Mei 27, 2017

AWAL GERAKAN LITERASI TANPA ANGGARAN PEMDA

Kadisdik Kota Cirebon memberikan apresiasi terhadap kinerja tim literasi
Kepala Dinas Pendidikan Kota Cirebon Drs H Jaja Sulaeman, M.Pd berkali-kali menyampaikan apresiasi, terima kasih dan penghargaan kepada tim literasi di kotanya. Berkat perjuangan tim pegiat CLRC—Cirebon Leader’s Reading Challenge, program literasi di kota Cirebon sudah membuahkan hasil positif dalam menumbuhkan minat baca para siswa. Sekalipun secara formal Pemerintah Daerah Kota Cirebon di awal kegiatan belum menganggarkan kegiatan tersebut.

PEGIAT LITERASI KOTA CIREBON TERBITKAN BUKU

Empat srikandi penulis buku bersama Kadisdik dan Sultan
Ada yang istimewa dipenghujung bulan pendidikan nasional dan diawal bulan Ramadhan. Pendidikota Kota Cirebon melaunching dua kegiatan sekaligus, peresmian gerakan CLRC jilid ke-2 dan peluncuran buku literasi. Menariknya, dalam launching buku tersebut beberapa siswa dan satu kepala sekolah membacakan puisi di depan ratusan peserta acara Anugerah Literasi 2017 di Keraton Kacirebonan, Jumat (26/5) pagi.

Buku tersebut ditulis oleh para pegiat literasi  yaitu Iis Nuraeni, M.Pd (guru SMP Negeri 1 Kota Cirebon), Novi Nurul Khotimah, M.Pd  (Kepala SDN Pelandakan), Hj Apriani Dinni Siti Nurbaini, S.Ag.,M.Pd.I (Kepala SDN Karya Mulya), Eva Resna Hendawati, M.Pd (Kepala SDN Sadagori I). Mereka menulis buku berjudul Penaku Melahirkan Sajak, Antologi Puisi Guru dari Kota Wali.  Sementara  buku berjudul Pendidikan dalam Perspektif Guru merupakan karya tunggal Iis Nuraeni, M.Pd.

FANTASTIS... 10 BULAN BACA 94 BUKU

Annisa (depan) dan Hana sebagai pembaca terbanyak buku. .
Jika anda orang dewasa, berapa buku yang bisa dibaca dalam waktu 10 bulan? Nah ratusan siswa literasi dalam waktu yang sama sedikitnya mampu menyesaikan membaca 24 buku. Bahkan ada satu siswa yang bisa mencapai 94 buku non mata pelajaran yang ia baca. Itu pun harus mereka review dalam tiga bentuk media dan mempresentasikan di dalam kelompoknya masing-ma
sing. Siswa SD dan SMP tersebut adalah peserta program gerakan literasi Cirebon Leader’s Reading Challenge (CLRC).

Mei 26, 2017

ANUGERAH LITERASI DIGELAR DI KERATON KACIREBONAN

Anugerah Literasi 2017 dilaksanakan di Keraton Kacirebonan
Keraton Kacirebonan Kota Cirebon Jumat (26/5) pagi mendadak ramai. Ratusan siswa, guru, kepala sekolah dan undangan lain memadati halaman kesultanan. Mereka hadir untuk mengikuti acara Anugerah Literasi 2017 yang diadakan oleh para pegiat literasi Cirebon Leader’s Reading Challenge (CLRC). Sebanyak 380 insan literasi kota ini akan menerima penghargaan Walikota Cirebon melalui Dinas Pendidikan atas prestasi yang diraihnya.

Secara simbolis, pengalungan medali literasi sudah dilakukan oleh walikota Cirebon Drs Nasrudin Azis, SH kepada perwakilan siswa, guru dan kepala sekolah. Pengalungan itu dilakukan usai upacara Hari Pendidikan Nasional pada 2 Mei 2017 di alun-alun Kejaksan. Sementara pengalungan medali secara lengkap terhadap peraih anugerah literasi dilakukan di Keraton Kacirebonan Pulasaren Kota Cirebon Jumat pagi.

Mei 23, 2017

KARYA NOVEL KANG ABIK DIANGGAP SAMPAH

SALAM LITERASI novelis, guru dan siswa SMPN 4 Kota Cirebon
Apa yang menjadi kendala utama orang menulis buku? Dan tantangan apa yang pernah dihadapi penulis hebat? Pertanyaan ini terungkap dalam sesi tanya jawab acara Dakwah dengan Pena dengan nara sumber novelis best seller Ustadz Habiburrahman El-Shirazy. Kendati sebagai penulis hebat, kang Abik demikian biasa ia disapa, juga pernah mengalami kendala dalam menuangkan dan mengembangkan ide dan tulisan novelnya. Bahkan pernah ada pihak yang menilai tendensius jika karya novelnya dianggap sampah.

“Pernah ada orang yang iri dengan karya novel saya Ketika Cinta Bertasbih yang akan difilmkan. Orang tersebut mempengaruhi pihak film, ngapain memfilmkan novel sampah punya Habiburrahman. Buang-buang duit saja,” tutur Kang Abik menirukan ucapan kebencian dari orang tersebut kepada pihak sineas. Namun setelah Kang Abik membeberkan data-data prestasinya baik penjualan buku dan penghargaan yang ia terima pihak produser film tersebut semakin yakin. 

INI ALASAN KANG ABIK MENULIS NOVEL ISLAMI

Siapa yang tak kenal dengan novelis ustadz Habiburrahman El-Shirazy. Penulis novel best seller Indonesia yang laris difilmkan tersebut Selasa (23/5) pukul 13.00 berkesempatan hadir di kota Cirebon. Kang Abik, demikian biasa akrab disapa hadir memenuhi undangan Kang Dede Muharam, pengusaha muslim sukses asal Kota Cirebon.  Alumni Univesitas Al Azhar Mesir ini hadir dalam acara Dakwah dengan Pena yang bertempat di Gedung Pertemuan Andalus City Kebon Pelok Kota Cirebon.

Acara yang dipadati para pecinta novel Islami ini dibuka dengan pembacaan ayat suci al Qur’an oleh siswa CIS (Cirebon Islamic School) kemuadian dilanjutkan sambutan dari Kang Dede Muharam (KDM). KDM bercerita jika dirinya dengan kang Abik sudah kenal lama semasa kuliah di Al Azhar Mesir. Pihaknya berharap dengan kemampuan menulis novel dan sinemanya Kang Abik bisa membuat pondok pesantren plus. 

PETASAN DAN SAKRALITAS PUASA

Oleh:
Deny Rochman

Sakralitas bulan Ramadhan beberapa tahun belakangan ini mulai pudar. Suasana tak berbeda tampaknya akan dirasakan pada bulan puasa tahun ini yang dimulai Sabtu 27 Mei 2017. Khusyuan orang-orang beriman dalam berpuasa terganggu dengan aktifitas sebagian masyarakat yang menyalakan petasan atau kembang api. Suara ledakan petasan atau kembang api itu akan terasa mengganggu saat umat Islam sholat tarawih, istirahat malam, pagi usai sholat shubuh dan tengah hari.

Aktifitas lainnya adalah kebijakan pemerintah yang mengembangkan sikap toleransi yang dianggap keliru. Umat Islam yang berpuasa harus menghormati mereka yang tidak berpuasa. Sebelumnya orang tidak berpuasalah yang harus menghormati orang-orang yang berpuasa. Kebijakan ini berdampak pada tidak saja jumlah orang yang berpuasa bertambah, tetapi mereka yang berjualan di siang hari akan semakin banyak. Secara langsung hal itu akan mengganggu kenyaman dan ketenangan umat berpuasa.

Fenomena lain yang marak di bulan puasa kekinian adalah perilaku ekonomi konsumtif umat Islam. Budaya konsumtif meningkat tajam daripada pada hari-hari biasanya. Hal yang tiada di bulan biasa namun diada-adakan pada musim puasa ramadhan. Awal puasa, selama dan akhir puasa catatan anggaran rumah tangga keluarga dan perusahaan banyak dipadati dengan pengeluaran belanja kebutuhan sandang dan pangan. Masjid, surau, mushola dipadati pada minggu pertama puasa, selebihnya kepadatan itu beralih di pasar-pasar dan mall.

KETERTIBAN UMUM
Tiga fenomena dari banyak hal yang terjadi selama bulan puasa, hal yang sangat menggangu ketertiban umum adalah suara ledakan petasan atau kembang api. Petasan ataukan kembang api jika menimbulkan suara ledakan yang keras akan menganggu ketenangan masyarakat. Apalagi jika aksi “bakar-bakaran” ledakan itu dilakukan pada saat umat Islam dalam suasana khusyuk. Ketenangan dalam beribadah sholat tarawih, waktu istirahat malam, usai shubuh dan siang hari.

Dalam kondisi tersebut peran negara sebagai institusi harus hadir ditengah-tengah masyarakat untuk menciptakan ketertiban umum. Jangan sampai ada upaya pembiaran sehingga menimbulkan benturan sosial horisontal antar anggota masyarakat. Mereka yang mengedarkan, menjual, memakai dan pihak yang terganggu. Seyogiyanya aparat negara, apakah pihak kepolisian, Sat Pol PP atau MUI melakukan imbauan dan penertiban hal-hal yang berpotensi mengganggu jalannya ibadah puasa umat Islam.

Sejarah mencatat, fenomena keresahan petasan atau kembang api memiliki akar sejarah panjang dalam kehidupan bangsa Indonesia. Bahkan upaya  pelarangan peredaran petasan pernah muncul pada masa pemerintahan Belanda lebih-lebih pada rezim Soeharto. Dalam Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang bunga api, di dalamnya disinggung mana benda yang boleh dan mana benda yang tidak boleh diledakan.

Termasuk tertera dalam Pasal 187 KUH Pidana tentang bahan peledak sudah diatur soal bahan peledak yang dapat menimbulkan ledakan serta dianggap mengganggu lingkungan masyarakat. Dalam UU dijelaskan, pembuat, penjual, penyimpan, dan pengangkut petasan bisa dikenakan hukuman minimal 12 tahun penjara hingga maksimal kurungan seumur hidup.

Beratnya ancaman membuat mereka yang terlibat dalam dunia petasan membuat mencari cara agar produk dan budayanya tetap langgeng di masyarakat. Caranya daya ledak petasan diubah menjadi kemasan kembang api untuk menghindari jerat hukum tersebut. Tetapi nyatanya ledakan kembang api tak kalah dahsyatnya dengan ledakan petasan. Termasuk kembang api yang diluncurkan ke udara dentumannya meluas dalam radius puluhan meter.

Melihat sisi negatifnya lebih banyak alangkah baiknya pemerintah menertibkan petasan dan atau kembang api yang memiliki daya ledak yang mengganggu ketertiban umum. Dalam penggunaannya harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu bagi umat Islam dalam menjalankan ibadah puasa dan waktu istirahat. Pengaturan itu sudah mulai disosialisasikan ke berbagai pihak terkait termasuk para pedagang kebang api dan masyarakat luas. Jika ada pelanggaran ketentuan maka pihak aparat memiliki kewenangan untuk bertindak.

Secara makro, imbau kepada seluruh warga selama bulan suci ramadhan diantaranya : (1) Tidak makan dan minum ditempat umum jika tidak sedang berpuasa; (2) Tidak menyalakan petasan, kembang api atau suara yg mngganggu orang yg sedang berpuasa saat sholat tarawih, tadarus dan waktu istirahat malam; (3) Memperbanyak ibadah, amalan sholeh, menyemarakkan dan memakmurkan kegiatan berpuasa di masjid. (*)

*) Tulisan pernah dimuat di koran harian Radar Cirebon Selasa 23 Mei 2017.

**Penulis adalah pengurus Majelis Pustaka dan Informasi PDM Kab. Cirebon

Mei 22, 2017

PETASAN DAN SAKRALITAS PUASA

Oleh:
Deny Rochman

Sakralitas bulan Ramadhan beberapa tahun belakangan ini mulai pudar. Suasana tak berbeda tampaknya akan dirasakan pada bulan puasa tahun ini yang dimulai Sabtu 27 Mei 2017. Khusyuan orang-orang beriman dalam berpuasa terganggu dengan aktifitas sebagian masyarakat yang menyalakan petasan atau kembang api. Suara ledakan petasan atau kembang api itu akan terasa mengganggu saat umat Islam sholat tarawih, istirahat malam, pagi usai sholat shubuh dan tengah hari.

Aktifitas lainnya adalah kebijakan pemerintah yang mengembangkan sikap toleransi yang dianggap keliru. Umat Islam yang berpuasa harus menghormati mereka yang tidak berpuasa. Sebelumnya orang tidak berpuasalah yang harus menghormati orang-orang yang berpuasa. Kebijakan ini berdampak pada tidak saja jumlah orang yang berpuasa bertambah, tetapi mereka yang berjualan di siang hari akan semakin banyak. Secara langsung hal itu akan mengganggu kenyaman dan ketenangan umat berpuasa.