar, kampus/sekolah, museum, sentra-sentra dan banyak lagi. Observasi atau survai bisa dengan pendekatan pelajaran IPS (ekonomi, sosiologi, sejarah, geografi), pelajaran IPA (fisika, biologi), pelajaran seni budaya dan lainnya.

Sisi penting lainnya adalah pemilihan biro wisata yang profesional, kelaikan bus oleh pihak Dinas Perhubungan, dan rekomendasi kegiatan oleh Dinas Pendidikan setempat. Bahkan idealnya disusun panduan ketentuan teknis pelaksanaan kegiatan study tour dengan memperhatikan kemampuan anggaran, konseptual study, keamanan, kenyamanan dan keselamatan.

Tahap pelaksanaan, siswa dibuat perkelompok dibawah pengawasan dan bimbingan guru. Panitia sekolah harus membuat tata tertib selama kegiatan. Dan selalu membangun komunikasi dengan siswa dan orang tua. Di akhir kunjungan, panitia membuka ruang komunikasi sebagai bahan evaluasi kegiatan. Misal dari fasilitas kendaraan, lokasi kunjungan, penginapan, makanan dan lainnya dibuat melalui instrumen polling.

Sebagai salah satu pendekatan, pembelajaran berbasis study tour masih relevan. Perlu kesiapan matang dari pihak sekolah agar bisa dikelola dengan baik dan benar.  Apabila tidak siap, pihak sekolah jangan memaksakan hendak mengadakan study tour. Implementasi ilmu bisa menggunakan pendekatan, metode dan model lain untuk mencapai tujuan pembelajaran. Apabila kemudian ada sekolah lalai dalam pelaksanaannya, bisa diberikan sanksi oleh pihak berwenang agar ke depan tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. (*)

*) Penulis adalah Pengurus PGRI Kota Cirebon.

Juni 30, 2025

SETARA DAN SPIRIT KOLABORASI 598


Oleh:
DENY ROCHMAN
Lurah Kesepuhan

Kota Cirebon bertambah usia. Pada 27 Juni 2025 kemarin memasuki usia 598 tahun. Bertepatan dengan tahun hijriyah, tahun baru Islam 1 Muharram 1447. Seabreg kegiatan dikemas dan dilaksanakan dalam dua bulan. Ada kegiatan rutin ritual dan seremonial tahunan. Ada juga yang bersifat pembaruan, inovasi. Hari Jadi Cirebon 598 harus lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Demikian harapan Wali Kota Cirebon Effendi Edo dalam berbagai kesempatan menyampaikan.

Hari Jadi Cirebon pada tahun ini memang menyimpan perbedaan dari tahun-tahun sebelumnya. Baik perbedaan historis, tahun, kegiatan, maupun visi misi kota Cirebon. Pada tahun ini usia Cirebon menginjak 598 tahun. Yah, usia Cirebon, bukan usia Kota Cirebon. Hal ini jarang dipahami oleh banyak orang. Usia Cirebon merujuk pada tahun hijriyah. Sementara usia kota mengacu pada tahun masehi. 
Koreksi Sejarah
Usia Cirebon dalam perspektif hijriyah jauh lebih tua. Terkoreksi, tahun berdiri Cirebon pada 1 Muharram 849 atau tahun masehi 1445. Sedangkan usia Pemerintahan Kota Cirebon mulai terbentuk pada tahun 1950-an. Seiring pemisahan administrasi kewilayahan dengan Pemerintahan Kabupaten Cirebon. 

Perubahan usia Hari Jadi Cirebon setahun lalu. Setelah DPRD Kota Cirebon mengesahkan Perda tentang Hari Jadi Kota Cirebon pada bulan Desember 2023. Berdasarkan kajian serius para sejarawan dan budayawan dibawah koordinasi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Cirebon. Jika pada tahun 2023 usia Cirebon 654 karena mengacu pada tahun hijriyah 791. Kini mulai peringatan tahun ini Hari Jadi Cirebon usianya 598 tahun, merujuk usia berdirinya 849 hijriyah.
Tercatat, sumber kajian dari perubahan usia Kota Cirebon ini dari berbagai naskah yang menceritakan Padukuhan Cirebon. Salah satunya dari naskah Purwaka Carita Caruban Nagari yang di tulis oleh Pangeran Arya Cirebon di tahun 1720.

Setelah dilakukan kajian selama tiga bulan, maka disepakati Padukuhan Cirebon yang didirikan oleh Pangeran Cakrabuana jatuh pada 1 muharam tahun 849 hijriah. Bukan pada tahun pada tahun 791 hijriah, yang selama ini menjadi patokan dalam penetapan usia Kota Cirebon. 
Sinergi dan Kolaborasi
Memasuki era baru tahun kedua hari jadi, kota Cirebon mengusung tema Cirebon Mayungi lan Nyumponi, dengan tagline Cirebon Idola. Pemilihan tema dan tagline tersebut tentu bukan tanpa makna. Wali Kota Cirebon Effendi Edo, dalam sambutan upacara Hari Jadi Cirebon ke-598 di alun-alun Kejaksan 27 Juni 2025 menjelaskan secara rinci maknanya.

Menurutnya tema peringatan hari jadi mencerminkan jiwa dan napas Cirebon yang sesungguhnya. Mayungi berarti menaungi—melindungi, meneduhkan, dan merangkul. Sedangkan nyumponi berarti memenuhi—menjawab harapan, menyempurnakan kekurangan, dan memberikan pelayanan sepenuh jiwa.
Dua kata itu, bila direnungkan lebih dalam, sesungguhnya mewakili dua peran utama kota dan pemerintahannya: Menjadi pelindung bagi rakyatnya—dari ancaman, dari ketimpangan, dari keterasingan.
Menjadi pelayan yang hadir dan tanggap—memenuhi kebutuhan dasar, memperhatikan yang kecil, serta menyatukan yang terpisah.

Hari Jadi ke-598 menjadi momen pamungkas bagi pasangan Wali Kota Effendi Edo dan Wakil Wali Kota Siti Farida dalam mewujudkan visi misinya. Pasangan Idola ini berharap Kota Cirebon dibawah kepemimpinannya harus lebih baik, lebih nyaman, lebih maju daripada kepemimpinan sebelumnya. Target itu  bisa diwujudkan dengan semangat sinergi dan kolaborasi dalam team building yang solid dan kokoh.
Sinergitas dan kolaborasi itu terpancar dalam rangkaian kegiatan Hari Jadi Cirebon. Berbagai event mulai 19 Mei hingga 27 Juli mendatang melibatkan semua pihak, baik pemerintah, swasta, komunitas hingga masyarakat luas. Dengan berbagai latar belakang profesi, usia, dan etnis. Baru peringatan hari jadi tahun ini, seluruh lapisan masyarakat merasakan gegap gempita semarak hari jadi.

Wali Kota Cirebon Effendi Edo dalam satu kesempatan menghendaki agenda kegiatan hari jadi ikut juga dirasakan masyarakat. Setiap kelurahan menggelar event untuk warga. Seperti di Kelurahan Kesepuhan Kec. Lemahwungkuk dengan meriah telah menggelar Gebyar PAUD untuk anak-anak, guru-guru dan orang tuanya, Rabu 11 Juni 2025. 
Kemeriahan serupa berlangsung di 22 kelurahan se- kota Cirebon dan beberapa jumlah titik pusat kegiatan. Seperti di Balai Kota, DPRD, Grage City Mall, Grage Mall, di dinas-dinas, keraton, kawasan kota tua BAT dan banyak lagi. Aneka jenis kegiatan digelar untuk memenuhi kebutuhan warga. Seperti kegiatan olahraga, seni budaya, hobi, kesehatan, jiwa hingga festival kuliner khas Cirebon dan peranakan tionghoa. Bahkan pada pembukaan Festival Cirebon tampil tarian dari ibu-ibu Tionghoa bersama ibu Wali Kota Novi Effendi Edo.
Acara puncak ritual seremonial berlangsung pada 27-28 Juni 2025. Wali Kota dan jajarannya bersama Forkompimda menunaikan sholat ashar berjamaah di Masjid Agung Sang Cipta Rasa Keraton Kasepuhan. Dilanjut ziarah ke Makam Sunan Gunung Jati. Pada malam hari Pembacaan Babad Cirebon di Keraton Kanoman. Pada Sabtu mengikuti upacara Hari Jadi Cirebon di alun-alun Kejaksan dengan pakaian adat Cirebon. Ditutup Rapat Sidang Paripurna Istimewa DPRD Kota Cirebon. Dihadiri Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.

Menyatukan Visi
Membangun sinergitas dan kolaborasi Hari Jadi Cirebon ke-598 merupakan bagian dari upaya menyatukan visi team building. Khususnya jajaran aparatur sipil Pemerintah Kota Cirebon. Lebih-lebih pembangunan kota ini ke depan akan dihadapkan tantangan dalam mewujudkan visi kota Cirebon Setara Berkelanjutan. 
Visi Setara Berkelanjutan yaitu Cirebon yang Sejahtera, Tertata, Aspiratif, Aman, dan Berkelanjutan. Sebagai arah gerak yang ingin ditanamkan dalam seluruh aspek pembangunan—dari birokrasi hingga pelayanan publik, dari kelurahan hingga pusat kota. Cirebon yang setara bagi semua warga, tanpa membedakan latar belakang atau posisi mereka dalam masyarakat. Cirebon yang berkelanjutan, bukan hanya gemerlap sesaat. 
Peringatan Hari Jadi ke-598 tahun, kita tak terjebak pada kemeriahan event. Tidak larut dalam pesta pora. Tetapi momen merenung dan menata ulang kompas perjalanan arah pembangunan kota. Semua itu tidak bisa diselesaikan dengan program pemerintah saja. Tetapi membutuhkan gerak bersama, gerak seluruh warga kota. Melalui semangat gotong royong masyarakatnya, bersinergi dan berkolaborasi melalui spirit Hari Jadi Cirebob ke-598. Semoga! (*)

Kesepuhan, 30 Juni 2025 

Penulis,
Lurah Kesepuhan Kota Cirebon

*) dimuat di koran Radar Cirebon 2 Juli 2025