Oleh:
Deny Rochman
Sakralitas bulan Ramadhan beberapa tahun belakangan
ini mulai pudar. Suasana tak berbeda tampaknya akan dirasakan pada bulan puasa
tahun ini yang dimulai Sabtu 27 Mei 2017. Khusyuan orang-orang beriman dalam
berpuasa terganggu dengan aktifitas sebagian masyarakat yang menyalakan petasan
atau kembang api. Suara ledakan petasan atau kembang api itu akan terasa
mengganggu saat umat Islam sholat tarawih, istirahat malam, pagi usai sholat
shubuh dan tengah hari.
Aktifitas lainnya adalah kebijakan pemerintah yang
mengembangkan sikap toleransi yang dianggap keliru. Umat Islam yang berpuasa
harus menghormati mereka yang tidak berpuasa. Sebelumnya orang tidak
berpuasalah yang harus menghormati orang-orang yang berpuasa. Kebijakan ini
berdampak pada tidak saja jumlah orang yang berpuasa bertambah, tetapi mereka
yang berjualan di siang hari akan semakin banyak. Secara langsung hal itu akan
mengganggu kenyaman dan ketenangan umat berpuasa.
Fenomena lain yang marak di bulan puasa kekinian
adalah perilaku ekonomi konsumtif umat Islam. Budaya konsumtif meningkat tajam
daripada pada hari-hari biasanya. Hal yang tiada di bulan biasa namun
diada-adakan pada musim puasa ramadhan. Awal puasa, selama dan akhir puasa
catatan anggaran rumah tangga keluarga dan perusahaan banyak dipadati dengan
pengeluaran belanja kebutuhan sandang dan pangan. Masjid, surau, mushola
dipadati pada minggu pertama puasa, selebihnya kepadatan itu beralih di
pasar-pasar dan mall.
KETERTIBAN UMUM
Tiga fenomena dari banyak hal yang terjadi selama
bulan puasa, hal yang sangat menggangu ketertiban umum adalah suara ledakan petasan
atau kembang api. Petasan ataukan kembang api jika menimbulkan suara ledakan
yang keras akan menganggu ketenangan masyarakat. Apalagi jika aksi
“bakar-bakaran” ledakan itu dilakukan pada saat umat Islam dalam suasana
khusyuk. Ketenangan dalam beribadah sholat tarawih, waktu istirahat malam, usai
shubuh dan siang hari.
Dalam kondisi tersebut peran negara sebagai
institusi harus hadir ditengah-tengah masyarakat untuk menciptakan ketertiban
umum. Jangan sampai ada upaya pembiaran sehingga menimbulkan benturan sosial
horisontal antar anggota masyarakat. Mereka yang mengedarkan, menjual, memakai
dan pihak yang terganggu. Seyogiyanya aparat negara, apakah pihak kepolisian,
Sat Pol PP atau MUI melakukan imbauan dan penertiban hal-hal yang berpotensi
mengganggu jalannya ibadah puasa umat Islam.
Sejarah mencatat, fenomena keresahan petasan atau
kembang api memiliki akar sejarah panjang dalam kehidupan bangsa Indonesia.
Bahkan upaya pelarangan peredaran
petasan pernah muncul pada masa pemerintahan Belanda lebih-lebih pada rezim
Soeharto. Dalam Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang bunga api, di
dalamnya disinggung mana benda yang boleh dan mana benda yang tidak boleh
diledakan.
Termasuk tertera dalam Pasal 187 KUH Pidana tentang
bahan peledak sudah diatur soal bahan peledak yang dapat menimbulkan ledakan
serta dianggap mengganggu lingkungan masyarakat. Dalam UU dijelaskan, pembuat,
penjual, penyimpan, dan pengangkut petasan bisa dikenakan hukuman minimal 12
tahun penjara hingga maksimal kurungan seumur hidup.
Beratnya ancaman membuat mereka yang terlibat dalam
dunia petasan membuat mencari cara agar produk dan budayanya tetap langgeng di
masyarakat. Caranya daya ledak petasan diubah menjadi kemasan kembang api untuk
menghindari jerat hukum tersebut. Tetapi nyatanya ledakan kembang api tak kalah
dahsyatnya dengan ledakan petasan. Termasuk kembang api yang diluncurkan ke
udara dentumannya meluas dalam radius puluhan meter.
Melihat sisi negatifnya lebih banyak alangkah
baiknya pemerintah menertibkan petasan dan atau kembang api yang memiliki daya
ledak yang mengganggu ketertiban umum. Dalam penggunaannya harus diatur
sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu bagi umat Islam dalam menjalankan
ibadah puasa dan waktu istirahat. Pengaturan itu sudah mulai disosialisasikan
ke berbagai pihak terkait termasuk para pedagang kebang api dan masyarakat
luas. Jika ada pelanggaran ketentuan maka pihak aparat memiliki kewenangan
untuk bertindak.
Secara makro, imbau kepada seluruh warga selama
bulan suci ramadhan diantaranya : (1) Tidak makan dan minum ditempat umum jika
tidak sedang berpuasa; (2) Tidak menyalakan petasan, kembang api atau suara yg
mngganggu orang yg sedang berpuasa saat sholat tarawih, tadarus dan waktu
istirahat malam; (3) Memperbanyak ibadah, amalan sholeh, menyemarakkan dan
memakmurkan kegiatan berpuasa di masjid. (*)
*) Penulis
adalah pengurus Majelis Pustaka dan Informasi PDM Kab. Cirebon