Desember 26, 2015

Radar Cirebon, JAUH DIMATA DEKAT DIHATI

Sepuluh tahun sudah aku meninggalkan Radar Cirebon. Koran daerah group Jawa Pos yang mulai terbit 20 Desember 1999. Rasanya baru kemarin aku masih bergelut dengan berita. Bertemu banyak orang, banyak masalah dan membantu mereka yg butuh pelayanan jasa wartawan.

Kerja wartawan seperti tim penyidik yg byk bertanya menggali berita. Seperti spionase atau detektif yg diam2 cari info fakta dan data. Atau bagai agen atau biro promosi yg mengorbitkan branding personal seseorang, apakah dr sisi negatif atau sisi positif. Bisa juga mjd juru damai ditengah konflik sosial.


Menggeluti wartawan itu perlu keahlian. Tdk cukup hny bermodal ID Card Press. Ga hny bermodal nyali gede dan berani hadapi orang dg sgl masalahnya. Atau pandai bertanya dan menulis. Menjadi wartawan hrs pny kecerdasan seimbang. Cerdas intelektual, emosional sosial, spiritual dan kenestetik. Itulah paling yg aku rasakan selama lima tahun ikut membesarkan koran rintisan Pak Yanto S Utomo alias Mas Yanto.

Secara pribadi, aku acung jempol atas kepemimpinan beliau. Semoga amal baiknya diterima Allah Swt dan dosa2nya diampuni. Sosoknya terlihat dingin namun aura kecerdasan dan penuh perhitungan bisnisnya tetap ada, tp ia tetap teselip ada sifat humoris. Dengan gaya leadershipnya justeru Radar Cirebon bisa tumbuh dan berkembang hingga mjd koran juara. Hingga melahirkan byk koran lokal di daerah lain. Hingga pny televisi lokal Rctv Cirebondan perusahaan sayap lainnya seperti koran Rakyat Cirebon.

Walau belakangan ini aku melihat mantan pa bos ku pny hobby yg beda dg pa yanto dulu yang aku kenal dulu, saat koran Radar masih jd anak bawang. Namun aku bisa maklum, jika pa bos ku skg kualitas hidupnya lbh baik drpd masa lalunya. Itu buah dr kerja keras totalitas thd media koran milih pak Mahtum Cs. Tapi jarang yg tau bagaimana penderitaan dan pengorbanan beliau dlm memetik buah kesuksesan membesarkan koran.

Koran Radar dibangun seiring semangat reformasi dan desentralisasi pemerintahan daerah. Walau pd awal kelahirannya, koran ini sempat diragukan kelangsungan hidupnya. Terlebih di kota wali ini sdh lama hadir koran lokal dr group koran terbesar di tataran pasundan. Namun mereka yg sinis lupa, jk Radar dimotori kader2 koran besar Jawa Pos yg tahan banting.

Beruntung aku bisa bergabung mjd jurnalis koran ini. Sebuah profesi yg lama ingin digeluti saat mjd mahasiswa Fisip Unsoed. Sayang hingga lulus kuliah aku ga kesampaian mjd wartawan majalah kampus Solidaritas, pimpinan Jarot C. Setyoko kala itu. Aku baru pd level pelatihan awal mjd calon wartawan terus mandeg. Fokus kesibukan ku hny di Rohis kampus, Senat Mahasiswa dan organisasi mahasiswa ekstra kampus, Imm Soedirman dan IMM Banyumas.

Januari 2000 aku resmi diterima mjd jurnalis di Radar Cirebon. Pekerjaan ku sbg guru swasta aku tinggalkan, cukup 6 bulan saja. Mengingat aku bukanlah sarjana pendidikan. Gaji yg diterima per bulan blm cukup buat ongkos angkot satu bulan PP ke sekolah-rumah. Banyak kawan bilang aku pny bakat mjd wartawan. Baik diliht tulisan, sikap dan cara berfikir aku.

Semula ada keraguan berpindah profesi. Kepala sekolah ku menyayangkan aku keluar. Kabar lain gaji Radar belum memadai kala itu, hny cukup biaya operasional di lapangan. Tapi hal itu tdk mengurungkan niatan utk bergabung membesarkan koran ini. Hingga waktunya tiba aku daftar, ikuti tes dan lolos jd jurnalis Radar, sebuah dunia kerja baru.

Memasuki dunia kerja baru nyali aku dan beberapa kawan baru saat itu, seperti Syah Syahbana, Nurdin, Asna, Ruslan dll diuji. Jiwa kami diteror, tertekan. Masa kerja awal segerombolan massa sayap organisasi Islam menyerang kantor Radar. Siang itu kami baru saja dibekali pelatihan jurnalistik singkat oleh tim redaksi, seperti pak Ade Asep Syarifuddin, Mas Radi, Kang Nana dll. Penyerangan itu terkait, kl tdk salah, koran ini dianggap melakukan liputan yg merugikan nama besar pimpinan mereka.

Melihat teror itu, beberapa kawan kami bahkan wartawan lama disana berhamburan keluar menyelamatkan diri. Malah ada juga yg berlarian diatas atap genteng warga, termasuk aku dan Muhamad Noupel. Posisi kantor pertama Radar di jalan drajat dua lantai, disamping rumah warga yg atapnya lbh rendah.

Naas dialami sekretaris redaksi mba Leni dan pa bos, krn hrs berhadapan langsung dg massa. Malah hidung pa bos sempat berdarah kena jotos oleh massa berseragam tsb.

Selama bekerja di kantor drajat, semua crew hidup dlm kebersamaan dan kesederhanaan. Mangan ora mangan kumpul. Bahkan diantara kami, termasuk aku, berperan mjd doktor, mondok di kantor. Alasannya jam pulang wartawan kala itu blm teratur. Seringnya plg malam shg kami sering menginap di tempat kerja. Daripada pulang ke rumah butuh waktu setengah jam di tengah malam.

Maklumlah aku wartawan yg biasa naik turun angkutan umum. Dari desa ke kecamatan, dari instansi ke perusahaan. Pas sialnya tak jarang aku tertidur di angkutan hingga lokasi target liputan terlewati, termasuk sering terlewat saat turun ke kantor radar usai liputan di sumber.

Satu ketika aku terpaksa pulang ke sindanglaut tengah malam. Dengan menaiki sipitung Honda CB 100 kami berdua dg kawan Mahnan Marbawi mencoba menerobos gelap dan hujan. Sial saat melintas pintu kereta api kanci asjap, mendadak motor jadul itu mati total. Busi dan platina motor itu tak tahan tersentuh air hujan. Terpaksa motor hrs didorong hingga 10 km hingga finish.

Kebersamaan kami dipupuk dg cara lain, seperti makan bareng usai layout tengah malam di warung sega jamblang Fitri, depan Grage Mall. Sering jg kita adain pertandingan persahabatan sepak bola dg klub2 instansi atau pemuda. Jika akhir pekan tiba kami sering jalan bareng refreshing.

Semua kami lalui dg penuh kebersamaan. Walau diakui kadang konflik menghampiri kebersamaan kita. Namun konflik tersebut justeru memberikan energi positif pengembangan koran. Setiap ada penugasan liputan dr kantor hrs siap kami laksanakan, kapan pun dan dmn pun.

Kini di usia 16 tahun koran Radar Cirebon mjd leader market koran daerah. Aku hny bisa bangga melihat perkembangan radar yg kian meroket. Aku memutuskan keluar dr radar krn Tuhan menakdirkan jalan hidup ku mjd PNS tahun 2005. Walaupun pilihan yg sulit, bahkan sempat PNS aku ga akan diambil krn sdh merasa betah bekerja sbg jurnalis di radar.

Di radar aku telah menemukan makna hidup, belajar menulis, fotografi, videografer, termasuk layout dan memahami masalah hidup lainnya. Apa yg diperoleh sbg PNS semua sdh aku peroleh di radar, bahkan lebih. Keputusan ku akhirnya memilih mjd PNS. Pa bos yanto memberikan sudut pandang lain agar aku utk lbh memilih mjd PNS. Selamat ulang tahun Radar Cirebon ke-16. Don't forget me....