Mei 22, 2017

PETASAN DAN SAKRALITAS PUASA

Oleh:
Deny Rochman

Sakralitas bulan Ramadhan beberapa tahun belakangan ini mulai pudar. Suasana tak berbeda tampaknya akan dirasakan pada bulan puasa tahun ini yang dimulai Sabtu 27 Mei 2017. Khusyuan orang-orang beriman dalam berpuasa terganggu dengan aktifitas sebagian masyarakat yang menyalakan petasan atau kembang api. Suara ledakan petasan atau kembang api itu akan terasa mengganggu saat umat Islam sholat tarawih, istirahat malam, pagi usai sholat shubuh dan tengah hari.

Aktifitas lainnya adalah kebijakan pemerintah yang mengembangkan sikap toleransi yang dianggap keliru. Umat Islam yang berpuasa harus menghormati mereka yang tidak berpuasa. Sebelumnya orang tidak berpuasalah yang harus menghormati orang-orang yang berpuasa. Kebijakan ini berdampak pada tidak saja jumlah orang yang berpuasa bertambah, tetapi mereka yang berjualan di siang hari akan semakin banyak. Secara langsung hal itu akan mengganggu kenyaman dan ketenangan umat berpuasa.


Fenomena lain yang marak di bulan puasa kekinian adalah perilaku ekonomi konsumtif umat Islam. Budaya konsumtif meningkat tajam daripada pada hari-hari biasanya. Hal yang tiada di bulan biasa namun diada-adakan pada musim puasa ramadhan. Awal puasa, selama dan akhir puasa catatan anggaran rumah tangga keluarga dan perusahaan banyak dipadati dengan pengeluaran belanja kebutuhan sandang dan pangan. Masjid, surau, mushola dipadati pada minggu pertama puasa, selebihnya kepadatan itu beralih di pasar-pasar dan mall.

KETERTIBAN UMUM
Tiga fenomena dari banyak hal yang terjadi selama bulan puasa, hal yang sangat menggangu ketertiban umum adalah suara ledakan petasan atau kembang api. Petasan ataukan kembang api jika menimbulkan suara ledakan yang keras akan menganggu ketenangan masyarakat. Apalagi jika aksi “bakar-bakaran” ledakan itu dilakukan pada saat umat Islam dalam suasana khusyuk. Ketenangan dalam beribadah sholat tarawih, waktu istirahat malam, usai shubuh dan siang hari.

Dalam kondisi tersebut peran negara sebagai institusi harus hadir ditengah-tengah masyarakat untuk menciptakan ketertiban umum. Jangan sampai ada upaya pembiaran sehingga menimbulkan benturan sosial horisontal antar anggota masyarakat. Mereka yang mengedarkan, menjual, memakai dan pihak yang terganggu. Seyogiyanya aparat negara, apakah pihak kepolisian, Sat Pol PP atau MUI melakukan imbauan dan penertiban hal-hal yang berpotensi mengganggu jalannya ibadah puasa umat Islam.

Sejarah mencatat, fenomena keresahan petasan atau kembang api memiliki akar sejarah panjang dalam kehidupan bangsa Indonesia. Bahkan upaya  pelarangan peredaran petasan pernah muncul pada masa pemerintahan Belanda lebih-lebih pada rezim Soeharto. Dalam Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang bunga api, di dalamnya disinggung mana benda yang boleh dan mana benda yang tidak boleh diledakan.

Termasuk tertera dalam Pasal 187 KUH Pidana tentang bahan peledak sudah diatur soal bahan peledak yang dapat menimbulkan ledakan serta dianggap mengganggu lingkungan masyarakat. Dalam UU dijelaskan, pembuat, penjual, penyimpan, dan pengangkut petasan bisa dikenakan hukuman minimal 12 tahun penjara hingga maksimal kurungan seumur hidup.

Beratnya ancaman membuat mereka yang terlibat dalam dunia petasan membuat mencari cara agar produk dan budayanya tetap langgeng di masyarakat. Caranya daya ledak petasan diubah menjadi kemasan kembang api untuk menghindari jerat hukum tersebut. Tetapi nyatanya ledakan kembang api tak kalah dahsyatnya dengan ledakan petasan. Termasuk kembang api yang diluncurkan ke udara dentumannya meluas dalam radius puluhan meter.

Melihat sisi negatifnya lebih banyak alangkah baiknya pemerintah menertibkan petasan dan atau kembang api yang memiliki daya ledak yang mengganggu ketertiban umum. Dalam penggunaannya harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu bagi umat Islam dalam menjalankan ibadah puasa dan waktu istirahat. Pengaturan itu sudah mulai disosialisasikan ke berbagai pihak terkait termasuk para pedagang kebang api dan masyarakat luas. Jika ada pelanggaran ketentuan maka pihak aparat memiliki kewenangan untuk bertindak.

Secara makro, imbau kepada seluruh warga selama bulan suci ramadhan diantaranya : (1) Tidak makan dan minum ditempat umum jika tidak sedang berpuasa; (2) Tidak menyalakan petasan, kembang api atau suara yg mngganggu orang yg sedang berpuasa saat sholat tarawih, tadarus dan waktu istirahat malam; (3) Memperbanyak ibadah, amalan sholeh, menyemarakkan dan memakmurkan kegiatan berpuasa di masjid. (*)

*) Penulis adalah pengurus Majelis Pustaka dan Informasi PDM Kab. Cirebon