Siapa yang
tak kenal dengan novelis ustadz Habiburrahman El-Shirazy. Penulis novel best
seller Indonesia yang laris difilmkan tersebut Selasa (23/5) pukul 13.00 berkesempatan
hadir di kota Cirebon. Kang Abik, demikian biasa akrab disapa hadir memenuhi
undangan Kang Dede Muharam, pengusaha muslim sukses asal Kota Cirebon. Alumni Univesitas Al Azhar Mesir ini hadir
dalam acara Dakwah dengan Pena yang bertempat di Gedung Pertemuan Andalus City Kebon
Pelok Kota Cirebon.
Acara yang
dipadati para pecinta novel Islami ini dibuka dengan pembacaan ayat suci al Qur’an
oleh siswa CIS (Cirebon Islamic School) kemuadian dilanjutkan sambutan dari
Kang Dede Muharam (KDM). KDM bercerita jika dirinya dengan kang Abik sudah
kenal lama semasa kuliah di Al Azhar Mesir. Pihaknya berharap dengan kemampuan
menulis novel dan sinemanya Kang Abik bisa membuat pondok pesantren plus.
Dalam sesi pembicara
utama, kang Abik membeberkan alasan mengapa dirinya memilih menulis novel Islam
tidak hanya fokus profesi lain sebagai lulusan universitas ternama di timur
tengah tersebut. Novel best seller yang difilmkan adalah Ayat-ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih selain novel lainnya yang juga laris manis dipasaran. Menurutnya, masih jarang sekali dari kalangan ustadz atau
ulama yang berdakwah melalui tulisan membuat novel yang kemudian difilmkan. Padahal
tidak sedikit jumlah mereka penikmat buku-buku novel.
“Menulis
novel itu hanya sebagai sarana dakwah saja, minimal mereka mengenal dulu Islam
itu seperti apa. Sama halnya seperti Sunan Kalijaga yang berdakwah melalui
pertunjungan kesenian wayang. Wayang itu sangat digemari masyarakat Jawa kala
itu, namun cerita dan tokohnya belum Islami maka oleh Sunan Kalijaga diubah,”
tutur Kang Abik semangat menceritakan alasan dirinya menulis novel Islami.
Pria
kelahiran 1976 tersebut mengakui tidak gampang berdakwah melalui tulisan novel.
Ada rambu-rambu yang harus dipahami penulis seperti hikmah dan sesuai dengan
sunnah Rosulullah Saw. Namun demikian dua hal tersebut tidak menganggu daya
kreatifitas yang diperlukan dalam berdakwah masa kini. Apalagi banyak
novel-novel beredar tidak mengandung nilai-nilai Islami.
Novelis
asal Semarang ini mengingatkan, untuk menghasilkan sebuah novel yang
berkualitas diperlukan daya kreatifitas. Daya kreatifitas ini akan berkembang
ketika kebiasaan belajar masyarakat kita semakin baik. Dengan kreatifitas
tersebut maka bangsa ini tidak akan bisa terjajah oleh bangsa lain. Sayangnya kebiasaan
belajar masyarakat Indonesia masih kalah jauh dengan masyarakat Barat.
“Saya sudah
tiga kali keliling Amerika Serikat. Tidak ada satu pun anak remaja yang
terlihat di mall-mall pada saat jam belajar. Jika mereka keluyuran maka
siap-siap ditangkap polisi. Hal berbeda dengan di Indonesia, remajanya gak
jelas kapan mereka belajar dan kapan mereka main. Perbedaan budaya ini membuat
peradaban bangsa kita tertinggal dengan Barat. Misalnya saya pernah berkunjung
ke perpustakaan di Amerika. Disana buka hingga 24 jam dengan dipadati mahasiswa
yang mengerjakan tugas,” kenang Kang Abik. (pade)